KABARINDO, YOGYAKARTA - Sejauh Mata Memandang mengajak masyarakat agar semakin sadar akan adanya krisis iklim dan menjadi bagian dari solusi dengan menghadirkan “Sejauh Rumah Kita” di Yogyakarta, sebagai tempat berbagi ilmu serta berbagai tips dalam merawat bumi melalui kegiatan Belajar Bersama yang menggandeng berbagai komunitas.
Dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan, masyarakat belajar menerapkan gaya hidup slow living, gaya hidup sehat dan lebih ramah lingkungan, serta lebih bijak dan sadar dalam mengkonsumsi dan merawat barang-barang di sekitar mereka sebagai solusi dan aksi sederhana dalam melindungi bumi dari kepunahan.
Pada minggu kelima dan keenam hadirnya “Sejauh Rumah Kita” di Yogyakarta, beberapa kegiatan Belajar Bersama yang diadakan adalah menjilid buku bersama Tarlen Handayani, meracik minuman berbasis rempah bersama Agradaya, bincang santai bersama Farwiza Farhan tentang Hutan Konservasi Leuser di Aceh, dan mempelajari sejarah ubin semen cap Kunci bersama Tegel Kunci.
Menjilid Buku dengan Sampul Perca dari Sejauh Mata Memandang bersama Tarlen Handayani
Sejauh Mata Memandang bersama produser Tarlen Handayani menghadirkan kegiatan Belajar Bersama menjilid buku dengan sampul perca dari Sejauh Mata Memandang di “Sejauh Rumah Kita” pada hari Sabtu (13/08/2022) pada sesi pagi dan sesi tambahan yang diadakan pada hari Minggu (14/08/2022).
Tarlen Handayani adalah seorang bookbinder atau penjilid buku yang juga memproduksi produk jurnal atau buku catatan buatan tangan dengan jenama Vitarlenology yang Ia dirikan pada tahun 2020 di Yogyakarta. Bisnis jilid buku ini diawali dari kegemarannya menulis buku harian yang Ia buat sendiri dan pada akhirnya keahlian ini Ia pelajari secara mendalam hingga ke luar negeri.
Dalam dua sesi Belajar Bersama tersebut, para peserta mempraktikkan cara menjilid buku dan berkreasi sendiri membuat sampul buku dari kain perca yang disediakan oleh Sejauh Mata Memandang. Tarlen menjelaskan, “Bookbinding atau menjilid buku memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah kita dapat belajar untuk merawat dan memproduksi pengetahuan. Bookbinding juga termasuk kegiatan yang bisa diterapkan dalam gaya hidup slow living karena ada proses yang runut dan saling melengkapi pada pembuatannya yang dapat membuat kita lebih sadar terhadap apa yang kita punya dan mengajarkan kita untuk merasa cukup dan mensyukuri itu semua.”
Meracik Minuman dari Bahan Rempah-rempah bersama Agradaya
Dalam kegiatan Belajar Bersama pada hari Sabtu (13/08/2022), Agradaya turut hadir mengisi sesi sore dengan meracik minuman dari bahan rempah-rempah dan herbal yang bermanfaat bagi kesehatan seperti jahe, kunyit temulawak, pala, sereh, dan sebagainya. Para peserta dipersilakan untuk meracik minumannya sendiri dengan menggunakan bahan rempah-rempah tersebut sesuai dengan kondisi tubuh dan selera mereka.
Agradaya merupakan wirausaha sosial yang didirikan oleh pasangan Andhika Mahardika dan Asri Saraswati yang menghasilkan ramuan kebaikan berupa produk rempah serbuk, rempah tisane dan rempah latte yang memiliki manfaat untuk keselarasan dan kesehatan tubuh serta berkontribusi pada upaya menciptakan alam dan lingkungan yang lestari dengan menerapkan prinsip pertanian dan perkebunan rempah alami.
Asri Saraswati, Pendiri Agradaya mengungkapkan bahwa membuat minuman berbasis rempah-rempah dan herbal yang bersumber lokal di Daerah Istimewa Yogyakarta dan juga diolah secara lokal sehingga baik untuk keberlangsungan alam dan tentunya bermanfaat bagi kesehatan.
"Terlebih lagi, saat ini mengkonsumsi minuman berbasis rempah dilirik sebagai potensi baru salah satu solusi gaya hidup sehat di tengah pandemi karena pembuatannya sangat mudah untuk dilakukan di rumah," terangnya.
Mengenal Lebih Jauh tentang Hutan Leuser di Aceh bersama Farwiza Farhan
Pada kegiatan Belajar Bersama yang diadakan di minggu keenam, hari Sabtu (20/08/2022) sesi pagi, Sejauh Mata Memandang menghadirkan Farwiza Farhan yang dikenal sebagai penggiat konservasi dan penggagas Yayasan HAkA (Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh) yang berfokus pada perlindungan, konservasi, dan restorasi Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Sumatera yang merupakan tempat terakhir di dunia untuk empat satwa langka seperti Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, Badak Sumatera, dan Orangutan Sumatera yang tinggal bersama-sama di alam.
Sebagai seorang marine biologist yang akhirnya jatuh cinta pada hutan dan ingin melindungi hutan, ia mempelajari bahwa kegiatan konservasi lebih dari sekadar penelitian flora dan fauna. Ada banyak elemen dalam kegiatan konservasi, yaitu seperti penguatan di tingkat tapak, penguatan kebijakan, dan juga edukasi. Oleh karena itu Yayasan HAkA bekerjasama dengan sangat dekat dengan masyarakat sekitar hutan untuk melindungi daerahnya dari kerusakan hutan karena masyarakat sekitar hutan merupakan kelompok pertama yang terdampak ketika terjadi bencana alam akibat kerusakan hutan.
Menurut Farwiza, mencegah kerusakan hutan dan kepunahan bukan hanya menjadi kewajiban masyarakat sekitar hutan, tetapi masyarakat perkotaan juga perlu memiliki kepedulian terhadap hutan. Farwiza menjelaskan, “Penting sekali untuk masyarakat kota untuk peduli dengan hutan karena ada satu hal yang dibutuhkan dalam hidup kita sehari-hari, yaitu air bersih. Air bersih datang dari sungai-sungai yang mengalir lewat hutan. Hutan berfungsi untuk menjaga sumber air. Hutan menghembuskan oksigen untuk kita bernafas. Hutan mendaur ulang CO2 di bumi.”
Farwiza juga berpendapat bahwa salah satu solusi yang paling penting untuk mengatasi perubahan iklim adalah dengan menjaga hutan-hutan yang sudah tua, yang memiliki pohon besar serta keanekaragaman hayati yang tinggi dengan cara merestorasi, menanam, dan menambah keanekaragaman hayati di area yang sudah terdegradasi, seperti yang dilakukan oleh Sejauh Mata Memandang yang berkolaborasi dengan Yayasan HAkA dan Forum Konservasi Leuser dalam melakukan restorasi habitat dan penguatan di tingkat tapak.
“Kita semua punya peran untuk melindungi bumi. Kita semua adalah konservasionis karena kita semua menikmati apa yang diberikan oleh bumi. Kita semua perlu mengambil peran untuk sama-sama untuk melindungi bumi kita.
Bagi masyarakat kota, ada banyak cara untuk berpartisipasi dalam perlindungan hutan. Pertama, kenalan dengan hutan-hutan keren di Indonesia agar ada keinginan untuk melindungi. Kedua, membeli dan mengkonsumsi barang-barang secara bijak dan sadar, barang-barang yang dibuat dengan proses yang lebih ramah lingkungan, yang melindungi hutan. Terakhir, mulailah berpartisipasi. Partisipasi bisa dilakukan dalam berbagai cara, mulai dari ikut tanda tangan petisi, ikut menanam pohon, ikut mengadvokasi kegiatan-kegiatan yang penting untuk perlindungan hutan,” tambah Farwiza.
Belajar tentang Sejarah, Perjalanan Artistik, Craftsmanship, dan Proses Kreatif di Balik Warisan Budaya Ubin Semen Cap Kunci sejak 1927 bersama Tegel Kunci
Pada hari Sabtu (20/08/2022) di kegiatan Belajar Bersama sesi sore, Sejauh Mata Memandang menggandeng Tegel Kunci untuk belajar tentang sejarah di balik warisan budaya ubin semen cap Kunci.
Tegel Kunci adalah jenama ubin semen yang sudah ada sejak tahun 1927 dan telah menjadi bagian dari sejarah arsitektur dan desain Indonesia yang masih terpasang dan bertahan dengan baik hampir seratus tahun lamanya hingga sekarang di bangunan-bangunan bersejarah seperti Kraton Yogyakarta, Museum Bank Indonesia di Jakarta, Lawang Sewu di Semarang, dan masih banyak lagi.
Di kegiatan Belajar Bersama ini, Mega Karang, Pemilik Tegel Kunci dan Kirana Karang, Manajer Pemasaran dan Proyek bercerita kepada para peserta yang hadir tentang sejarah dan mencontohkan proses kreatif Tegel Kunci. Mega dan Kirana mengungkapkan bahwa Tegel Kunci pernah berpindah kepemilikan beberapa kali akibat ketidakstabilan politik di Indonesia pada tahun 1930 sampai 1950-an hingga akhirnya diambil alih oleh pemerintah daerah. Pada tahun 1970-an, industri ubin semen perlahan tenggelam di tengah maraknya produksi keramik dan pada akhirnya diselamatkan oleh PT. Matta Indonesia pada tahun 1997 yang perlahan menghidupkan kembali warisan budaya ubin semen dan industri ubin semen hingga sekarang dan menjadi satu-satunya pabrik ubin semen yang masih beroperasi di Indonesia.
Selain itu, Kirana juga mencontohkan proses kreatif pembuatan ubin semen di Tegel Kunci yang diawali dengan mendesain motif dan menentukan warna ubin sebelum membuat cetakan ubin yang dibuat dengan tangan dari bahan kuningan sesuai dengan motif yang telah didesain. Sementara itu, warna ubin ditentukan menggunakan pigmen natural dan ubin semen dicetak satu persatu menggunakan tangan dengan cara menuangkan pigmen warna ke dalam cetakan yang sudah dibuat.
“Sejauh Rumah Kita” dibuka setiap hari untuk umum mulai tanggal 8 Juli hingga 4 September 2022, dari pukul 10.00 WIB sampai dengan 18.00 WIB, berlokasi di Rumah Simbah Studio, NG I / 1301 Jl Kp. Ngadiwinatan, Ngampilan, Yogyakarta 55261.