Oleh: Hasyim Arsal Alhabsi
Direktur Dehills Institute
KABARINDO, JAKARTA - Dalam demokrasi Indonesia, pemilihan langsung sering dianggap sebagai simbol kedaulatan rakyat. Namun, jika ditelaah lebih mendalam, mekanisme pemilihan kepala daerah melalui DPRD memiliki landasan filosofis yang kuat, khususnya dalam bingkai Pancasila. Ini bukan kemunduran, melainkan upaya penyempurnaan praktik demokrasi yang lebih sesuai dengan nilai luhur bangsa.
1. Pemilihan Langsung: Amanah Rakyat Melalui Wakilnya
Sistem pemilu tetap memberikan ruang bagi rakyat untuk memilih wakil-wakilnya di DPRD. Wakil rakyat yang terpilih adalah representasi dari kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat. Dengan demikian, mekanisme pemilihan kepala daerah melalui DPRD adalah upaya menyalurkan amanah rakyat kepada para wakil yang bertanggung jawab untuk memilih pemimpin terbaik bagi daerah.
Prinsip ini sejalan dengan Sila Keempat Pancasila, yakni:
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.”
Sila ini menegaskan bahwa pemilihan pemimpin harus didasarkan pada musyawarah dan pertimbangan matang, bukan sekadar popularitas. Proses di DPRD menciptakan forum terstruktur di mana pemimpin dipilih berdasarkan kapasitas, integritas, dan pemahaman terhadap kebutuhan daerah.
2. Amanah Kepemimpinan Adalah Tanggung Jawab Berat
Kepemimpinan adalah amanah besar yang harus diemban dengan hati-hati. Satu kesalahan dalam kepemimpinan dapat berdampak fatal bagi kehidupan masyarakat. Karena itu, tanggung jawab memilih pemimpin harus berada di tangan pihak yang memiliki pemahaman mendalam tentang kebutuhan daerah dan rekam jejak calon. Anggota DPRD, sebagai representasi rakyat, memikul amanah untuk menjalankan tugas ini demi kepentingan bersama.
3. Demokrasi yang Seimbang dan Efektif
Demokrasi Pancasila menekankan keseimbangan antara keterlibatan rakyat dan pengambilan keputusan melalui wakil-wakilnya. Mekanisme ini dapat meminimalisir biaya politik tinggi yang kerap merusak esensi demokrasi dan mencegah konflik horizontal yang sering muncul dalam Pilkada langsung. Proses yang lebih terstruktur dan efisien ini akan memungkinkan pemimpin fokus menjalankan tugas dengan baik.
4. Tantangan Biaya Politik Tinggi dalam Pilkada Langsung
Biaya politik dalam Pilkada langsung di Indonesia telah menjadi sorotan utama. Presiden Prabowo Subianto mengakui bahwa sistem Pilkada di Indonesia terlalu mahal, dengan puluhan triliun rupiah dikeluarkan hanya dalam waktu 1-2 hari saat Pilkada . Selain itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebutkan bahwa biaya Pilkada mencapai hampir Rp27 triliun, yang mencakup anggaran untuk KPU, Bawaslu, dan aparat keamanan .
Tingginya biaya ini tidak hanya membebani anggaran negara, tetapi juga mendorong kandidat untuk mencari sumber pendanaan tambahan, yang sering kali berujung pada praktik korupsi. Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat bahwa sejak Pilkada langsung diterapkan pada 2005, sudah 300 kepala daerah di Indonesia menjadi tersangka kasus korupsi . Selain itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan bahwa dalam Pilkada Serentak 2024, sedikitnya 138 kandidat diduga terkait kasus korupsi .
5. Peran Negara dan Partai Politik
Jika mekanisme pemilihan kepala daerah melalui DPRD disepakati menjadi konsensus, rakyat memiliki kewajiban untuk lebih berhati-hati dalam memilih wakil-wakilnya di DPRD. Negara harus aktif mendidik masyarakat agar lebih bijak dalam menentukan pilihan. Selain itu, partai politik memiliki tanggung jawab besar untuk menyiapkan kader-kader terbaik, yang memiliki kapasitas dan integritas tinggi, baik untuk menjadi wakil rakyat maupun pemimpin.
Kelak, jika mekanisme ini berlaku hingga pemilihan presiden, partai politik harus mampu melahirkan pemimpin berkualitas yang benar-benar memahami bahwa kekuasaan adalah amanah yang dipertanggungjawabkan kepada rakyat dan Tuhan.
Pada akhirnya, demokrasi bukan hanya soal suara mayoritas, melainkan bagaimana menghasilkan pemimpin yang amanah dan berkomitmen melayani rakyat. Pemilihan kepala daerah melalui DPRD adalah bentuk penerapan musyawarah dan tanggung jawab yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, terutama Sila Keempat.