Porang Bernilai Ekonomis Tinggi; Tembus Pasar Global
Ekspor porang pada 2019-2020 mencapai 20,5 juta kg chips
Surabaya, Kabarindo- Porang yang dulu dianggap tanaman liar, kini banyak dibudidayakan, karena bernilai ekonomis tinggi dan mampu menembus pasar global. Potensi ini dibahas dalam webinar Ngopi Volume 27 dengan tema “Porang: Dulu Liar, Kini diincar” yang diadakan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur pada Rabu (17/3/2021).
Harmanta, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur, mengatakan porang kini populer dan menjadi primadona. Tanaman umbi-umbian ini ramai dibicarakan masyarakat, karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
“Potensi porang memang sangat besar, melihat kebutuhan dan manfaatnya pada beberapa industri,” ujarnya.
Umbi porang banyak mengandung glucomannan berbentuk tepung. Glucomannan merupakan serat alami yang larut dalam air, biasa digunakan sebagai aditif makanan sebagai emulsifier dan pengental, bahan baku tepung, kosmetik, penjernih air, pembuatan lem ramah lingkungan maupun pembuatan komponen pesawat terbang.
Dr. Doddyk Pranowo, STT, M.Si, akademisi Universitas Brawijaya, mengatakan peluang bisnis berbahan baku porang sangat potensial. Porang bisa dijadikan produk olahan makanan seperti pasta, mie shirataki instant, beras konyaku, konyaku, boba dan turunan makanan lainnya tergolong healthy food.
Produk turunan porang juga dapat diolah sebagai bahan baku produk kecantikan seperti butiran pembersih wajah, spons pembersih wajah, supplemen diet dan pengental alami. Namun sebelum menjadi produk olahan akhir, umbi porang diolah dulu menjadi chips yang dikeringkan dalam oven atau secara manual dengan dijemur di bawah sinar matahari. Setelah menjadi chips yang kering, umbi porang diolah menjadi tepung porang hingga ekstrak Glukomannan. Ke depan, diharapkan adanya dukungan inovasi dalam mempopulerkan produk olahan porang.
Harmanta memaparkan, pengembangan porang dari hulu sampai hilir memiliki peluang yang besar. Pengolahan porang mulai dari umbi, chip hingga produk akhir memiliki nilai tambah yang besar. Hal ini membuat porang memiliki potensi nilai ekonomis yang tinggi dan mampu masuk ke pasar global.
Ekspor porang pada 2019-2020 mencapai 20,5 juta kg chips atau setara dengan 136 juta kg porang basah. Jika dirata-ratakan kembali, produktivitas lahan porang sebesar 70ton/Ha. Dengan potensi porang yang cukup besar terutama di pasar global, pasar dalam negeri diharapkan juga didukung serta diperkuat dalam menyerap produk hasil pengolahan porang, di tengah tantangan branding produk porang yang cenderung masuk ke produk kelas menengah ke atas. Pasar porang di dalam negeri perlu dikembangkan agar tanaman porang tidak hanya dinikmati oleh masyarakat luar negeri, namun juga oleh masyarakat Indonesia.
Paidi, petani porang yang viral, mengatakan tanaman porang dianggap hanya bisa tumbuh di wilayah hutan di lereng gunung. Namun pada 2010 dikembangkan pola rekayasa tanam porang di lahan perkebunan lainnya, misalnya pada naungan tanaman singkong dengan modal seminimal mungkin.
Ia menjelaskan, melalui rekayasa tanam tanaman porang dengan lahan perkebunan / pertanian, satu umbi porang dapat menghasilkan 7 bulbil tanaman porang. Saat ini telah dibuka laboratorium terbuka untuk rekayasa tanam budidaya porang yang dapat dipelajari masyarakat luas.
Menurut salah satu narasumber, Didik Kuswandani, Kepala Desa Klangon, sejak dulu, mata pencaharian utama masyarakat desa Klangon adalah berkebun di lahan Perhutani dan masuk dalam Inpres desa tertinggal. Tanaman yang menjadi komoditas tanam di lahan hutan tersebut di antaranya rempah-rempah dan Porang.
Kemudian pada 1985 dibentuk kerja sama antara Desa Klangon dengan Perhutani untuk pengembangan porang. Waktu itu, harga porang masih rendah hanya Rp.100/kg. Melalui kerja sama tersebut, dibentuklah demplot percontohan budidaya tanaman porang. Masyarakat Klangor kemudian mulai menanam porang di lahan-lahan yang dapat dimanfaatkan, sehingga hampir 100% warga Klangon saat ini telah membudidayakan porang.
Untuk memberikan nilai tambah budidaya porang, diharapkan ada sinergi antara porang dengan tanaman lainnya dengan sistem irigasi melalui mata air pegunungan. Budidaya porang juga dapat diadopsi dan dikembangkan di wilayah lainnya melalui pemerintah daerah.
Penulis: Natalia Trijaji