OLEH: Sabpri Piliang
WARTAWAN SENIOR
HORMATI keputusan PSSI! Sambil mengatakan. "Bagai hujan jatuh ke pasir", jasa 'coach' Shin Tae Yong (STY), tak terbalaskan hingga kapan pun.
Sangat memahami, mengapa Shin Tae Yong (STY) harus diganti. Mudah dimengerti. Bila PSSI ingin 'step' yang dibangun mantan pelatih Piala Dunia Timnas Korea Selatan ini, memiliki 'lekuk' lain. Perspektif dan nuansa baru!
Resonansi lima tahun STY telah membawa angin segar (fresh breeze) untuk Timnas Indonesia. Meski kurun itu belum satu gelar pun yang dihasilkan STY. Namun, fundamental sepak bola Indonesia telah berubah ke arah yang tepat.
Penggantian STY, bukan karena dia gagal. Keberhasilan membangun Timnas tidak melulu karena menang dan juara. Apalagi saat dia datang ke Indonesia (akhir 2019), kondisi sepak bola kita berada di tingkat "paria" (menyedihkan). Ditambah dengan wabah Korona hingga 2022.
Kedatangan suksesor, apa itu: Patrick Kluivert, atau Marco Van Basten, bahkan mantan pelatih (Bayern Munich, Ajax Amsterdam, Manchester United, Barcelona), Louis Van Gaal, tinggal memperbaharui kerangka Timnas yang telah dibentuk STY.
"Kecerdasan emosional" yang beranalogi dengan "kecerdasan sukses". Telah ditunjukkan STY selama lima tahun mengelola Timnas Indonesia.
Lolos ke putaran 3 Kualifikasi Piala Dunia, posisi ke-4 Piala Asia U-23, adalah buah "tangan dingin" STY. Tak ada yang menyangkal,
mimpi bersama STY mesti diperbaharui dan direstorasi. Itu hukum alam. Ada yang datang, ada yang pergi!
Selama 80 tahun, sejak "berlayar jauh" mengikuti Piala Dunia 1938 (Perancis). Di tangan STY-lah, harapan itu membuncah. Harapan lolos Piala Dunia 2026 (AS-Kanada-Meksiko) mengemuka, setelah menumbangkan Arab Saudi 2-0). Semua bertumbuh tak terbendung.
Kini, tantangan pelatih baru Timnas Indonesia (diumumkan 12 Januari petang), tentu tidak ringan. Kluivert, Basten, atau Van Gaal, dihadapkan pada target lolos ke Piala Dunia 2026.
Sejauh mana "kecerdasan emosional" ketiganya (yang terpilih) mampu melampaui STY? Cukup mengalahkan Australia (Sydney 20 Maret), dan menumbangkan Bahrain (GBK 25 Maret). Maka publik tidak akan mempermasalahkan suksesi pelatih Timnas Indonesia. Catat, jangan sampai kalah!
Saya tak ingin mengatakan, banyak publik yang "marah", kesal, atau bingung. Mengapa STY harus diganti? Senyatanya STY mampu membawa Timnas Indonesia menang 2-0 terhadap rangking FIFA 59 (Arab Saudi) di "matchday" ke-6, November lalu.
Melihat "kecerdasan emosional" STY, publik pasti teringat dengan "coach" Wiel Coerver (Belanda), atau Tonny Pogacnick (Yugoslavia). Di masa kepelatihan mereka, Timnas Indonesia memiliki karakter bermain mumpuni dan disegani.
Suksesi dan merasa kehilangan, di tengah kecintaan publik terhadap STY, tidak boleh berlarut-larut. Keberanian PSSI menyudahi STY, meski kontraknya hingga 2027. Sejatinya dilihat publik, karena ada hal yang tak lazim.
STY dianggap telah mampu menyihir "audiance" dan komunitas sepak bola Indonesia. Saat "matchday" ke-5, di mana Indonesia dijungkalkan Jepang 0-4. Nyaris tak ada penonton beranjak, mereka tetap meng-elu-elukan para pemain. Membesarkan hati. Ini pasti dianggap aneh. Kalah, tapi tetap "disayang"!
Sehingga di "matchday" ke-6, STY membalas "budi" penonton, dengan mengalahkan Arab Saudi 2-0. Yang juga unik, dalam sejumlah laga. Penonton meneriakan yel yel "Shin Tae Yong"..."Shin Tae Yong"..."Shin Tae Yong". Mungkin ini peristiwa langka. Lazimnya yel..yel..untuk pemain.
Ketua Umum PSSI Erick Thohir, secara gamblang menyebutkan. Penggantian pelatih, semata-mata karena kebutuhan organisasi. Timnas membutuhkan pemimpin yang bisa mengimplementasikan strategi yang sudah disepakati dengan pemain. Serta mampu berkomunikasi dengan lebih baik.
Selama lima hari Ketua Umum PSSI Erick Thohir mewawancarai para kandidat pengganti STY di Eropa (Desember lalu). Semua meng-'amini', dan sepakat dengan target Timnas Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026.
Tentu, penggantian Shin Tae Yong, bukanlah eksperimen. Seperti eksperimen pelatih kenamaan Arab Saudi (Roberto Mancini), oleh Herve Renard. Penggantian ini tidak menolong Arab Saudi, untuk mengalahkan Indonesia.
Keputusan telah diambil. Shin Tae Yong pasti diganti! Yang masih belum pasti, siapa calon pengganti pelatih berusia 54 tahun ini? Louis Van Gaal, Patrick Kluivert, atau Marco Van Basten?
Atau, ada nama lain di luar itu. Misalnya, sejumlah pelatih Eropa yang saat ini tengah "un-employment": Giovanni Van Bronckhotst (Belanda), Erik ten Hag (Belanda), Joachim Low (Jerman), Roberto Mancini (Italia), Rafael Benitez (Spanyol), Massimiliano Allegri (Italia). Teka teki?.
Masih ada waktu 2,5 bulan bagi Jay Idzes-Calvin Verdonk-Sandy Walsh-Marselino Ferdinan dkk. Untuk mempersiapkan diri bersama pelatih baru, menghadapi empat "matchday" terakhir kualifikasi Piala Dunia.
Mari menengadah ke masa lalu, untuk melihat ke masa depan. Mari memandang "coach" Shin Tae Yong, untuk melihat: Patrick Kluivert-Marco Van Basten-Louis Van Gaal. Apakah perubahan ini akan membawa kemenangan di sisa "matchday" kualifikasi Piala Dunia 2026? Semua punya konsekwensi!
Dalam karya epiknya "War and Peace". Sastrawan Rusia Leo Tolstoy (1828-1910) mengingatkan: "Yang terkuat dari semua pejuang adalah, 'waktu' dan kesabaran".
Publik harus bersabar, PSSI pasti ingin memberikan pelatih terbaik untuk Timnas Indonesia.
Penggantian "Coach" Shin Tae Yong kepada Kluivert, Van Gaal, atau Basten, adalah lumrah.***(Sabpri Piliang).