Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

-advertising-

Beranda > Hukum & Politik > Pentingnya UU Penghapusan Kekerasan Seksual; Berikan Perlindungan dan Pemulihan Korban

Pentingnya UU Penghapusan Kekerasan Seksual; Berikan Perlindungan dan Pemulihan Korban

Hukum & Politik | Selasa, 30 Maret 2021 | 19:55 WIB
Editor : Natalia Trijaji

BAGIKAN :
Pentingnya UU Penghapusan Kekerasan Seksual; Berikan Perlindungan dan Pemulihan Korban

Pentingnya UU Penghapusan Kekerasan Seksual; Berikan Perlindungan dan Pemulihan Korban

Perlu payung hukum yang lebih komprehensif untuk penanganan kekerasan seksual

Surabaya, Kabarindo- RUU Penghapusan Kekerasan Seksual urgen untuk segera disahkan guna memberikan perlindungan, penanganan dan pemulihan terhadap korban.

Hal ini dibahas dalam Jurnalis Workshop bertajuk Indonesia Darurat Kekerasan Seksual dan Pentingnya Pengesahan RUU PKS untuk Melindungi Warga Negara Indonesia dari Kekerasan Seksual pada Sabtu (20/3/2021).

Workshop tersebut diadakan The Body Shop Indonesia bersama Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) dalam Kampanye Stop Sexual Violence The Body Shop Indonesia: Semua Peduli, Semua Terlindungi Sahkan RUU PKS #TBSFightForSisterhood. Tujuan kegiatan ini

untuk membahas isu kekerasan seksual secara mendalam dengan beberapa narasumber serta melibatkan jurnalis Indonesia dalam gerakan #TBSFightForSisterhood untuk mengawal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Aryo Widiwardhono, CEO The Body Shop Indonesia, mengatakan The Body Shop percaya bahwa sebuah bisnis bisa berperan lebih dari sekedar transaksi jual-beli, namun memiliki kapasitas untuk mengedukasi dan mendorong perubahan baik.

“Kami bertekad meneruskan perjuangan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang sejak awal dilakukan oleh Komnas Perempuan, komunitas, para penyintas maupun media. Kami akan mengawal terus hingga RUU ini disahkan. Kami menaruh harapan kepada rekan-rekan media untuk mengawal pemberitaan ke publik dan meningkatkan kesadaran masyarakat terkait kekerasan seksual,” ujarnya.

Uni Lubis, Ketua Umum Forum Jurnalis Perempuan Indonesia, mengatakan FJPI mendukung segera disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Pandemi Covid-19 meningkatkan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Situasi ini bisa dicegah jika ada aturan hukum yang menjamin keselamatan fisik dan mental perempuan dan anak.

Ratu Ommaya, Public Relations and Community Manager The Body Shop Indonesia, mengatakan pihaknya telah menggalang petisi yang mendesak disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Hingga 19 Maret lalu, terkumpul 421.218 petisi yang sudah diserahkan kepada Komisi VIII DPR RI. Upaya ini akan terus dilakukan hingga RUU tersebut disahkan.

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia naik hingga 800%. Pada masa pandemi saat ini, kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas di dunia digital. Catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2020 menunjukkan KBGO meningkat dari 126 kasus pada 2019 menjadi 510 kasus pada 2020. Bentuk kekerasan yang mendominasi adalah kekerasan psikis 49% (491 kasus), disusul kekerasan seksual 48% (479 kasus) dan kekerasan ekonomi 2% (22 kasus).

Korban meragukan proses hukum

Yulianti Muthmainnah (Ketua Pusat Studi Islam, Perempuan dan Pembangunan (PSIPP) ITB Ahmad Dahlan Jakarta), mengatakan pelaku kekerasan seksual bisa saja orang dekat korban atau memiliki pengaruh.

Menurut Yulianti, kekerasan seksual terus terjadi, karena tidak ada hukuman sosial thd pelaku, hukuman pidana masih sumir, bias memposisikan korban, hukuman ringan dan kelemahan hukum positif lainnya.

Megawati, Program Officer on Inequality International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), menyebutkan prevalensi terjadinya kekerasan seksual. Sebesar 66,7% dialami oleh perempuan, 99,8% pelaku adalah orang yang dikenal korban. Sebanyak 7,3% korban tidak melapor dan 57% tidak mendapatkan penyelesaian.

Ia mengatakan, dorongan menjadikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai produk hukum dilakukan sejak 2014. Namun hingga hari ini belum disahkan. Padahal, hasil studi kuantitatif yang dilakukan oleh INFID pada 2020 memperlihatkan 70,5% masyarakat Indonesia setuju diberlakukannya RUU PKS.

“RUU PKS disusun berdasarkan pengalaman korban dan pendampingan korban. RUU PKS merupakan langkah maju yang tidak hanya bicara tentang tindak pidana terhadap pelaku, namun juga upaya agar pelaku tidak mengulangi perbuatannya serta pencegahan agar tidak terjadi peristiwa serupa. Hal lain yang tidak kalah penting, RUU ini memberikan perlindungan, penanganan dan pemulihan bagi korban, yang selama ini tidak diatur dalam UU yang telah ada,” ujar Megawati.

Ia menegaskan, proses hukum haruslah memberikan keadilan bagi korban dan mendapat penanganan untuk kembali ke kehidupan normal. Upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual harus dilakukan secara komprehensif dan holistik. Juga memastikan adanya pengaturan tentang pemulihan bagi korban, terutama pemulihan fisik, psikis dan sosial.

“Diperlukan payung hukum yang lebih komprehensif untuk penanganan kekerasan seksual termasuk untuk pemulihan korban dan rehabilitasi pelaku. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual diharapkan dapat mengakomodasi berbagai jenis tindak pidana kekerasan seksual yang tidak diatur dalam KUHP maupun UU lainnya,” ujar Megawati.

Penulis: Natalia Trijaji


TAGS :
RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER