Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

Beranda > Berita Utama > Menghina Orang Lain, Menghina Diri Sendiri

Menghina Orang Lain, Menghina Diri Sendiri

Berita Utama | Sabtu, 25 Januari 2025 | 20:36 WIB
Editor : Anton CH

BAGIKAN :
Menghina Orang Lain, Menghina Diri Sendiri

Oleh : Hasyim Arsal Alhabsi, Direktur Dehills Institute

Dalam perjalanan sejarah manusia, penghinaan terhadap agama, ras, atau suku bangsa telah melahirkan luka yang mendalam. Kata-kata yang ditujukan untuk melecehkan ini bukan hanya mencederai individu atau kelompok, tetapi juga mencerminkan kekosongan jiwa sang penghina. Sesungguhnya, penghinaan terhadap sesuatu yang seseorang tidak mampu memilih—agama yang diwariskan, ras yang ditakdirkan, dan suku yang ditetapkan—adalah penghinaan yang paling rendah, karena itu adalah celaan terhadap ciptaan Tuhan.

Kehormatan Ciptaan Tuhan

Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

“Wahai manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat: 13).

Ayat ini adalah deklarasi abadi bahwa keragaman adalah anugerah, bukan alasan untuk saling merendahkan. Tuhan menciptakan perbedaan bukan untuk menjadi bahan celaan, tetapi untuk menciptakan harmoni di antara manusia. Menghina suku, agama, atau ras seseorang berarti menghina kebijaksanaan Sang Pencipta yang telah merancang keberagaman ini dengan penuh kesempurnaan.

Penghinaan adalah Cerminan Jiwa yang Rusak

Dalam kitab Mazmur 14:1 disebutkan:

“Orang bebal berkata dalam hatinya: Tidak ada Allah. Mereka rusak, perbuatannya keji, tidak ada yang berbuat baik.”

Orang yang menghina agama, suku, atau ras seringkali lupa bahwa mereka sedang mempertontonkan kebodohan spiritual mereka sendiri. Kebencian adalah cerminan jiwa yang terputus dari sumber cinta dan kasih sayang ilahi. Penghina seperti ini bukan hanya gagal memahami kemuliaan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, tetapi juga menodai nilai-nilai universal tentang penghormatan terhadap kehidupan.

Penghinaan terhadap yang Tak Terpilih

Seseorang tidak pernah memilih di mana ia dilahirkan, ras apa yang akan mengalir dalam darahnya, atau suku apa yang akan menjadi bagian dari identitasnya. Bahkan agama yang pertama kali dikenalnya adalah bagian dari kehendak lingkungan dan takdir. Maka menghina elemen-elemen ini berarti merendahkan sesuatu yang tidak bisa diubah oleh manusia. Rasulullah Muhammad SAW bersabda:

“Bukanlah dari golongan kami orang yang menyeru kepada fanatisme kesukuan, bukanlah dari golongan kami orang yang berperang karena fanatisme kesukuan, dan bukanlah dari golongan kami orang yang mati karena fanatisme kesukuan.” (HR. Abu Dawud).

Hadis ini mengajarkan bahwa fanatisme yang melahirkan penghinaan adalah penyakit yang merusak kemanusiaan. Penghina hanya membangun tembok kebencian yang memisahkan manusia dari cinta kasih universal.

Hinaan Adalah Refleksi Kekurangan

Dalam Bhagavad Gita, terdapat ajaran yang menyentuh tentang kesetaraan:

“Ia yang melihat Tuhan dalam semua makhluk hidup, dan semua makhluk hidup dalam Tuhan, sesungguhnya tidak pernah membenci siapa pun.” (Bhagavad Gita 6:29).

Menghina orang lain karena perbedaan ras, agama, atau suku hanya menunjukkan betapa kecilnya pemahaman sang penghina tentang cinta ilahi. Jika seseorang memahami bahwa Tuhan hadir dalam setiap manusia, penghinaan menjadi mustahil. Sebaliknya, penghormatan akan menjadi satu-satunya jalan yang ditempuh.

Penghinaan Sebagai Hinaan Diri Sendiri

Ketika seseorang menghina agama, suku, atau ras, ia sebenarnya sedang menghina dirinya sendiri. Dalam Islam, manusia disebut sebagai khalifah fil ardhi—wakil Allah di bumi. Setiap penghinaan terhadap ciptaan Tuhan, termasuk manusia, adalah penghinaan terhadap amanah ilahi yang dititipkan kepada manusia.

Dalam Injil, Yesus berkata:

“Apa yang kamu kehendaki supaya orang lain perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.” (Matius 7:12).

Hinaan adalah manifestasi dari jiwa yang belum mencintai dirinya sendiri. Sebab, jika seseorang benar-benar mencintai dirinya, ia akan melihat cerminan kebaikan dalam sesama.

Pencerahan dan Jalan Keluar

Ajaran kitab-kitab suci memberikan pencerahan bagi manusia untuk keluar dari gelapnya kebencian. Setiap penghinaan harus dijawab dengan kasih sayang, bukan kebencian. Dalam Al-Qur’an disebutkan:

“Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan cara yang lebih baik; Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.” (QS. Al-Mu’minun: 96).

Cara terbaik untuk mengatasi penghinaan adalah dengan menunjukkan kebesaran hati dan memberikan teladan yang baik. Ini adalah jalan menuju pencerahan—jalan yang menjadikan kita tidak hanya manusia, tetapi juga manusia yang benar-benar memahami misi ilahi di dunia ini.

Merawat Kemuliaan Kemanusiaan

Menghina agama, suku, atau ras adalah tindakan yang memotong kemuliaan manusia itu sendiri. Sebab, dalam penghinaan itu terdapat kebodohan spiritual yang hanya menjauhkan manusia dari cinta ilahi. Sebaliknya, memahami dan merangkul keberagaman adalah cara untuk menjaga kemuliaan manusia sebagai ciptaan Tuhan. Sebab, setiap manusia, bagaimanapun perbedaannya, adalah pantulan keindahan Tuhan yang Maha Esa.


TAGS :
RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER