Organisasi Guru Serukan Independensi, Tolak Desakan Pilih Paslon Tertentu
Terbitkan Petisi Pendidikan Kita
Surabaya, Kabarindo- Yayasan Guru Belajar bersama tujuh organisasi profesi keguruan menyerukan agar partai politik dan tim sukses menghargai independensi kredibilitas intelektual guru. Seruan tersebut terangkum dalam Petisi Pendidikan Kita yang diterbitkan pada Senin (5/2/2024).
Tujuh organisasi keguruan yang turut menginisiasi dan mendukung yaitu Komunitas Guru Belajar Nusantara (KGBN), Ikatan Guru Indonesia (IGI), Jaringan Sekolah Madrasah Belajar (JSMB), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Komunitas Pengawas Belajar Nusantara (KPBN), Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) dan Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI).
Dalam petisi itu disebutkan, peran pendidik diuji saat masa pemilu. Sebagian pendidik dihadapkan pada upaya yang mempengaruhi independensi dengan menggiring pilihan pada pasangan calon (paslon) tertentu.
“Guru pada dasarnya mendampingi anak-anak beranjak remaja yang baru belajar tentang pemilu, tentang demokrasi. Apa yang mereka hadapi saat ini, imbasnya akan sangat besar untuk saat ini atau pun kehidupan demokrasi yang akan datang,” ujar Bukik Setiawan, Ketua Yayasan Guru Belajar, dalam rilis yang diterima pada Selasa (6/2/2024).
Petisi tersebut juga ditujukan untuk sesama pendidik agar mendidik murid tentang demokrasi, menjaga independensi dan mewujudkan iklim sekolah yang demokratis. Juga mengajak orang tua bersama masyarakat mewujudkan hal itu.
“Orang tua bisa memanfaatkan percakapan dalam keluarga dan masyarakat untuk menjadi teladan serta memberikan pendidikan politik secara informal sesuai peran masing-masing kepada pemilih pemula di sekitar kita,” ujar Bukik.
Ia melihat, pada pilpres ini ada kasus pengerahan, intimidasi terhadap guru untuk memilih paslon tertentu. Dia juga menyayangkan ketiga kandidat yang mengatakan terbuka untuk mendengarkan berbagai pihak; budayawan, pelaku industri telekomunikasi, hingga kaum disabilitas. Namun tidak ada yang menyebut siap untuk mengundang dan mendengar guru.
Sumarni dari PGSI, menyayangkan oknum guru yang menyampaikan ujaran memihak paslon tertentu di kelas. Hal ini mencederai esensi pendidikan politik.
Dukungan organisasi profesi
Perwakilan dari tujuh organisasi profesi tersebut menyampaikan alasan mereka mendukung Petisi Pendidikan Kita.
Muhammad Niamil Hilda dari JSMB, mengatakan guru sering kali menjadi alat dalam banyak hal serta mendapat tekanan dan ancaman untuk menyokong kekuasaan, kemudian terlupakan.
“Guru butuh dukungan agar bisa menjalankan peran pendidikan dengan independen sebagai benteng untuk menjaga etika,” ujarnya.
Nunuk Riza Puji dari KGBN mengatakan, guru perlu menjalankan tugas secara beretika. Murid sebagai pemilih awal perlu mendapat dukungan dari guru dengan cara memberikan pendidikan politik yang baik, terlepas dari apapun pilihan pribadi guru tersebut.
Menurut Danang Hidayatullah dari IGI, guru memiliki peran dan tugas yang mulia. Tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga mendidik dan menguatkan karakter melalui keteladanan. Sebagai pendidik, guru harus setia pada etika, termasuk etika politik atau etika berdemokrasi. Karena itu, guru perlu mendapatkan ruang dan dukungan untuk bersikap independen sebagai pribadi yang bermartabat.
Halimson Redis dari FGII, menambahkan guru harus profesional dan bermartabat. Juga keluarga mereka harus sejahtera agar guru dapat menjalankan tugas dengan maksimal.
Sementara Wahyu Ekawati dari KPBN, meminta agar pendidik bisa menjalankan amanah bangsa tanpa provokasi. “Jangan pemimpin pendidikan yang berpolitik, karena kepentingan pribadi. Demi jabatan, rela menggunakan berbagai cara untuk membelokkan marwah pendidikan dan menggadaikan masa depan bangsa,” ujarnya.
Sedangkan Achmad Zuchri dari Pergunu, menyerukan agar guru-guru seluruh Nusantara bergerak menjadi pemersatu bangsa di tengah iklim demokrasi yang rentan terhadap konflik kepentingan.
“Mari saling menghargai dan menghormati kebebasan berpolitik tanpa saling merendahkan dan menghina. Bersama kita ciptakan iklim yang kondusif. Jadikan momentum pemilu sebagai upaya untuk mendorong keberpihakan politik pada kesejahteraan dan perlindungan profesi pendidik,” ujarnya.
Foto: ilustrasi istimewa