KABARINDO, JAKARTA - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno berencana menghadirkan sound healing sebagai metode pengobatan (wellness) alternatif yang menggunakan alat musik tradisional atau instrumental untuk kesehatan jiwa di desa wisata yang ada di Indonesia.
Menparekraf mengungkapkan, berdasarkan data WHO 2019 ada 970 juta orang di seluruh dunia yang hidup dengan gangguan mental, kecemasan, dan depresi sehingga perilaku ini mengganggu hubungan dengan kerabat dekat dan keluarga.
“Waktu saya bertugas di DKI (sebagai Wagub DKI), saya bersama Profesor Noriyu melakukan penelitian. Dari seluruh warga Jakarta yang diteliti ternyata hampir 20 persen mengalami masalah kesehatan mental. Sehingga hal ini yang perlu kita sadari, kita fahami, dan kita deteksi secara dini,” kata Sandiaga di Jakarta, Kamis.
Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, lanjut dia, erat kaitannya dengan isu kesehatan mental, dimana semenjak pandemi COVID-19, wisata minat khusus wisata kebugaran (wellness tourism) banyak digemari wisatawan utamanya generasi Z yang memperhatikan terhadap isu tersebut.
Kemenparekraf telah mengembangkan desa wisata yang saat ini ada sekitar 6.016 desa wisata yang tergabung dalam Jadesta (Jaringan Desa Wisata) di seluruh Indonesia. Menurutnya, desa wisata sebagai salah satu destinasi wisata kebugaran dapat diisi dengan Sound Healing sebagai daya tarik wisata. Selain yang sedang berjalan yakni pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) kesehatan di Sanur, Bali.
“Tiap daerah di Indonesia memiliki alat musik khasnya masing-masing. Dan ini yang mau coba saya lihat, karena di Rumah Sakit Marzoeki terdapat angklung. Nanti kita sesuaikan dengan desa wisata. Misal di Jawa Barat mungkin dengan angklung, di Sulawesi Utara dengan kolintang, di Jawa Tengah dengan gamelan,” ujar Sandiaga.
Harpist, Actor, Music, Sound, and Frequency BioResonance Practitioner Maya Hasan mengatakan pada dasarnya Indonesia sangat kaya dengan alat musik tradisional. Dan musik ini bukan hanya dapat menjadi tindakan kuratif melainkan juga preventif.
“Dan musik yang disarankan adalah musik instrumentalia sehingga tidak ada memori-memori jelek yang terkait dengan misalnya dengan kata-kata, kejadian dalam hidupnya,” kata Maya.
Maya menambahkan kehadiran musik di institusi kesehatan juga tidak hanya untuk menolong pasien tapi juga para tenaga kesehatan, dimana level stres mereka bisa menurun dan mereka bisa lebih optimal dalam bekerja.
“Bahkan dengan musik bisa menurunkan kadar anastesi yang digunakan. Jadi untuk pasien-pasien lansia kalau perlu ada operasi bisa memudahkan minimum anastesi jadi mengurangi toksin-toksin yang masuk ke dalam tubuh,” katanya.