JAKARTA -- Air Jordan 1 (AJ1) telah lama dinobatkan sebagai "Raja" sneaker. Kolaborasi ikonik antara Michael Jordan dan Nike ini menjadi ikon selama empat dekade. Namun, dalam beberapa waktu terakhir, popularitas sneaker legendaris ini sedang mengalami penurunan, atau setidaknya, mengalami penyesuaian pasar yang signifikan.
Tiga tahun lalu, para pencinta sneakers atau yang kerap disebut sneakers head rela antre bahkan mengikuti undian dengan mengobral data pribadi di kolom undian yang disyaratkan toko ritel, termasuk di Indonesia. Bahkan, banyak yang rela membayar dua kali lebih mahal dari harga ritelnya dengan membeli di pasar skunder. Kini, AJ1 membanjiri pasar, bahkan di beberapa toko ritel malah diobral.
Laporan menunjukkan bahwa nilai jual kembali (resale value) beberapa siluet Air Jordan, termasuk AJ1, telah merosot. Perubahan ini mengindikasikan pergeseran dalam selera konsumen dan evolusi budaya sneaker yang lebih luas.
Merek-merek seperti New Balance dan model retro lari lainnya kembali mendominasi, menawarkan estetika yang berbeda dari gaya high-top basket klasik AJ1.
Kebangkitan model seperti Adidas Samba, Gazelle, dan sepatu bertema casual lain juga menawarkan alternatif yang lebih sederhana dan lebih terjangkau.
