Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

-advertising-

Beranda > Gaya hidup > Pemberian MPASI Terfortifikasi Mampu Cegah Anemia Defisiensi Besi

Pemberian MPASI Terfortifikasi Mampu Cegah Anemia Defisiensi Besi

Gaya hidup | Senin, 4 Desember 2023 | 22:36 WIB
Editor : Natalia Trijaji

BAGIKAN :
Pemberian MPASI Terfortifikasi Mampu Cegah Anemia Defisiensi Besi

Pemberian MPASI Terfortifikasi Mampu Cegah Anemia Defisiensi Besi

Surabaya, Kabarindo- Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan salah satu jenis anemia yang paling umum terjadi. ADB adalah rendahnya kadar hemoglobin akibat kekurangan zat besi di dalam tubuh. Koanemiandisi ini juga bisa terjadi pada bayi.

Menurut Dr. dr. Lanny Christine Gultom, SpA(K), dokter spesialis anak dan ahli nutrisi, anemia defisiensi besi pada bayi tidak terjadi secara tiba-tiba, namun didahului oleh dua tahapan sebelumnya, yaitu deplesi besi (berkurangnya cadangan zat besi, namun kadar hemoglobin masih normal) dan defisiensi besi dimana kadar hemoglobin sudah menurun.

“Bayi yang mengalami deplesi besi dan tidak ditangani dengan baik akan mengalami defisiensi besi. Jika kondisi defisiensi besi tidak segera ditangani, maka bayi akan mengalami ADB,” ujarnya pada Senin (4/12/2023).

Dr. Lanny menjelaskan, anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti suplai zat besi yang rendah. Ini terjadi karena prematuritas, pemberian MPASI yang terlambat, diet vegetarian hingga adanya gangguan menelan.

Penyebab berikutnya adalah peningkatan kebutuhan zat besi yang dipengaruhi salah satunya oleh berat badan lahir rendah. Kemudian adanya penurunan penyerapan zat besi di saluran cerna dan perdarahan karena alergi susu sapi dan sebagainya.

“Penelitian Ringoringo pada bayi usia 0-12 bulan di Kalimantan Selatan menemukan insidens ADB sebesar 47,4%. Insiden ADB pada penelitian ini cenderung lebih tinggi pada bayi yang lahir dari ibu dengan anemia dibandingkan ibu tanpa anemia,” terangnya.

Dr. Lanny memaparkan, zat besi merupakan salah satu zat gizi penting untuk perkembangan janin, bayi dan anak, terutama pada perkembangan otak. Defisiensi zat besi bisa mengakibatkan gangguan perkembangan psikomotor dan fungsi kognitif, khususnya fokus dan daya ingat.

Pada saat di dalam kandungan, bayi mendapatkan asupan zat besi dari ibunya yang dapat memenuhi kebutuhan zat besi bayi sampai 4-6 bulan pertama setelah kelahirannya. Bayi yang lahir cukup bulan dan mendapat ASI eksklusif tidak memerlukan suplementasi zat besi.

“Cadangan zat besi mulai habis ketika bayi mencapai usia 4-6 bulan, sedangkan kebutuhan zat besi makin meningkat, sehingga menyebabkan bayi lebih rentan mengalami defisiensi besi. Kebutuhan ini harus dipenuhi dari MPASI,” ujarnya..

Dr. Lanny menerangkan, kebutuhan zat besi pada bayi harus dipenuhi dari MPASI. Ibu dapat memberikan MPASI rumahan maupun MPASI fortifikasi komersial. Kelebihan MPASI rumahan adalah rasa yang beraneka-ragam dan biaya yang murah. Namun MPASI rumahan memiliki risiko lebih tinggi terkontaminasi mikroba selama penyiapan, penyimpanan dan proses pemberian makan, serta kejadian tersedak jika tekstur makan yang diberikan tidak sesuai usia dibandingkan MPASI fortifikasi kemasan.

Dr. Lanny mengatakan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) mengawasi dengan ketat produk MPASI komersial termasuk MPASI fortifikasi. Kandungan nutrisi dalam MPASI fortifikasi harus mengikuti peraturan BPOM RI dan sesuai dengan Codex Alimentarius yang diinisiasi oleh FAO/WHO (Food and Agriculture Organization of the United Nations/World Health Organization), serta diperkaya dengan zat gizi tertentu (besi, yodium, seng, vitamin D) untuk memastikan asupan zat gizi yang adekuat, sehingga anak dapat tumbuh kembang secara optimal.

“Hambatan yang sering ditemui dalam penggunaan MPASI rumah tangga adalah kesulitan untuk menentukan kandungan nutrisi secara akurat dan daya terima anak yang mempengaruhi jumlah konsumsi, karena ukuran lambung anak yang kecil. Kedua hal ini sangat menentukan kecukupan asupan zat gizi anak setiap hari,” paparnya.

Dr. Lanny merujuk pada hasil penelitian Irawan R dan kawan-kawan yang menunjukkan bayi usia 6-24 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan dan mengonsumsi MPASI rumahan, mempunyai kadar hemoglobin dan zat besi yang lebih rendah, serta risiko yang lebih tinggi untuk mengalami stunted (perawakan pendek) dan wasted (gizi kurang) dibandingkan bayi yang mengonsumsi MPASI fortifikasi kemasan. Hasil penelitian Csölle I dan kawan-kawan juga menunjukkan, pemberian MPASI fortifikasi pada bayi dapat mengurangi risiko anemia.

“Orang tua dapat menggunakan MPASI rumahan dan MPASI fortifikasi untuk mencegah ADB pada bayi. MPASI fortifikasi kemasan dapat menjadi alternatif untuk digunakan secara tunggal atau kombinasi dengan MPASI rumahan, agar memastikan asupan zat gizi makro dan mikro yang adekuat pada bayi,” ujarnya.


RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER