KABARINDO, JAKARTA - Radio Nina Bayan, satu-satunya radio sekolah perempuan di Lombok Utara, dikenal tidak sekedar memberikan sosialisasi tentang kebijakan dan layanan pemerintah kepada masyarakat. Radio komunitas ini juga gencar melakukan edukasi terkait hak perempuan dan perlindungan yang diberikan negara lewat undang-undang tindak pidana kekerasan seksual (TPKS). Menurut Ketua Sekolah Perempuan, Saraiyah, literasi yang diberikan pihaknya lewat program siaran radio ini mendapat banyak respon dari masyarakat, terutama perempuan yang menerima tindak kekerasan.
Dalam kunjungan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ke radio Nina Bayan di desa Sukadana, kecamatan Bayan, kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, (24/2), terungkap pula bahwa radio komunitas ini ikut menggalakkan sosialisasi saat pandemi Covid 19 melanda. Awalnya, sebagian besar masyarakat menganggap virus Covid tidak akan sampai ke wilayah mereka. Apalagi virus tersebut berasal dari negeri yang cukup jauh dari Indonesia. Tapi lewat sosialisasi aktivis sekolah perempuan melalui kanal radio ini, publik pun tersadarkan bahaya virus tersebut dan ikut ambil bagian dalam pencegahan penularan Covid19, baik lewat pembatasan sosial ataupun melalui vaksinasi.
Saraiyah menceritakan, saat pandemi kemarin aktivitas sekolah dan usaha dihentikan. Radio Nina Bayan memberi kesempatan pada guru-guru untuk melakukan pengajaran materi sekolah melalui siaran, sehingga anak-anak juga tidak kehilangan hak mendapatkan ilmu. Sebenarnya, ungkap Saraiyah, saat pandemi juga terjadi peningkatan kekerasan dalam rumah tangga.
“Lewat radio inilah, kami buka saluran pengaduan dan juga penanganan kasus kekerasan tersebut,” tambahnya. Terkait advokasi yang dilakukan tersebut, diantaranya adalah kasus pernikahan dini oleh anak-anak yang berusia 13 dan 15 tahun.
Ketua KPI Pusat Ubaidillah sangat mengapresiasi eksistensi Radio Nina Bayan di tengah masyarakat desa Sukadana, kecamatan Bayan, Lombok Utara. Dalam pandangannya, memang sudah selayaknya media menyuarakan kepentingan masyarakat, termasuk juga memberi pembelaan pada pihak-pihak yang membutuhkan. Turut hadir pula pada kunjungan tersebut, jajaran komisioner KPI Pusat, I Made Sunarsa, Mimah Susanti, dan Evri Rizqi Monarshi, serta Sekretaris KPI Pusat, Umri.
Sementara itu, menurut Mimah Susanti, radio-radio komunitas yang eksis sebenarnya cukup banyak. Yang istimewa, radio Nina Bayan ini selain punya perhatian besar terhadap isu perempuan, juga sekaligus melakukan advokasi secara langsung pada masyarakat. “Cara yang dilakukan radio ini sangat unik. Pelaporan langsung dari publik, menjadi ruang edukasi sekaligus sosialisasi bagi yang lain,” ujarnya.
Kita harus apresiasi radio komunitas yang menjalankan fungsi kontrol sosial dengan baik. “Masyarakat jadi tercerahkan bahwa kekerasan, termasuk pada perempuan adalah sebuah kesalahan, pernikahan dini juga kesalahan bahkan melanggar undang-undang,” tegasnya.
Eksistensi Radio Nina Bayan sendiri masih mendapatkan kendala dalam proses pengajuan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP). Saraiyah mengatakan, selama IPP belum diterima, siaran radio dilakukan melalui medium internet, podcast. Dengan demikian, hak informasi bagi masyarakat tetap tertunaikan tanpa mencederai aturan yang dibuat terkait perizinan.
Koordinator Bidang Kelembagaan KPI Pusat, I Made Sunarsa menyampaikan langkah yang harus ditempuh dalam rangka legalisasi status Radio Nina Bayan. Menurut Made, dalam Undang-Undang Cipta Kerja klaster penyiaran, ada entitas untuk radio khusus. Made menilai, kalau kerja sama Radio Nina Bayan dengan kementerian terkait sudah tertuang secara tertulis, harusnya dapat mengambil pilihan entitas radio khusus, agar mendapatkan alokasi frekuensi dari pemerintah.
Selain itu, peluang untuk kerja sama dengan pihak swasta juga lebih memungkinkan, secara regulasi, daripada hanya dalam bentuk radio komunitas, pungkasnya. Red dari KPI Pusat