Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

-advertising-

Beranda > Gaya hidup > Wasting & Stunting, Ancaman bagi Terwujudnya Generasi Emas Indonesia pada 2045

Wasting & Stunting, Ancaman bagi Terwujudnya Generasi Emas Indonesia pada 2045

Gaya hidup | Selasa, 31 Oktober 2023 | 23:32 WIB
Editor : Natalia Trijaji

BAGIKAN :
Wasting & Stunting, Ancaman bagi Terwujudnya Generasi Emas Indonesia pada 2045

Wasting & Stunting, Ancaman bagi Terwujudnya Generasi Emas Indonesia pada 2045

Surabaya, Kabarindo- Pemerintah dan tenaga kesehatan di Indonesia berupaya untuk memaksimalkan kesehatan anak terkait dengan bonus demografi yang akan dialami Indonesia pada 2045. Namun hingga saat ini Indonesia masih menghadapi berbagai masalah kesehatan, mulai dari penyakit menular, tidak menular dan yang menjadi perhatian khusus adalah masalah gizi pada anak.

Berbagai masalah ini dapat mengancam Indonesia dalam memaksimalkan bonus demografi atau lebih dikenal sebagai Generasi Emas 2045 yang sudah dicanangkan oleh pemerintah. Indonesia belum bisa melepaskan diri dari masalah malnutrisi, seperti stunting, wasting dan underweight.

Menurut dr. Fakhri Muhammad, anak Indonesia sudah mulai mengalami malnutrisi tipe lain yaitu gizi berlebih atau obesitas. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia tahun 2022, sebanyak 21,6% balita atau 1 dari 5 anak mengalami stunting, sementara 7,7% balita atau 1 dari 12 anak mengalami wasting.

Ia menjelaskan, stunting lebih dari sekedar perawakan pendek, yaitu kondisi malnutrisi akibat kekurangan asupan nutrisi, atau penyakit yang kronik mengakibatkan kegagalan seorang anak untuk mencapai tinggi badan sesuai potensi genetiknya. Penelitian menunjukkan, akibat dari stunting tidak hanya sebatas perawakan pendek. Seorang anak yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan lebih rendah, performa di sekolah menurun, kemampuan fisik lebih rendah dan lebih mudah untuk jatuh sakit. Pada jangka panjang dan level nasional, hal ini akan berakibat pada menurunnya kemampuan ekonomi negara.

Wasting atau lebih kita kenal sebagai gizi kurang hingga gizi buruk, menandakan kurangnya asupan nutrisi yang bersifat akut. Wasting terutama pada anak berusia kurang dari dua tahun akan berdampak jangka panjang yang buruk. Pada dua tahun pertama kehidupan seorang anak, otak berkembang dengan sangat pesat.

“Bila seorang anak mengalami wasting hingga gizi buruk, maka perkembangan otak akan terganggu. Pada jangka panjang, perkembangan otak yang terganggu ini akan mengakibatkan menurunnya kecerdasan dan kualitas hidup saat dewasa nanti,” ujar dr. Fakhri pada Selasa (31/10/2023).

Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K), Guru Besar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), menambahkan langkah pencegahan terjadinya kondisi malnutrisi sangat penting untuk menyelamatkan anak Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan program 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Yaitu upaya untuk menjaga kesehatan dan gizi seorang anak sejak dalam kandungan sampai berusia dua tahun, karena periode ini merupakan periode paling penting dan krusial dalam perkembangan seorang anak hingga dewasa.

“Upaya yang dilakukan untuk mencegah malnutrisi pada 1000 HPK di antaranya inisiasi menyusui dini setelah bayi lahir, pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, lengkapi imunisasi dan yang sering menjadi periode kritis adalah pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) sejak usia 6 bulan. Maka penting untuk memantau berat badan dan tinggi badan anak serta memasukkannya dalam kurva pertumbuhan,” ujarnya.

Sering kali seorang anak belum akan mengalami kondisi wasting atau stunting pada usia 6 bulan pertama kehidupan, karena kebutuhan nutrisinya mudah dipenuhi dengan pemberian ASI. Namun pada usia 6 bulan saat anak mulai dikenalkan dengan MPASI, sering kali kenaikan berat badan dan tinggi badan menjadi tidak optimal.

WHO sudah mengeluarkan edaran bahwa MPASI yang baik adalah:

*Diberikan pada waktu yang tepat, saat bayi berusia 6 bulan atau sebelum itu bila kebutuhan nutrisi sudah tidak dapat dipenuhi dengan ASI

* Jumlah yang cukup, yaitu mencukupi kebutuhan kalori, zat gizi makro dan mikro bayi

* Aman, yaitu proses pembuatannya higienis dan diberikan menggunakan tangan dan peralatan yang bersih

* Teksturnya sesuai dengan kemampuan usia bayi, diberikan sesuai keinginan lapar dan kenyang bayi serta diberikan dalam frekuensi yang benar. Sebaiknya sejak pemberian MPASI, ibu mulai mengenalkan anak dengan beraneka ragam makanan dan rasa, karena akan mempengaruhi selera makan anak hingga dewasa nanti.

Prof. Rini menjelaskan, kandungan gizi MPASI yang baik harus mencukupi zat gizi makro dan mikro. MPASI harus memiliki kandungan karbohidrat, lemak dan protein, terutama protein hewani yang tinggi zat besi. Zat besi adalah salah satu elemen kunci dalam optimalisasi periode 1.000 HPK, termasuk untuk pencegahan stunting.

“Saat ini sudah banyak produk MPASI fortifikasi.sebagai upaya untuk memudahkan dan memenuhi kebutuhan MPASI bayi. MPASI fortifikasi adalah produk MPASI yang sudah diberikan tambahan nutrisi zat gizi makro dan mikro sesuai dengan rekomendasi dari CODEX milik FAO dan WHO,” paparnya.

Prof. Rini merujuk pada sebuah studi yang menyebutkan bayi yang mengonsumsi MPASI homemade menunjukkan kadar hemoglobin, serum feritin dan zat besi serum yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan MPASI fortifikasi. Mereka juga memiliki risiko lebih tinggi mengalami kekurangan berat badan, stunting dan wasting dibandingkan bayi dengan MPASI fortifikasi. Di Indonesia, MPASI fortifikasi juga dalam pengawasan ketat dari BPOM yang tidak mengizinkan MPASI fortifikasi mengandung pengawet, pewarna atau perisa, serta tidak boleh memiliki kandungan gula dan garam yang tinggi.

Banyaknya fenomena ibu yang bekerja dan sulit memastikan pembuatan MPASI yang baik, membuat MPASI fortifikasi dapat menjadi pilihan dalam memenuhi kebutuhan gizi bayi. Salah satu keunggulan MPASI fortifikasi adalah memiliki kandungan vitamin dan mineral terutama besi yang sudah mencukupi kebutuhan bayi. Orang tua tidak perlu repot menghitung kandungan vitamin dan mineral dalam MPASI buatan rumah, karena sudah terjamin dipenuhi oleh MPASI fortifikasi.

“Bagi orang tua yang memiliki keterbatasan waktu dan khawatir dalam memenuhi kebutuhan zat gizi makro dan mikro anak, MPASI fortifikasi dapat menjadi pilihan bagi si kecil,” ujar Prof. Rini.


RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER