Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

Beranda > Hukum & Politik > Pentingnya Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak, Berikan Rasa Aman & Nyaman

Pentingnya Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak, Berikan Rasa Aman & Nyaman

Hukum & Politik | Minggu, 24 April 2022 | 21:27 WIB
Editor : Natalia Trijaji

BAGIKAN :
Pentingnya Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak, Berikan Rasa Aman & Nyaman

Pentingnya Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak, Berikan Rasa Aman & Nyaman

Terjadi 25.210 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang 2021

Surabaya, Kabarindo- Disahkannya Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi UU oleh DPR RI, pada Selasa (12/4/2022) lalu, menjadi kabar gembira sekaligus harapan besar bagi perempuan dan anak untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan dalam kasus kekerasan yang meningkat drastis beberapa tahun belakangan.

Menyikapi perkembangan ini, Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) bekerja sama dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) menyelenggarakan webinar dengan tema Mengawal UU TPKS di Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) pada Sabtu (23/4/2022).

Dalam Webinar ini terungkap bahwa sepanjang 2021, terjadi 25.210 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dilaporkan dengan jumlah korban 27.127 orang. Data ini dirilis oleh Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA) Kemen PPPA.

Indra Gunawan, Plt Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kemen-PPPA, mengatakan UU TPKS menunjukkan kehadiran negara dalam memenuhi kewajiban memberikan perlindungan bagi korban kekerasan seksual dan memenuhi hak mereka sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 maupun peraturan lainnya.

UU TPKS juga dianggap sebagai undang-undang yang komprehensif, sehingga peraturan pelaksananya harus segera diwujudkan untuk sesegera mungkin disosialisasikan kepada masyarakat. Banyak sekali hal yang sudah dipikirkan dan disiapkan, mengingat UU TPKS sangat komprehensif dari hulu sampai hilir, termasuk di dalamnya terdapat substansi baru yang berperspektif pada korban.

Titi Eko Rahayu, Staf Ahli Bidang Penanggulangan Kemiskinan Kemen-PPPA, mengatakan kondisi tersebut merupakan situasi yang kritis dalam Program Perlindungan Perempuan dan Anak di Indonesia. Hal penting yang dapat dilakukan adalah menyiapkan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak di Indonesia.

“DRPPA harus memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat, khususnya perempuan dan anak. Memenuhi hak atas perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, tersedia sarana publik yang ramah perempuan dan anak serta kelompok rentan (lansia, disabilitas, ibu hamil, ibu menyusui dan lain-lain),” ujarnya.

Agar DRPPA dapat terwujud, kata Titi, desa harus melakukan beberapa hal. Pertama, pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan yang berperspektif gender, dibarengi dengan proses membangun kesadaran kritis perempuan. Kedua, menciptakan lingkungan yang mendukung proses tumbuh kembang anak serta mendorong peran dan tanggung jawab kedua orang tua dan keluarga dalam pengasuhan anak yang berkualitas. Ketiga, desa harus melakukan upaya-upaya khusus untuk penghentian kekerasan terhadap perempuan dan anak. Keempat, mengembangkan solusi bagi pekerja anak dalam rangka mengurangi pekerja anak. Kelima, melakukan upaya khusus untuk penghentian perkawinan anak.

Sementara itu, Olivia Chadijah Salampessy, Wakil Ketua Komnas Perempuan RI, mengatakan seringnya terjadi kekerasan terhadap perempuan di Indonesia saat ini karena di Indonesia masih berkembang stigma bahwa perempuan adalah makhluk lemah yang biasa mendapat kekerasan.

Stigma ini sering dilegitimasi oleh media dengan membuat penulisan yang tidak membela perempuan yang menjadi korban kekerasan, terutama oleh suami mereka atau orang terdekat. Bahkan, sebagian besar masyarakat bersikap tidak ingin ikut campur jika kekerasan tersebut terjadi dalam rumah tangga. Hal ini menjadi dilema yang membuat korban terpuruk dan dipojokkan tanpa pembelaan.

“Hal ini akan membuat pelaku merasa aman dan biasa saja ketika melakukan tindak kekerasan terhadap istri atau anaknya,” ujar Olivia.

Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI), Uni Lubis, mengatakan UU TPKS adalah permulaan yang sangat baik bagi semua kalangan di Indonesia untuk melakukan pembenahan, dalam upaya melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan.

“Para jurnalis bisa membantu melalui berita untuk menyosialisasikan UU TPKS dan menyiarkan tentang DRPPA, agar semakin banyak masyarakat yang paham tentang UU TPKS serta bagaimana masyarakat di desa khususnya perempuan dan anak mendapatkan perlindungan dan pengembangan diri,“ kata Uni.


TAGS :
RELATED POST


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER