Berdirinya Museum Rasulullah SAW di dekat Pantai Karnaval Ancol, Jakarta, ikut menyelesaikan konflik Poso, Ambon,Aceh dan peletakan batu pertama pembangunan Gedung Pusat Riset Sejarah Rasulullah SAW dan Peradaban Islam di Kampus II Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung ini menjadi komitmen Komjen Pol. (Purn) Dr. (HC). H. Syafruddin, M.Si dalam menghadirkan wajah Islam Indonesia yang ramah, toleran, damai ke dunia internasional.
Atas keberhasilan itu, Sidang Senat Terbuka UIN Sunan Gunung Djati Bandung memberikan gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) bidang Ilmu Politik Hukum Hubungan Internasional Islam yang berlangsung di gedung Anwar Musaddad dan disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube, Kamis (15/10/2020).
Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si, bertindak sebagai Ketua Promotor, Prof. Dr. H. Izam Fautanu, M.Ag. dan Prof. Dr. H. Ah. Fathonih, M.Ag., sebagai Co-Promotor. Dalam orasi ilmiahnya bertajuk “Transformasi Paradigma Islam dalam Hubungan Internasional, menuju Tatanan Masyarakat Dunia yang Damai”
Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia 2017-2022, H. Syafruddin, mengajak semua kalangan mengukuhkan dan memperdalam paradigma dalam membangun peradaban dunia Islam.
Mantan Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri) periode 2016-2018 ini menjelaskan, gagasan tersebut dilatarbelakangi oleh kebutuhan seluruh umat manusia yang hidup di muka bumi, akan terciptanya suatu tatanan global untuk hidup berdampingan secara damai. Di saat pendulum waktu dalam peradaban terus memutar perubahan dunia, maka, paradigma hubungan internasional antar negarapun, antar individu manusia, antar elemen organisasi apapun. akan terus bergeser, berubah, tidak pasti, menjadi sangat kompleks.
Islam telah tersebar ke seluruh kawasan Amerika, Eropa, Asia, Afrika, hingga Australia dan negara kepulauan pasifik (New Zealand), sehingga sangatlah penting untuk membangun transformasi paradigma Islam dalam hubungan internasional, dalam rangka membangun tatanan masyarakat dunia yang damai.
Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) ini menyampaikan gagasan yang dibagi ke dalam 3 bagian: Pertama tentang dasar sains Islam sebagai elemen penting dalam hubungan internasional; Kedua, struktur nilai-nilai Islam dalam kerangka hubungan internasional; Ketiga, norma hubungan internasional Islam.
Dalam Piagam Madinah, ikatan negara-negara dalam konteks hukum internasional, diangkat pada tataran kepentingan ummah, dan norma ini diwariskan hingga sekarang. Oleh karenanya, aktualisasi norma-norma Islam pada Piagam Madinah, telah mengkonstruksikan cara pandang Islam tentang hubungan internasional. Hal ini tentu menjadi faktor kunci dalam menciptakan integrasi internal (domestik) maupun harmoni eksternal (internasional), guna mewujudkan kedamaian bersama.
Konsep Museum Rasullulah
Kekuatan Islam, fleksibilitas Islam dan universalitas Islam, yang harus disempurnakan pada setiap waktunya. Saat ini, modernisasi Islam harus diartikulasikan pada terminologi rahmatan lil alamin menciptakan kedamaian dunia yang abadi. Walaupun sekarang zamannya menggunakan teknologi, tetapi ajaran Islam itu tetap dapat mengalir deras, teknologi menjadi sarananya. Ini juga yang menjadi konsep museum Rasullulah yang sedang dibangun di indonesia, agar kemuliaan ajaran Islam dapat diakses dan dikolaborasikan dengan dunia modern saat ini.
H. Syafruddin berkesempatan mengikuti berbagai kegiatan internasional Islam, seperti: Konferensi tingkat tinggi negara Islam (KTT OKI) di Saudi Arabia (2005), di Turki (2016), di Kazakhstan (2018); pertemuan dengan negara-negara yang tergabung dalam D-8; pertemuan dengan tokoh muslim dunia; keterlibatan dalam inisiasi Kabul Process Confrence II di Afghanistan. Dari beragam pengalaman tersebut, H. Syafruddin mendapatkan insight yang sangat berharga untuk dibagikan, dalam upaya menjaga persatuan Indonesia.
Insight itu juga yang beliau dapatkan saat ikut menangani konflik Aceh (meredakan Gerakan Aceh Merdeka); membantu pengananan konflik Poso, dan konflik Ambon. Saat itu H. Syafruddin mendampingi Bapak Jusuf Kalla, dengan komitmen menciptakan perdamaian bukan hanya di tingkat nasional tetapi juga tingkat dunia.
H. Syafruddin dalam sebuah kesempatan bertemu Syaikh Dr. Nashir az-Zahroni di al-Mukarromah Mekkah, yang juga tokoh muslim dunia, yang mengabdikan hidupnya untuk menulis sejarah Nabi Muhammad SAW lengkap dari berbagai aspek kehidupannya. Beliau menggagas museum internasional sejarah Nabi Muhammad SAW dan peradaban Islam di Saudi Arabia. Museum ini adalah yang terbesar dan terlengkap pada abad ke 20 dan akan dibangun di Jakarta, untuk menghadirkan nilai-nilai Islam dan ajaran Rosululullah berdasarkan al-quran dan al-hadits. Semua perilaku Rosulullah yang sangat toleran, penuh kasih sayang dan kedamaian, akan dihadirkan di museum tersebut. Inilah salah satu upaya untuk melestarikan ajaran islam dalam membangun kedamaian di tengah pluralisme bangsa.
Tantangan Kebangsaan Indonesia
Dalam konteks tantangan kebangsaan Indonesia pada level global, regional dan nasional, dipengaruhi oleh tiga faktor yang sangat dominan: sumber daya, teknologi dan komunikasi, ilmu pengetahuan, ditambah lagi karakteristik masyarakat yang majemuk dan penuh perbedaan.
Globalisasi dan demokratisasi juga telah menciptakan masyarakat dunia yang hidup di ruang “borderless” tanpa sekat, tanpa batas, semuanya terhubung baik diujung dunia yang satu dengan yang lainnya. Tentu hal ini ada dampak positif dan negatifnya, tetapi yang paling penting untuk diwaspadai adalah, pluralitas dan kemajemukan bangsa yang harus dikelola dengan baik sebagai harta bangsa yang berharga. Peradaban dunia adalah karena budaya masyarakatnya, dan budaya itu, termsuk didalamnya agama tersebar di seluruh nusantara, menjadi pilar digantungkannya cita-cita dan tujuan nasional.
Peradaban yang dibangun dalam demokrasi maupun lainnya yang terjadi di seluruh negara dunia, harus diaktualisasikan dalam bentuk persamaan, keadilan, kesetaraan, kedamaian, dan keharmonisan dalam berbangsa dan benegara. Oleh karenanya, umat Islam perlu berkomitmen untuk sadar dan bangkit, dengan menjadikan al-quran dan as-sunnah sebagai referensi utama pribadinya dalam menata kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya, tentunya dengan tetap menghargai hak-hak beragama yang lainnya, dengan tetap mengedepankan toleransi, berdampingan dalam kemajemukan, mengakomodir kearifan lokal serta mengadopsi kemajuan sains dan teknologi.
Melalui dialog peradaban untuk perdamaian, dunia Islam akan melejitkan kesadaran bersama bahwa islam sejatinya adalah kedamaian, tidak pernah saling memusuhi, justru mendorong kemajuan dan kesejahteraan.
5 Alasan Penganugerahan
Dalam sambutannya Rektor mengucapkan terima kasih kepada Komisaris Jenderal Purnawirawan Syafruddin yang berkenan menerima penganugerahan gelar Honoris Causa dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Ada banyak faktor yang mendasari penganugerahan gelar kehormatan ini kepada Komjen Syafruddin, di antaranya:
Pertama, Dalam banyak hal, Komjen Syafruddin telah berdedikasi bagi bangsa dan negara ini. Berbagai jabatan yang pernah diembannya selalu berhubungan dengan pembangunan bangsa Indonesia, mulai kiprahnya di kepolisian, sebagai menteri kabinet kerja Presiden Joko Widodo, dan menjalankan organisaisi kemasyarakatan. Termasuk penyelesaian konflik di beberapa kawasan di Indonesia, Komjen Syafruddin terjun langsung bersama Bapak M. Jusuf Kalla, seperti dalam penyelesaian kasus Poso, Ambon, dan Aceh.
Kedua, Dari sisi pemikiran dan gagasan, Komjen Syafruddin memiliki kesinambungan dengan visi, misi, dan tagline UIN Sunan Gunung Djati Bandung Wahyu Memandu Ilmu yang mengambil jalur moderat dalam mengambil paradigma pengetahuan. UIN Sunan Gunung Djati Bandung menggabungkan paradigma teosentris dan antroposentris dalam pengembangan pengetahuan, sejalan juga dengan gagasan Komjen Syafruddin yang tidak sepakat dengan hanya mengedepankan paradigma antroposentris dalam teori dan praktik hubungan internasional.
Ketiga, Dari segi keagamaan dan beragama, gagasan Komjen Syafruddin gayung bersambut dengan program terstruktur UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang mengembangkan moderasi beragama. bukan sekadar moderasi berislam, melainkan moderasi beragama, sehingga semua agama sama-sama mengembangkan pemahaman moderat dalam sikap keagamaannya. Sejak tahun 2019 lalu, diresmikan oleh Bapak Menteri Agama, kami telah memiliki rumah moderasi beragama, tempat dimana sarjana-sarjana lulusan kami dibekali pengetahuan keislaman yang mendalam dan sikap keberagamaan yang moderat.
Keempat, Kiprah dalam konteks kemasyarakatan tingkat nasional beliau diamanahi sebagai Wakil Ketua Umum dan sekaligus Ketua Harian Dewan Masjid Indonesia, sehingga motto beliau memakmurkan masjid dan dimakmurkan masjid. Masjid bagi UIN Sunan Gunung Djati Bandung bukan hanya sebagai tempat ibadah, ritual, tapi sebagai pusat gerakan ekonomi, keilmuan dan peradaban.
Kelima, Kiprah diplomasi di dunia internasional, Komjen Syafruddin memiliki andil besar dalam proses perdamaian dan penyelesaian konflik di banyak kawasan negara-negara muslim. Selain itu, di organisasi internasional Islam, Komjen Syafruddin memiliki peran dan kiprah besar sehingga beliau diamanahi oleh Liga Dunia Islam untuk memimpin pembangunan Museum Internasional Sejarah Nabi Muhammad SAW dan peradaban islam. Hal ini pun sejalan dengan visi besar kami untuk berkontribusi dalam kajian sejarah dan peradaban Islam dunia. Tadi sebelum acara ini, di kampus dua UIN Sunan Gunung Djati Bandung, telah dimulai pembangunan Gedung Pusat Riset Sejarah Rasulullah SAW dan Peradaban Islam. Setelah semua pencapaian akademik, dimana kami secara institusi terakreditasi A, perpustakaan kami juga terakreditasi A, pada tahun ini, di lingkungan PTKIN se-Indonesia menjadi yang terbaik versi webometrics. bahkan yang juga sangat kami banggakan, versi scimago institutions rangking, menjadi universitas peringkat kesatu secara nasional dan ke 53 di Asia pada tahun 2020 di bidang riset. Pengakuan akademik dari lembaga internasional dan pencapaian prestasi ini tentu harus dijaga, ditingkatkan dan diperluas lagi.
Pusat riset sejarah Rasulullah SAW dan Peradaban Islam akan menambah dan memperluas kontribusi UIN Sunan Gunung Djati Bandung bagi umat islam di Jawa Barat, Indonesia dan dunia. Salah satu putra terbaik bangsa di bidang hubungan internasional, Komjen Syafruddin, diyakini akan semakin memantapkan kiprahnya secara personal baik di level nasional maupun internasional, juga kami akan semakin meluaskan peran tridharma perguruan tinggi.
Berdasarkan sejumlah alasan tersebut, UIN Sunan Gunung Djati Bandung dan civitas akademika melalui rapat senat bersepakat untuk menganugerahkan gelar doctor kehormatan kepada Komjen Syafruddin atas kiprahnya, baik dalam taran praktik secara langsung maupun akademik dalam aktivitas hubungan internasional Islam.
Dalam catatan sejarah UIN Sunan Gunung Djati Bandung sudah lima kali memberikan Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) kepada tokoh yang berjasa atas prestasinya. Pertama, Dr. KH. M. Shalahuddin Sanusi, Drs., mantan Rektor IAIN Sunan Gunung Djati Bandung periode 1973-1977. Kedua, Prof. Dr. (HC) KH. Acep Djazuli, Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Ketiga, Dr. (HC) A. Helmy Faishal Zaini, S.T., M.Si.,, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) periode 2009 – 2014. Keempat, Dr. (HC) Ahmad Heryawan, Lc., M.Si., Gubernur Jawa Barat periode 2008-2018. Kelima, Komjen Pol. (Purn) Dr. (HC). H. Syafruddin, M.Si.