Sektor Jasa Keuangan Kokoh Hadapi Potensi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Global
Surabaya, Kabarindo- Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal Januari 2024 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga, didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai dan profil risiko yang terjaga, sehingga mampu menghadapi potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Aman Santosa, mengatakan indikator perekonomian menunjukkan moderasi pertumbuhan ekonomi di beberapa negara, khususnya di Uni Eropa dan Tiongkok. Perlambatan pertumbuhan ekonomi mendorong inflasi turun mendekati target inflasi, sehingga memberikan ruang bagi bank sentral untuk lebih akomodatif. Di AS, The Fed mengisyaratkan akan menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 75 bps pada 2024 dengan pasar menilai ekonomi AS masih cukup resilient dan diperkirakan tidak akan mengalami resesi.
“Namun demikian, pasar masih mencermati perkembangan geopolitik ke depan, seperti eskalasi ketegangan di Laut Merah imbas dari konflik Palestina-Israel, serta penyelenggaraan pemilihan umum yang mencakup 50% populasi dunia terutama di beberapa negara utama seperti AS, Uni Eropa, India dan Taiwan,” ujarnya dalam rilis Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) pada Selasa (9/1/2024).
Secara umum sentimen di pasar keuangan gobal cenderung positif pada Desember 2023, didukung oleh ekspektasi penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) dan narasi soft landing di AS, sehingga mendorong kembalinya aliran dana masuk ke Emerging Markets (EM) dan penguatan pasar keuangan global, termasuk pasar keuangan Indonesia. Volatilitas di pasar saham, surat utang maupun nilai tukar juga terpantau menurun.
Di domestik, leading indicators perekonomian nasional masih cukup positif, di antaranya ditunjukkan oleh neraca perdagangan yang surplus dan PMI Manufaktur yang masih ekspansif. Tingkat inflasi juga terjaga rendah di level 2,61% yoy (November 2023: 2,28 % yoy). Namun demikian, masih perlu dicermati perkembangan permintaan domestik ke depan seiring masih berlanjutnya penurunan inflasi inti, penurunan optimisme konsumen serta melandainya pertumbuhan penjualan ritel dan kendaraan bermotor.
Seiring dengan penguatan pasar keuangan global, pasar saham Indonesia sampai dengan 29 Desember 2023 menguat sebesar 2,71 % mtd ke level 7.272,80 (November 2023: 7.080,74), dengan net buy non-resident sebesar Rp.7,67 triliun mtd (November 2023: outflow Rp.0,52 triliun mtd), sehingga secara ytd investor non-resident membukukan net sell sebesar Rp.6,19 triliun (November 2023: net sell sebesar Rp.13,86 triliun ytd).
Secara ytd, kinerja IHSG menjadi yang tertinggi kedua di antara kinerja bursa ASEAN setelah Vietnam, dengan tercatat menguat sebesar 6,16%. Nilai kapitalisasi pasar mencapai Rp.11.674 triliun atau secara ytd tumbuh sebesar 22,90%. Di sisi likuiditas transaksi, rata-rata nilai transaksi pasar saham pada Desember 2023 tercatat meningkat menjadi sebesar Rp.10,75 triliun ytd (November 2023: Rp10,54 ytd).
Capaian atas kinerja IHSG juga ditopang oleh pertumbuhan jumlah investor pasar modal yang melanjutkan kenaikan double digit sebesar 18,04% menjadi 12,17 juta investor. OJK optimis ruang pertumbuhan bagi industri pasar modal Indonesia masih luas untuk semakin memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian nasional.
Penguatan juga terjadi di pasar SBN, yang per 29 Desember 2023 membukukan inflow investor asing sebesar Rp.8,17 triliun mtd (November 2023: inflow 23,50 triliun mtd), sehingga kembali mendorong penurunan yield SBN rata-rata sebesar 13,30 bps mtd di seluruh tenor. Secara ytd, yield SBN turun rata-rata sebesar 29,51 bps di seluruh tenor dengan non-resident mencatatkan net buy sebesar Rp.79,87 triliun ytd.
Di pasar obligasi, indeks pasar obligasi ICBI pada 29 Desember 2023 menguat 8,65% ytd ke level 374,61 (November 2023: menguat 7,34% ytd). Untuk pasar obligasi korporasi, aliran dana masuk investor non-resident tercatat sebesar Rp.541,83 miliar mtd dan secara ytd masih tercatat outflow Rp.0,92 triliun.
Di industri pengelolaan investasi, nilai Asset Under Management (AUM) pengelolaan investasi per 29 Desember 2023 tercatat sebesar Rp.824,73 triliun, dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana tercatat sebesar Rp.501,46 triliun atau naik 1,77% (mtd). Investor Reksa Dana membukukan net subscription sebesar Rp.6,31 triliun (mtd). Secara ytd, kinerja industri reksa dana relatif stabil dengan NAB menurun 0,67%, namun masih mencatatkan net subscription sebesar Rp.8,98 triliun.
Penghimpunan dana di pasar modal masih tinggi yaitu sebesar Rp.255,39 triliun dengan emiten baru tercatat sebanyak 83 emiten hingga 29 Desember 2023. Penghimpunan dana per Desember ini telah melampaui capaian target pada 2023. Sementara itu, pipeline Penawaran Umum terdapat 85 dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp.28,68 triliun yang di antaranya merupakan rencana IPO oleh emiten baru sebanyak 60 perusahaan.
Sedangkan untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan alternatif pendanaan bagi UKM, hingga 29 Desember 2023 telah terdapat 16 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 494 penerbit, 168.068 pemodal dan total dana yang dihimpun sebesar Rp.1,04 triliun.
Sejak diluncurkan pada 26 September - 29 Desember 2023, tercatat 46 pengguna jasa di bursa karbon yang mendapatkan izin (30 November 2023: 41 pengguna jasa) dengan total volume sebesar 494.254 tCO2e (setara ton CO2) dan akumulasi nilai sebesar Rp.30,91 miliar dengan rincian 30,38% di pasar reguler (Rp.9,39 miliar), 9,83% di pasar negosiasi (Rp.3,04 miliar) dan 59,79% di pasar lelang (Rp.18,48 miliar). Ke depan, potensi perdagangan bursa karbon diperkirakan masih akan terus meningkat, mengingat saat ini sudah semakin banyak industri yang memiliki target net zero emission.