Maskapai Jetstar Asia akan berhenti beroperasi pada akhir Juli ini. Lebih dari 500 karyawan dan 16 rute regional diperkirakan akan terkena dampak penutupan.
Seperti dilansir dari CNA, pengumuman yang dibuat hari ini, Rabu (11/6/2025), menyebut maskapai tengah berjuang melawat tingginya biaya pemasok bahan bakar, biaya bandara, dan meningkatnya persaingan di kawasan tersebut.
Ini menandai berakhirnya kiprah Jetsar Asia setelah lebih dari 2 dekade hadir sebagai maskapai berbiaya murah yang berbasis di Singapura. Penutupan anak usaha Qantas Group ini pun diperkirakan akan memengaruhi daya tarik maskapai berbiaya rendah.
Editor transportasi udara Asia untuk publikasi penerbangan FlightGlobal, Alfred Chua, mengatakan masalah yang telah melanda Jetstar Asia juga akan dirasakan oleh maskapai berbiaya rendah lain yang beroperasi di Bandara Changi.
Menurutnya, bahwa tingkat biaya bandara yang dihadapi Jetstar Asia, dan ketersediaan slot operasi yang disetujui bandara, akan dirasakan oleh maskapai berbiaya rendah (LCC) lainnya.
“Biaya adalah salah satu masalah, tetapi ketersediaan slot juga menjadi tantangan bagi LCC asing yang kecil. Biaya tambahan, potensi kurangnya slot yang menarik dan konektivitas, tidak akan menguntungkan bagi LCC yang lebih kecil,” tuturnya.
Dia melanjutkan, meskipun Changi masih merupakan bandara yang menarik bagi operator, hal itu tidak selalu menguntungkan bagi operator berbiaya rendah.
Menurut Chua, Jetstar Asia adalah satu-satunya operator internasional yang beroperasi di kota-kota lapis kedua. Jaringan Jetstar Asia mencakup beberapa kota utama di Asia Tenggara seperti Kuala Lumpur, Jakarta, dan Bangkok, tetapi juga terbang ke kota-kota lapis kedua atau ketiga seperti Wuxi, Broome, Labuan Bajo, dan Okinawa.
“Keluarnya mereka akan berarti beberapa titik ini akan ditinggalkan tanpa hubungan langsung ke Singapura. Ini pada gilirannya memengaruhi rencana Changi untuk pengembangannya,” katanya.
Soucre: AFP