KABARINDO, ISTANBUL – Sebuah pembangunan asrama dekat salah satu masjid ikonis di Istanbul, Turki, memicu kemarahan karena dianggap merusak pemandangan cakrawala masjid itu.
Kompleks Masjid Süleymaniye, dibangun dari tahun 1550-57 dan menjadi situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1985, menawarkan pemandangan Tanduk Emas dan Bosphorus yang tak tertandingi di cakrawala Istanbul dengan menara dan kubah raksasanya,
Pembangunan Masjid Süleymaniye dititahkan oleh Sultan Sulaiman I, yang juga dikenal sebagai Süleyman yang Agung, terbesar dan terkaya dari semua sultan Ottoman. Istanbul Insider menyatakan, tak kurang dari 3.500 pengrajin dikerahkan untuk menyelesaikan pembangunan itu.
(Foto: Pemandangan aerial Masjid Süleymaniye -Istanbul Insider)
Sama seperti kebanyakan masjid kekaisaran, Masjid Süleymaniye lebih dari sekedar tempat ibadah. Selain aula dan halaman, kompleks ini juga mencakup empat sekolah Alquran, rumah mandi, rumah sakit, karavan (penginapan pinggir jalan di mana pelancong bisa beristirahat, serta dapur umum yang menyajikan makanan untuk orang miskin: Muslim, Kristen dan Yahudi, semua dilayani.
Masjid itu, yang didesain oleh arsitek terkenal jaman Ottoman, Mimar Koca Sinan, selamat dari kebakaran hebat tahun 1660 dan gempa bumi sedikitnya 89 kali, mewakili kehebatan struktur bangunan zaman keemasan Kekaisaran Ottoman.
Anak Erdogan
Kini, pemandangan kemegahan masjid tersebut terganggu akibat pembangunan asrama oleh Yayasan Perluasan Pengetahuan.
“Ada pembicaraan bahwa gedung-gedung baru mengkhianati siluet Istanbul, tetapi cukup mengecewakan melihat kecerobohan yang terus berlanjut di kompleks bersejarah yang penting,” kata kepala Kamar Arsitek Istanbul Esin Koymen kepada AFP, “Ini harus dihentikan.”
Pemilik gedung dan yang ketua dewan pengawasnya adalah putra Erdogan, Bilal, bersikeras bahwa pembangunan asrama mahasiswa “tidak ilegal”.
(Foto: Bangunan asrama yang dianggap merusak pemandangan -AFP)
Meskipun demikian, yayasan itu terpaksa mengambil langkah mundur setelah mendapat teguran bahkan dari kalangan konservatif.
"Kami tidak akan terlibat dalam tindakan apa pun yang bertentangan dengan jiwa Suleymaniye," kata penjabat ketua yayasan, Nurettin Alan, kepada wartawan di halaman masjid pekan lalu. “Suleymaniye adalah jiwa kami, kami akan melindunginya,” tambahnya.
Namun, Alan menuduh kotamadya Istanbul "mempolitisasi" masalah ini dengan mengunci gedung meskipun keputusan mereka untuk menghentikan konstruksi, yang telah mencapai hampir 16 meter.
Kota Istanbul, yang dijalankan oleh oposisi CHP, menyegel gedung bertingkat itu dengan mengutip rencana zonasi kota.
“Kami tidak akan membuat konsesi untuk melestarikan nilai-nilai sejarah dan spiritual Istanbul,” cuit Wali Kota Istanbul Ekrem Imamoglu.
Kemarahan Publik
Di Twitter, banyak warga Istanbul menumpahkan kekesalan mereka. Salah satunya adalah pemilik akun @1974asude yang berkomentar, "Sayang sekali. Nilai-nilai suci kami dieksploitasi untuk keuntungan.”
Yusuf Kaplan, kolumnis untuk harian pro-pemerintah Yeni Safak, menyerukan agar “jiwa” Suleymaniye dilindungi. “Kami adalah satu-satunya negara di dunia yang menghancurkan kota-kotanya,” katanya, seraya menambahkan bahwa lingkungan masjid harus “dibersihkan”.
Mahir Polat, direktur warisan budaya untuk kota Istanbul, mengatakan bangunan itu enam meter lebih tinggi dari proyek yang disetujui.
“Bandingkan gambar dari 2016 dan 2022. Siapa pun yang melihat ke Bosphorus melalui kubah puitis Suleymaniye tahu (bangunan itu) tidak ada di sana,” kata Polat kepada AFP.
Hal itu "tidak ada" hubungannya dengan politik atau ideologi katanya. “Baik pelancong di masa lalu atau penulis modern, mereka menggambarkan Istanbul sebagai kota kubah. Siluet ini persis area yang bagian depannya tertutup sekarang oleh konstruksi baru-baru ini,” tambahnya.
Namun Polat mengatakan bangunan yayasan itu bukan satu-satunya risiko terhadap situs bersejarah tersebut, merujuk pada banyak bangunan lain di daerah sekitarnya, yang sebagian besar dibangun pada 1970-an dan 80-an.
(Foto: Mahir Polat menunjukkan perbedaan pemandangan cakrawala Masjid Süleymaniye. -AFP)
Menurut pemerintah kota, saat ini hanya ada 50 dari 525 rumah bersejarah yang tersisa di kompleks Suleymaniye.
Esin Koymen, di Kamar Arsitek, menyesalkan bahwa urusan budaya telah menjadi alat politik.
“Jika Anda melestarikan struktur sejarah, dan jika itu adalah masjid, Anda dicap pro-pemerintah, sementara jika Anda melestarikan Bizantium (warisan), Anda dicap sebagai oposisi… polarisasi ini tidak mengakui prinsip pelestarian universal,” Kata Koymen.
Polat menyarankan budaya dan politik harus dipisahkan “karena aktor politik memiliki rentang waktu 10-20 tahun tetapi Suleymaniye telah ada selama 500 tahun”.
***(Sumber dan foto: AFP, Istanbul Insider)