Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

Beranda > Hukum & Politik > Ini Beda Opini Ketidaksukaan dengan Ujaran Kebencian Versi Komnas HAM

Ini Beda Opini Ketidaksukaan dengan Ujaran Kebencian Versi Komnas HAM

Hukum & Politik | Senin, 21 Februari 2022 | 23:02 WIB
Editor : Budiman

BAGIKAN :
Ini Beda Opini Ketidaksukaan dengan Ujaran Kebencian Versi Komnas HAM

KABARINDO, JAKARTA - Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menegaskan bahwa tak semua opini terkait dengan ketidaksukaan adalah sebuah ujaran kebencian.

Beka meminta harus melihat konteks, pengujar, intensi, isi, jangkauan ujaran, dan potensi implikasi apakah memang ujaran kebencian atau hanya opini ketidaksukaan.

“Ujaran kebencian itu penentuannya sangat ketat. Membutuhkan tolok ukur atau standar ambang batas yang tinggi,” kata Beka ketika memberi pengantar dalam Forum Literasi Hukum dan HAM Digital di kanal YouTube Ditjen IKP Kominfo.

Beka lantas memaparkan bahwa ujaran kebencian merupakan pernyataan lisan yang menyatakan kebencian, mendorong kekerasan kepada seseorang atau kelompok berdasarkan pada latar belakang tertentu, seperti ras, agama, jenis kelamin, atau orientasi seksual.

Dampak ujaran kebencian itu contohnya adalah mendorong intoleransi dan kebencian, merendahkan, dan memecah belah bangsa.

Perlu Adanya Pembatasan Kebebasan Berpendapat

Oleh karena itu, terdapat pembatasan dalam kebebasan berpendapat untuk mencegah dampak buruk ujaran kebencian.

“HAM juga mengenal pembatasan,” ucap dia.

BACA JUGA: Viral Video Guru Pondok Pesantren Bakar Handphone Santrinya

Pembatasan itu dibagi menjadi dua, pertama pendapat tidak boleh merendahkan harkat dan martabat orang lain.

“Misalkan, ketika kita berbeda pendapat dengan seseorang, tiba-tiba kita mengekspresikan ketidaksukaan dengan merendahkan orang lain seperti menyamakan orang lain dengan binatang,” tuturnya.

Kemudian yang kedua adalah pendapat tidak boleh membahayakan keamanan nasional atau negara.

Adapun untuk melakukan kedua pembatasan itu harus diatur dengan hukum serta sikap demokratis dari masyarakat.

“Misalnya, hoaks tentang COVID-19 dan tentang vaksin, itu harus ada aturannya. Kalau dibiarkan sebebas-bebasnya, tentu saja ketika ada masyarakat yang akses informasi dan pengetahuannya terbatas akan sangat berbahaya ketika diberi hoaks,” kata Beka menjelaskan.

Selain soal kebebasan berpendapat, perlu ada pula pembatasan untuk melindungi moral publik, keamanan nasional, keselamatan publik, dan melindungi hak kebebasan milik orang lain.

Sumber/Foto: Antara


RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER