Oleh : Hasyim Arsal Alhabsi, Direktur Dehills Institute
Dalam dunia komunikasi yang terus berubah, pertanyaan tentang mana yang lebih berpengaruh, brand atau person, menjadi topik yang relevan untuk dibahas. Brand dan person adalah dua entitas komunikasi yang memiliki kekuatan unik. Namun, untuk memahami pengaruh keduanya, kita perlu menganalisisnya melalui berbagai teori komunikasi yang mampu memberikan wawasan mendalam.
Kredibilitas: Siapa yang Lebih Dipercaya?
Teori kredibilitas menunjukkan bahwa kepercayaan dan keahlian adalah dua pilar utama yang menentukan pengaruh sebuah entitas. Sebuah brand seperti Coca-Cola membangun kepercayaan melalui konsistensi kualitas, citra, dan pengalaman pelanggan. Di sisi lain, individu seperti Elon Musk membangun kredibilitas melalui karisma, keahlian teknis, dan narasi pribadi.
Namun, perbedaan utama terletak pada cara audiens memproses kepercayaan. Brand sering dianggap sebagai entitas institusional yang stabil, sementara person dilihat lebih manusiawi dan emosional. Ketika audiens mencari hubungan yang lebih personal, person lebih unggul. Tetapi ketika stabilitas dan logika menjadi prioritas, brand biasanya lebih dipercaya.
Identifikasi: Hubungan Emosional yang Tak Tergantikan
Menurut teori identifikasi, audiens cenderung berhubungan dengan komunikator yang mereka anggap mewakili aspirasi atau nilai mereka. Di sinilah perbedaan mendasar antara brand dan person menjadi jelas.
Brand seperti Nike menggunakan slogan dan kampanye yang menciptakan rasa aspirasi kolektif, seperti “Just Do It.” Namun, person seperti Oprah Winfrey menciptakan hubungan emosional yang mendalam melalui cerita pribadi yang otentik. Audiens merasa “dilihat” oleh seorang individu karena koneksi emosional lebih mudah tercipta melalui manusia, bukan simbol.
Agenda-Setting: Siapa yang Menentukan Tren?
Teori agenda-setting menunjukkan bahwa baik brand maupun person memiliki kemampuan untuk membentuk opini publik. Brand seperti Apple menciptakan tren melalui inovasi produk dan pemasaran global. Namun, individu seperti Greta Thunberg mampu membentuk narasi global tentang perubahan iklim dengan cara yang lebih langsung dan emosional.
Di dunia yang semakin terhubung, person sering kali lebih unggul dalam memanfaatkan platform digital untuk menciptakan tren baru. Namun, brand memiliki sumber daya yang lebih besar untuk memperkuat pesan mereka di skala global. Dalam hal ini, keunggulan bergantung pada konteks dan jenis audiens yang ditargetkan.
Konstruksi Sosial: Menciptakan Realitas
Teori konstruksi sosial menekankan bagaimana narasi dan simbol membentuk cara kita memahami dunia. Brand menciptakan realitas kolektif melalui simbol dan pengalaman bersama. McDonald’s, misalnya, telah menjadi simbol gaya hidup cepat dan modern.
Namun, individu memiliki kekuatan untuk menciptakan realitas yang lebih personal dan autentik. Oprah Winfrey, dengan kisah perjuangannya, telah menginspirasi jutaan orang untuk melihat kesuksesan sebagai hasil dari kerja keras dan ketekunan. Pengaruh ini bersifat mendalam karena berbasis pada pengalaman nyata.
Uses and Gratifications: Memenuhi Kebutuhan Audiens
Teori uses and gratifications menjelaskan bahwa audiens aktif memilih komunikator yang memenuhi kebutuhan mereka. Brand cenderung memenuhi kebutuhan material, seperti kualitas produk atau layanan. Sementara itu, individu memenuhi kebutuhan emosional dan sosial, seperti inspirasi atau hiburan.
Sebagai contoh, pelanggan mungkin memilih Toyota untuk keandalan mobilnya, tetapi mereka memilih tokoh seperti Richard Branson untuk inspirasi tentang kepemimpinan dan inovasi. Dalam hal ini, brand dan person saling melengkapi dalam memenuhi kebutuhan audiens secara holistik.
Kolaborasi: Kekuatan Terbesar
Dalam praktiknya, kombinasi antara brand dan person sering kali menciptakan pengaruh yang paling besar. Contoh terbaik adalah Steve Jobs dan Apple. Jobs bukan hanya wajah perusahaan, tetapi juga simbol inovasi yang memberi jiwa pada brand Apple. Sinergi ini menunjukkan bahwa ketika brand dan person bekerja bersama, dampaknya dapat melampaui ekspektasi.
Di era digital, kolaborasi ini semakin relevan. Influencer sering bekerja dengan brand untuk menjangkau audiens yang lebih luas, sementara brand memberikan platform dan sumber daya untuk memperkuat pengaruh individu. Simbiosis ini menciptakan ekosistem komunikasi yang saling mendukung.
Baik brand maupun person memiliki kekuatan unik dalam komunikasi, tetapi keunggulan masing-masing bergantung pada konteks, audiens, dan tujuan komunikasi. Brand menawarkan stabilitas dan reputasi jangka panjang, sementara person membawa kehangatan emosional dan hubungan personal.
Namun, di dunia yang semakin kompleks, jawabannya tidak harus memilih salah satu. Kolaborasi antara brand dan person adalah strategi yang paling cerdas untuk menciptakan pengaruh yang maksimal. Dengan memanfaatkan kekuatan keduanya, kita dapat menciptakan komunikasi yang tidak hanya efektif tetapi juga mencerahkan dan menginspirasi.