Oleh: Sabpri Piliang
WARTAWAN SENIOR
"How a New Axis Called 'CRINK' is Working Against America". (The Wall Street Journal, 28 Maret 2025).
"Banner" harian terbitan New York ber-oplah 2,6 juta eksemplar (2005) ini. Mengingatkan satu idiom yang membahayakan AS dan sekutunya.
Dialah CRINK (China, Rusia, Iran, dan Korea Utara).
Hukum "rimba" Gaza, sanksi ekonomi "berat sebelah" AS (Barat) terhadap Iran, Rusia, dan Korea Utara, telah memperkuat aliansi longgar CRINK. Untuk kelak menjadi aliansi militer terang-terangan.
Akronim (idiom) yang dicetuskan tahun 2023 dalam satu forum keamanan internasional di Halifax ini. Telah menjelma menjadi satu aliansi yang berbeda (tidak seperti BRICS).
Bila BRICS, sekadar aliansi kerjasama ekonomi (2009), untuk menyaingi dominasi AS dalam perekonomian. CRINK lebih ke nalar 'deduktif' (khusus), aliansi yang mengarah ke antisipatif militeristik.
BRICS yang beranggotakan: China, Brasil, Afrika Selatan, India, dan Rusia. Lebih tersamar, sebagai satu poros perlawanan yang bisa saja disebut memiliki nalar 'induktif' (umum).
Menyebut Iran-Korea Utara, yang terangkum dalam "in group" China dan Rusia (baca: CRINK), memunculkan satu konklusi pasti oleh Barat. Bahwa ke-empatnya, memang telah serius bersatu.
AS yang selama ini mendengung Korea Utara-Iran sebagai "poros kejahatan", tidak lagi leluasa menciptakan 'public opini' itu. Bagaimana dengan aliansi AS-Israel terhadap Gaza?
Keleluasaan Israel di luar batas. Melebihi ambang batas hukum humaniter dan pranata (tatanan) hukum internasional di Gaza. Bukankah ini juga "poros kejahatan"?
AS semakin "tergigit lidah", untuk terus "menunjuk hidung" Korea Utara-Iran, sebagai "poros kejahatan". "Hantam kromo" Israel kepada: petugas medis, dokter, RS, wanita, anak-anak, apakah itu dibenarkan?
Inilah yang membuat Rusia-China. Tidak lagi berbasa-basi untuk mengakui Iran dan Korea Utara adalah "teman" yang harus dibela dengan cara, seperti cara AS membantu Israel.
CRINK menjadi sebuah kebutuhan untuk keseimbangan. Agar AS-Barat, bisa lebih "self-control" dalam bertindak dan bersikap. Sama seperti, saat "Perang Dingin" masih berlangsung (hingga 1989). Saling kontrol antara AS (NATO) dan Uni Soviet (Pakta Warzawa).
Tak urung, mantan PM Inggris/2022-2024 (partai Konservatif), Rishi Sunak mengingatkan. Inggris (Sekutu AS) menghadapi tahun-tahun "paling berbahaya", sejak berakhirnya "Perang Dingin" (1990).
Dia menyebut, seperti dikutip Majalah Mingguan "The Week", berbahaya keberadaan "poros negara otoriter" (baca: CRINK) yang berkolusi melawan Barat.
Kecurigaan dan kekhawatiran Barat terhadap CRINK, tidak main-main. Mantan pemimpin Partai Konservatif (Inggris) Iain Duncan Smith menilai, poros ini bertujuan mengakhiri nilai-nilai Barat. Ini berarti mengakhiri HAM dan supremasi hukum.
Ambiguitas HAM dan supremasi hukum dan nilai-nilai Barat itu, kini tengah diuji pada sikap Presiden Donald Trump terhadap Israel.
Visualitas Gaza sudah tak mampu mempertahankan "nilai Barat" itu, kini. Dukungan dunia, semakin menipis, ditambah dengan sikap Trump terhadap Gaza dan Ukraina yang "membingungkan".
Poros China, Rusia, Iran, Korea Utara (CRINK) kini semakin terkoordinasi dan tegas.
Keberhasilan China mendamaikan Iran-Arab Saudi (10 Maret 2023), kemampuan Rusia menggiring Trump "mengecilkan" Zelinsky (Presiden Ukraina) adalah visualitas nyata.
"New York Times", yang menulis sehari setelah perdamaian Arab Saudi-Iran mensitir: "AS yang selama tiga perempat abad (75 tahun) menjadi aktor utama Timteng. Kini berada dipinggir lapangan. China yang selama ini adalah sekunder. Mengubah diri, jadi kekuatan baru".
Bila Barat tidak berhati-hati dengan perang Ukraina dan Gaza. Bukan mustahil. China akan membawa CRINK melampaui AS.
CRINK telah memulai tantangan kepada barat.