Berikan manfaat penting dalam program Samsung Solve for Tomorrow, bentuk cara berpikir siswa dalam membangun ide solusi untuk masa depan Indonesia lebih baik
Surabaya, Kabarindo- Generasi digital native Gen7 secara umum dikenal dengan idealismenya. Mereka memiliki perhatian yang besar pada isu-isu perubahan iklim, membangun kesetaraan dan penciptaan lebih banyak peluang bagi orang dari berbagai latar belakang serta perhatian pada praktik keberlanjutan (sustainability).
Enam dari 10 Gen Z mengatakan sudah melakukan berbagai tindakan aktif untuk meminimalkan dampak mereka terhadap lingkungan. Survei lain menemukan pentingnya pendidikan bagi 65% Gen Z dan mereka menghargai adanya akses yang setara bagi siapapun kepada pendidikan.
Untuk itu, Samsung menyelenggarakan Samsung Solve for Tomorrow (SSFT) sebagai komitmen untuk memajukan pendidikan Indonesia dengan memfasilitasi siswa Indonesia untuk meraih mimpi di bidang pendidikan dan keberlanjutan. Mulai dari menuangkan ide hingga membuat rencana agar ide mereka dapat terwujud dan bermanfaat bagi lingkungan.
Ennita Pramono, Head of Corporate Citizenship Samsung Electronics Indonesia, mengatakan SSFT adalah kontribusi Samsung terhadap pendidikan di Indonesia dan komitmen menjadi bagian dari education movement untuk Indonesia yang lebih baik.
“Samsung Solve for Tomorrow bertujuan mempersiapkan future leader dengan mengajak anak-anak muda mewujudkan perubahan nyata dan positif untuk hari esok yang lebih baik,” ujarnya pada Selasa (25/7/2023).
Saat ini, SSFT memasuki babak semi-final. Lebih dari 300 proposal telah diterima, tersaring 40 proposal yang menjadi semifinalis dari SMA, SMK dan MA yang berasal dari berbagai kota di Indonesia.
Samsung menyiapkan pelatihan Design Thinking dan sesi mentoring untuk para semifinalis, agar mereka dapat mempertajam proposal ide menjadi perencanaan yang memberikan perubahan positif yang lebih berarti bagi komunitas dalam bentuk prototype project.
Design Thinking adalah proses pemecahan masalah secara kreatif yang berfokus pada manusia, berlandaskan pada lima step. Pertama Empathize yaitu mengidentifikasi pengalaman di komunitas untuk menemukan kebutuhan eksplisit dan implisit mereka, sehingga dapat tercipta desain yang tepat, melalui riset, wawancara dan observasi.
Step kedua adalah Define, meninjau temuan dari step pertama, menemukan pola dan sudut pandang serta menyusun insight untuk menentukan secara spesifik apa yang dibutuhkan oleh komunitas.
Step ketiga adalah Ideate, peserta diminta menggali sebanyak mungkin ide kreatif yang berkaitan dengan pemecahan masalah yang ditemukan. Lalu mereka akan melakukan brainstorming untuk mengevaluasi berbagai ide yang muncul serta menemukan mana yang paling tepat dan relevan.
Step keempat adalah Prototype, para peserta melakukan pemetaan terhadap user journey lalu membuat paper prototype, kemudian digital prototype dan akhirnya membuat prototype fisik. Berikutnya adalah Test, peserta akan membagikan prototype tersebut kepada komunitas dan melakukan iterasi terhadap prototype, sehingga ide solusinya bisa diadaptasikan dengan cepat.
Terakhir, para peserta akan sharing ide solusi dan prototype dengan storytelling dan membuat sebuah pitch video. Untuk menyempurnakan ide solusi dan prototype, mereka mengikuti sesi mentoring dengan mentor masing-masing.
Para mentor yang terlibat dalam babak ini mengatakan, umumnya para peserta perlu dipertajam dalam merumuskan permasalahan dan bagaimana mengimplementasi ide menjadi produk yang bisa digunakan, apalagi jika bahan-bahannya sulit didapatkan.
Teddy Utoyo, karyawan Samsung Electronics Indonesia yang menjadi mentor, mengatakan para peserta punya ide yang idealis. Maka tugas mentor adalah menyambungkan kondisi saat ini dengan segala macam tantangan, supaya ide ini bisa real dijalankan nantinya.
“Harapannya, dengan program ini, kita dapat menunjukkan bahwa adik-adik SMA, SMK dan MA ini peduli dengan lingkungan mereka,” ujarnya.
Peserta SSFT mengatakan, sesi Design Thinking dan Mentoring membantu mereka mengidentifikasi masalah dan mencari solusinya, menambah sudut pandang baru mengenai design thinking dan membantu mempertajam cara berpikir yang sistematis.
“Melalui sesi ini, kami mendapatkan validasi atas produk dan mengasah softskill untuk bekal saat bekerja nanti,” kata Fariz Marsal Musyaffa, Ketua Kelompok Dasher dari Madrasah TechnoNatura Depok, Jawa Barat.
Neal Guarddin dari Kelompok RGB dari SMAN 8 Jakarta, menambahkan sesi mentoring dan Design Thinking membantu mereka mengatasi hal tersulit yaitu mendesain prototype dan test.
“Sesi ini mengasah kemampuan, bakal membantu untuk perkuliahan nanti dan membuat proposal serta membantu bekerja dalam teamwork,” ujarnya.