Orang Tua Perlu Refleksi Diri dalam Nutrisi, Pengasuhan dan Stimulasi Anak Secara Optimal
Surabaya, Kabarindo- Ramadhan merupakan momen yang tepat bagi orang tua untuk merefleksi diri dalam peran mereka terhadap tumbuh kembang si kecil.
Hal ini dikatakan dr. Mesty Ariotedjo, Sp.A., Founder dan CEO Tentang Anak, dalam webinar melalui kampanye Bermakna (Berkah Bersama Keluarga Tentang Anak).
“Melalui berbagai sesi edukatif selama kampanye Bermakna berlangsung, kami berharap dapat menghadirkan solusi terutama untuk pemenuhan gizi anak Indonesia yang masih menjadi fokus utama pemerintah dan para ahli untuk menekan angka stunting serta obesitas yang tinggi pada anak Indonesia,” ujarnya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan dalam webinar tersebut bahwa masa depan suatu bangsa bergantung pada keberhasilan anak dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Seorang anak memerlukan asah, asih dan asuh untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
“Momentum Ramadhan dapat menjadi penguatan peran orang tua dari aspek religius maupun memahami kebutuhan anak dimulai dari kecukupan gizi, pola asuh hingga gaya hidup sehat untuk pencapaian tumbuh kembang anak yang optimal. Orang tua, keluarga dan masyarakat dapat menjadi role model dalam berperilaku dan bergaya hidup sehat,” ujarnya.
Berbagai sesi edukatif dari Tentang Anak yang akan menitikberatkan pada isu nutrisi dan pola asuh anak ini berlandaskan berbagai studi yang membuktikan bahwa gizi anak Indonesia masih menjadi isu utama yang dihadapi oleh sebagian orang tua dan anak saat ini:
Hasil survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menyebutkan, prevalensi stunting sebesar 24,4%. Sementara berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi obesitas pada balita sebanyak 3,8% dan obesitas usia 18 tahun ke atas sebesar 21,8%.
Tren ini diperparah oleh pandemi Covid-19. Survei tahun 2020 yang dilaksanakan terhadap rumah tangga berpendapatan rendah di Jakarta menemukan bahwa makanan bergizi seperti buah dan sayur, daging asap, ikan dan kacang-kacangan yang dikonsumsi anak-anak selama pandemi lebih sedikit dibandingkan tahun 2018.
Prof. Dr. dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A(K); dokter spesialis anak, konsultan nutrisi dan penyakit metabolik & Ketua Satgas Stunting IDA, mengatakan balita stunting akan berdampak menurunkan kualitasnya sebagai SDM pada masa dewasa. Karena itu, stunting harus dicegah terutama di 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
“Berbagai cara dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan, di antaranya pemberian ASI dan MPASI yang benar berbasis protein hewani serta pemantauan pertumbuhan yang teratur di fasilitas kesehatan seperti posyandu setiap bulan untuk deteksi dini dan tata laksana segera weight faltering terbukti dapat mencegah stunting,” ujarnya.
Prof. DR. dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG(K), MPH, dokter spesialis kebidanan & penyakit kandungan, konsultan obstertik ginekologi sosial & ketua pokja Angka Kematian Ibu (AKI) POGI, mengatakan sejak dalam kandungan, janin dapat mengalami gangguan pertumbuhan yang berpotensi menyebabkan stunting. Persalinan prematur juga berpotensi menyebabkan stunting. Kehamilan di usia remaja, malnutrisi (KEK/kurang energi kronik), obesitas, anemia serta gangguan kesehatan ibu memiliki andil besar terjadinya gangguan pertumbuhan janin dalam kandungan serta persalinan prematur.
“Karena itu, upaya pencegahan stunting perlu dilakukan sejak dini, bahkan sebelum ibu hamil. Kehamilan perlu direncanakan dan dipersiapkan dengan baik. Upaya mencegah stunting yang perlu dilakukan adalah menghindarkan kehamilan remaja, rutin memeriksakan kehamilan (ANC), menjaga asupan makanan agar memenuhi kebutuhan gizi selama masa kehamilan dan ibu memahami pentingnya perencanaan kehamilan agar ibu dapat tetap sehat dan bahagia saat hamil maupun menyusui bayinya," ujarnya.