Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

Beranda > Iptek > Bisnis di Indonesia Khawatir Penipuan Berbasis AI, Namun Tidak Paham Cara Kerjanya

Bisnis di Indonesia Khawatir Penipuan Berbasis AI, Namun Tidak Paham Cara Kerjanya

Iptek | Senin, 9 September 2024 | 22:27 WIB
Editor : Natalia Trijaji

BAGIKAN :
Bisnis di Indonesia Khawatir Penipuan Berbasis AI, Namun Tidak Paham Cara Kerjanya

Bisnis di Indonesia Khawatir Penipuan Berbasis AI, Namun Tidak Paham Cara Kerjanya

Surabaya, Kabarindo - Sebanyak 100% pelaku bisnis di Indonesia mengaku khawatir terhadap meningkatnya ancaman penipuan berbasis kecerdasan buatan (AI) seperti deepfakes, namun 46% dari mereka belum memahami cara kerja teknologi tersebut.

Temuan ini terungkap dalam laporan terbaru VIDA, penyedia solusi pencegahan penipuan identitas digital, yang bertajuk “Where's The Fraud: Protecting Indonesian Businesses from AI-Generated Digital Fraud”.

Laporan tersebut menyoroti empat jenis penipuan digital yang paling banyak menyerang bisnis di Indonesia, yaitu penipuan berbasis teknologi AI (deepfakes), rekayasa sosial (social engineering), pengambilalihan akun (account takeovers) serta pemalsuan dokumen dan tanda tangan. Dengan empat industri yang paling terpengaruh secara signifikan adalah perbankan & fintech, multifinance dan pembiayaan konsumen, asuransi dan kesehatan.

Adrian Anwar, Managing Director dan Group Chief Revenue Officer VIDA, mengungkapkan pelaku bisnis perlu segera mengambil langkah perlindungan dari penipuan digital. Dengan 56% bisnis telah menghadapi penipuan identitas dan 96% menghadapi pemalsuan dokumen, jelas bahwa dampaknya akan lebih tinggi.

“Kami berkomitmen untuk menyediakan solusi canggih yang memberdayakan bisnis untuk mendeteksi, mencegah dan merespon penipuan dengan lebih efektif,” ujarnya.

Niki Luhur, Founder dan Group CEO VIDA, menekankan pentingnya pendekatan menyeluruh dalam menghadapi penipuan digital. Seiring dengan meningkatnya kecanggihan teknologi, pelaku bisnis harus mengambil langkah proaktif untuk melindungi pelanggan, proses bisnis dan reputasi dalam lanskap digital yang terus berubah.

“Sebuah solusi anti-fraud yang terintegrasi tidak hanya memperkuat keamanan, tetapi juga membangun kepercayaan pelanggan yang berkelanjutan di era digital,” katanya.

Untuk menjawab tantangan ini, VIDA meluncurkan Identity Stack, sebuah solusi komprehensif yang dirancang untuk mengatasi penipuan, terutama dalam transaksi digital di Indonesia. Solusi ini diklaim mampu menurunkan tingkat penipuan identitas hingga 99,9%, memberikan perlindungan yang lebih baik bagi proses bisnis dan memastikan pengalaman pengguna yang lancar.

Dalam konteks yang lebih luas, laporan VIDA menunjukkan bahwa ancaman penipuan berbasis AI ini telah merambah berbagai sektor. Misalnya, di sektor perbankan dan fintech, deepfakes dan rekayasa sosial dapat merugikan hingga jutaan dolar. Di sektor Multifinance dan Pembiayaan Konsumen, pengambil-alihan akun dan pemalsuan dokumen menjadi masalah serius, sementara penipuan identitas digital diprediksi bisa menyebabkan kerugian lebih dari 2 miliar dollar AS pertahun.

Industri asuransi dan kesehatan juga tidak luput dari ancaman ini, dengan pemalsuan dokumen dan tanda tangan yang meningkatkan risiko klaim palsu, serta serangan rekayasa sosial yang menargetkan masyarakat untuk mendapatkan data sensitif. Hal ini tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga risiko reputasi yang serius.

VIDA mengungkapkan berbagai potensi kerugian yang dapat ditimbulkan dari empat ancaman utama penipuan digital saat ini yaitu:

Penipuan identitas digital (Identity Fraud)

Dipicu oleh penipuan digital yang semakin canggih dan memanfaatkan teknologi AI dan deepfake, 56% pelaku bisnis di Indonesia telah mengalami penipuan digital. Bentuk penipuan identitas yang canggih ini menimbulkan risiko serius, karena merusak kepercayaan dan meningkatkan potensi kehilangan data bagi bisnis, masalah pada hubungan antar stakeholders dan hancurnya reputasi. Ketika penipu semakin canggih, whitepaper menyarankan agar bisnis dapat mengadopsi langkah-langkah pencegahan untuk mengatasi ancaman digital.

Rekayasa sosial (Social Engineering)

Masyarakat di Indonesia sering kali menjadi korban berbagai jenis penipuan rekayasa sosial. Serangan phishing telah menjadi ancaman yang semakin umum dijumpai. Kasus ini telah menjangkiti 67% pelaku bisnis di Indonesia. Smishing, ancaman serupa yang dilakukan melalui SMS, telah berdampak terhadap 51% pelaku bisnis, sedangkan vishing, penipuan melalui suara, telah menargetkan 47% pelaku bisnis. Angka ini menunjukkan urgensi akan kebutuhan terkait sistem keamanan siber yang aman dan kesadaran masyarakat untuk mengatasi ancaman di sekitar ini.

Pengambil-alihan akun (Account Takeovers)

Account takeovers terjadi saat pelaku memanfaatkan kata sandi yang lemah dan kurangnya otentikasi multi-faktor melalui serangan credential stuffing dan phishing. Hal ini muncul sebagai isu yang paling marak terjadi, dimana 97% pelaku bisnis melaporkan upaya peretasan akun. Industri seperti keuangan, fintech dan e-commerce sangat rentan terserang, karena banyaknya informasi berharga yang dimiliki, seperti data pribadi para nasabah.

Pemalsuan dokumen dan tanda tangan (Document and Signature Forgery)

Jenis penipuan ini tidak hanya merusak kesahihan dokumen pelanggaran data, namun dapat merusak reputasi perusahaan, mengurangi kepercayaan nasabah dan menjadi penyebab kerugian finansial besar. Sebanyak 96% pelaku bisnis telah mengalami kasus pemalsuan dokumen dan tanda tangan.

Dengan berbagai temuan ini dan solusi Identity Stack yang ditawarkan, VIDA berharap pelaku bisnis di Indonesia dapat segera memperkuat pertahanan mereka terhadap ancaman digital yang terus berkembang. Laporan riset VIDA menegaskan ada urgensi bagi entitas bisnis di Indonesia agar segera mengadopsi solusi keamanan digital yang canggih dan terintegrasi untuk melawan ancaman penipuan yang semakin berkembang ini.

Foto: istimewa


RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER