KABARINDO, JAKARTA — Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Pengurus Besar Persatuan Sepak Takraw Indonesia (PB PSTI) 2025 yang digelar di Gedung KONI Pusat, Gelora Bung Karno, Sabtu (1/11/2025), menyisakan polemik.
Kubu bakal calon ketua umum Rudianto Manurung menolak hasil Munaslub yang dinilai penuh rekayasa dan diskriminatif oleh tim Carateker KONI Pusat.
Dalam Munaslub tersebut, dua bakal calon memperebutkan kursi Ketua Umum PB PSTI: Rudianto Manurung dan Suryanto. Hasil akhir menunjukkan Suryanto memperoleh 13 suara, sementara Rudianto 11 suara. Namun hasil ini ditolak keras oleh kubu Rudianto yang menilai proses Munaslub tidak objektif dan sarat pelanggaran terhadap tata tertib Munaslub yang telah disahkan dalam Munaslub PSTI Tahun 2025.
Rudianto: “KONI Telah Mengacak-acak Rumah Tangga PSTI”
Rudianto Manurung, yang juga Ketua Pengprov PSTI Riau, menyampaikan kekecewaannya atas pelaksanaan Munaslub yang dianggap mencoreng dunia olahraga nasional.
"Peristiwa ini akan menjadi preseden buruk bagi dunia olahraga di Indonesia, KONI telah mengacak-acak PSTI. Dari 37 Pengprov PSTI di seluruh Indonesia, hanya 24 Pengprov PSTI yang punya hak suara, Ini diskriminatif dan tidak objektif karena dalam tata tertib yang berlaku dalam Munaslub telah mengatur bahwa yang memiliki hak suara dalam Munaslub adalah Pengprov PSTI yang masih aktif kepengurusannya dan Pengprov PSTI yang telah berakhir kepengurusannya tetapi sebelum 6 bulan telah melaksanakan Musprov tetapi faktanya tadi hanya Pengprov PSTI yang aktif saja yang punya hak suara ” tegas Rudianto.
Ia menilai keputusan Carateker dan Tim Penjaringan Penyaringan (TPP) tidak profesional dan tidak konsisten serta sarat kepentingan. Sejumlah Pengprov PSTI yang telah menggelar Musyawarah Provinsi (Musprov) yang seharusnya sesuai dengan tata tertib Munaslub yang telah disahkan memiliki hak suara, tetapi justru tidak diberi hak suara, seperti Pengprov PSTI Riau, Kalimantan Timur, Banten, Kalimantan Selatan, Papua, dan Papua Tengah.
“Pengprov PSTI yang sudah Musprov sesuai AD/ART, tetapi ditolak hanya karena mendukung Rudianto Manurung sebagai calon Ketum PB.PSTI 2025-2029 Sementara ada Pengprov PSTI yang belum diterbitkan SKnya oleh PB.PSTI dan mendukung calon lain, malah diberi hak suara,” ujarnya.
Rudianto juga menyoroti ketidaktransparanan dana pendaftaran calon ketua umum yang mencapai Rp500 juta, serta dugaan penyalahgunaan dana akomodasi dan konsumsi peserta.
“Saya membayar Rp.500 juta untuk biaya pendaftaran. Tapi hotel dan tiket pendukung saya justru ditanggung sendiri. Ini jelas tidak transparan dan akan kami bawa ke ranah hukum,” tegasnya.
Menurutnya, tindakan Carateker dan TPP telah melampaui batas dan menyalahi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi.
“KONI terlalu jauh mencampuri urusan rumah tangga PSTI.
Sekjen PB.PSTI masa bakti 2020-2024 Herman, S.H. M.H “Munaslub PSTI Tahun 2025 Tidak Sah dan Penuh Rekayasa serta sarat Ketidakadilan”
Senada dengan Rudianto, Herman, S.H., M.H menilai pelaksanaan Munaslub penuh ketidakadilan dan pelanggaran terhadap tata tertib Munaslub.
“Kami dipertontonkan dengan proses yang sangat diskriminatif. Tim Carateker tidak objektif, Pengprov PSTI yang seharusnya memiliki hak suara justru diabaikan, sementara daerah yang belum memiliki Pengprov PSTI seperti Papua Pegunungan malah diundang dan ada juga Pengprov PSTI yang SKnya telah berakhir dan telah lewat 6 bulan tetapi diberi hak suara,” ungkap Herman.
Ia juga mempertanyakan integritas pimpinan sidang tetap yang berasal dari unsur Carateker, padahal seharusnya pimpinan sidang itu dipilih dari dan oleh peserta yang memiliki hak suara.
“Ini janggal, Pimpinan sidang seharusnya dipilih dari peserta Munaslub, tapi justru diambil dari Carateker, dan lebih parah lagi, Tata tertib Munaslub yang sudah disahkan pun tidak dilaksanakan oleh TPP dan Pimpinan Sidang,” lanjutnya.
Herman menegaskan, pihaknya bersama 24 Pengprov PSTI akan menempuh langkah hukum untuk membatalkan hasil Munaslub yang telah tidak sesuai dengan tata tertib tersebut.
“Kami nyatakan Munaslub tidak sah karena dilaksanakan tidak sesuai dengan tata tertib yang telah disahkan.
Rudianto memastikan, pihaknya akan membawa persoalan ini ke ranah hukum, termasuk melapor kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) sebagai otoritas tertinggi olahraga nasional.
“Kami akan laporkan ke Kemenpora, Ini bukan hanya soal suara, tapi soal kehormatan organisasi. Jangan sampai KONI memperlakukan cabang olahraga seperti ini. Ini bisa merusak ekosistem olahraga nasional,” ujarnya.
Kubu Rudianto berharap Ketua Umum KONI Pusat dapat mengambil langkah adil dengan mengkaji ulang hasil Munaslub dan memulihkan nama baik KONai Pusat dan menjaga marwah organisasi PSTI.
“Kami berharap tidak terjadi dualisme dalam tubuh PSTI. Kami solid dan siap berjuang melalui jalur hukum agar kebenaran dan keadilan ditegakkan,” pungkas Rudianto.





