Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

Beranda > Berita Utama > Pesan Mangrove Indonesia di G20: Atasi Krisis Iklim

Pesan Mangrove Indonesia di G20: Atasi Krisis Iklim

Berita Utama | Jumat, 4 November 2022 | 04:57 WIB
Editor : Orie Buchori

BAGIKAN :
Pesan Mangrove Indonesia di G20: Atasi Krisis Iklim

KABARINDO,  BALI - Pemerintah Indonesia mengagendakan penanaman bakau atau mangrove oleh pemimpin negara peserta KTT G20 guna menekankan peran penting mangrove. Merupakan bagian dari tema yang dipilih Presiden Joko Widodo dalam pelaksanaan KTT soal menangani krisis iklim.

“Salah satu tema yang dipilih adalah transisi energi, termasuk soal lingkungan hidup. Sebagai salah satu negara dengan hutan mangrove terbesar, diharapkan agenda itu bisa menginspirasi dunia,” kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong, Jakarta, Kamis (3/11/2022).

Salah satu kewenangan Indonesia sebagai pemegang tampuk presidensi G20 adalah menentukan tema konferensi. Tiga isu utama yang diagendakan pemerintahan Joko Widodo untuk KTT G20 adalah penanganan kesehatan yang inklusif, transformasi berbasis digital, dan transisi menuju energi bekelanjutan.

Agenda para pemimpin G20 menanam mangrove akan dilaksanakan pada 15 November 2022 di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai di Denpasar, Bali. “Agenda itu sebagai bentuk kepedulian kita terhadap lingkungan hidup karena mangrove mampu menyerap karbon, memproteksi lahan, dan mencegah abrasi laut,” ujar Usman.

Presiden Jokowi mengunjungi hutan mangrove yang bakal menjadi salah satu venue pertemuan pemimpin G20 setahun sebelumnya. Apa yang disampaikan Usman mengamplifikasi apa yang dikatakan Jokowi kala itu. "Ini adalah concern kita terhadap lingkungan, terhadap penghutanan kembali, baik mangrove maupun tropical rainforest. Sehingga para pemimpin yang diundang bisa melihat langsung," ujar Jokowi.
 
Secara total, Tahura Ngurah Rai berada memiliki luas 1.373,5 hektare, terbentang di dua daerah tingkat dua yakni Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Tahura ini memiliki 33 jenis mangrove, dengan terbanyak jenis perapat atau pidada putih yang dalam bahasa Bali disebut prapat --sehingga masyarakat lokal juga menyebut lokasi ini sebagai Tahura Prapat.

Di lokasi, panitia sudah menyiapkan bangunan kayu berbentuk elips tempat para pemimpin G20 berdiri dan menanam mangrove. Serangkai mangrove Rhizhopora apiculata membentuk tulisan “G20” di tengahnya. Panitia menyediakan puluhan lobang tanam yang akan dimasukkan bibit mangrove Rhizopora mucronata oleh para tamu, termasuk Presiden Jokowi.

Merujuk data Badan Pusat Statistik per Desember 2021, luas ekosistem mangrove atau bakau di Indonesia mencapai 3,63 juta hektare (Ha) atau 20,37 persen dari total dunia. Papua menjadi menjadi pulau dengan ekosistem mangrove terluas mencapai 1,63 juta Ha, disusul Sumatera 892,835 Ha, Kalimantan 630.913 Ha. Adapun Bali menjadi pulau dengan ekosistem mangrove terkecil yakni seluas 1.894 Ha

Luasan itu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan hutan mangrove terluas di dunia. Menyusul Brasil di posisi kedua dengan 1,3 juta Ha, lalu diikuti Nigeria (1,1 juta Ha), Australia (0,97 juta Ha), dan Bangladesh (0,2 juta Ha).

Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Cecep Kusmana mengamini peran penting mangrove seperti yang disampaikan Presiden Jokowi dan Usman. Mangrove, terang Cecep, dapat menyimpan karbon 3-5 kali lebih banyak dibanding hutan tropis dataran rendah. "Ekosistem mangrove berperan sangat besar dalam pengendalian iklim global," ujarnya.

Laman Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melansir mangrove memiliki banyak manfaat bagi ekosistem. Mangrove dapat menyuburkan tanah di sekitarnya, menjadi hunian bagi ikan-ikan kecil dan kepiting, menjernihkan air, melindungi pantai dari erosi karena mengadang hempasan ombak secara langsung, mengatasi banjir kawasan pesisir, dan dapat diolah menjadi pakan ternak.

Secara ekonomi, ekosistem mangrove pun menyimpan potensi besar. Bagi masyarakat di sekitar, mangrove dapat diolah menjadi ragam hiasan atau kerajinan. Adapun bagi pemerintah, pengembangan ekosistem mangrove dapat menjadi tambahan pendapatan negara lewat perdagangan karbon. Saat ini, harga jual karbon dunia berkisar US$5-10 per ton CO2.

Maka dengan luas hutan bakau mencapai sekitar 3 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon sekitar 950 ton, pemerintah bisa mendapat tambahan hampir Rp2.400 triliun dari perdagangan karbon. Pendapatan negara bisa lebih tebal jika menghitung perdagangan karbon dari hutan tropis dan lahan gambut. 

Data Kementerian Koordinator Bidang Kematiriman dan Investasi, hutan tropis Indonesia merupakan ketiga terbesar di dunia dengan luas area 125,9 juta hektare yang dapat menyerap emisi karbon sebesar 25,18 miliar ton. Sementara gambut, Indonesia merupakan negara dengan cakupan terluas di dunia dengan 7,5 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon sekitar 55 miliar ton.

Mengakumulasi tiga hal tersebut, maka Indonesia bisa menyerap setidaknya 113 gigaton emisi karbon. Jika dijual dengan perhitungan terendah US$5, maka pemerintah berpotensi menambah pendapat negara mencapai US$565 miliar atau sekitar Rp8 ribu triliun. Foto: Dok. Ist


RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER