KABARINDO, JAKARTA – Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) usai dilaksanakan dengan menghasilkan terpilihnya KH.Miftachul Akhyar sebagai Rois Aam dan KH. Yahya Cholil Staquf sebegai ketua umumnya di PBNU masa bakti 2021-2026.
Seperti yang sudah banyak diketahui kepengurusan dalam PBNU terdapat struktur pemimpin yakni Rais Aam dan Ketua Umum. Nah tahukan Anda apa saja berbedaan antara Rais Aam dan Ketua Umum PBNU? Untuk mengetahuinya lebih lanjut, simak penjelasan berikut ini.
Sebelumnya pada awal berdirinya PBNU, sebutan bagi pendiri sekaligus pemimpin tertinggi NU mempunyai sebutan Rais Akbar. Rais Akbar ini merupakan sebutan bagi pendiri sekaligus pemimpin tertinggi NU pertama kali yang hanya disematkan kepada satu orang saja yakni Hadratussyaikh KH.Hasyim Asy'ari dari Tebuireng,Jombang.
Setelah KH. Hasyim Asy’ari mangkat, kedudukan tersebut secara istilah tidak digunakan lagi. Abdul Wahab Hasbullah sebagai pemimpin baru yang menggantikan KH. Hasyim Asy’ari akhirnya lebih memilih istilah Rais Aam untuk menggantikan sebutan Rais Akbar.
Setelah itu, jabatan tertinggi PBNU menjadi Rais Aam. Dikutip dari laman resmi NU, Rais Aam adalah Ketua Umum yang diambil dari bahasa Arab. Istilah ini juga terkadang ditulis Rais Am.
Namun, dalam tradisi NU, Rais Aam lebih kepada syuriyah yang beranggotakan para Kiai besar NU. Selain itu, pemimpin Rais Aam ini adalah seseorang yang bertindak sebagai dewan legislatif di PBNU.
Sementara ada pula Ketua Umum atau lebih dikenal Ketua Tanfidziyah (pelaksana). Ketua Umum menjadi jabatan tertinggi eksekutif selaku pelaksana harian yang di dalamnya beranggotakan pengurus seperti organisasi pada umumnya.
Dengan terpilihnya duet KH. Miftachul Akhyar dan KH. Yahya Cholil Staquf semoga membawa banyak perubahan di tubuh PBNU kedepannya.
Politisi PKB yang juga wakil DPR RI, Muhaimin Iskandar pun turut berkomentar dan mengucapkan selamat.
"Semoga dengan terpilihnya duet Kiai Miftah dan Gus Yahya ini akan banyak inovasi, banyak pengabdian yang menyesuaikan dengan tuntutan zaman dan tantangan sekaligus tuntutan kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya lagi, ada dua hal yang menjadi tantangan PBNU di era kepemimpinannya nanti. Khususnya, tantangan itu terkait dengan kondisi pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia.
"Pertama, tantangan pemulihan ekonomi warga nahdliyin dan kemampuan daya tahan kesehatan masyarakat,” tutur pria yang akrab disapa Cak Imin itu.