Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

-advertising-

Beranda > Berita Utama > Kuota Perempuan 30% di Sejumlah Parpol Belum Banyak yang Dipenuhi

Kuota Perempuan 30% di Sejumlah Parpol Belum Banyak yang Dipenuhi

Berita Utama | Jumat, 9 Februari 2024 | 14:54 WIB
Editor : Hauri Yan

BAGIKAN :
Kuota Perempuan 30% di Sejumlah Parpol Belum Banyak yang Dipenuhi

KABARINDO, JAKARTA -- Khoirunnisa Nur Agustyati, Direktur Eksekutif Perludem mengatakan, saat ini masih banyak partai politik (parpol) yang belum mampu memenuhi kuota 30% perempuan sebagaimana telah ditetapkan dalam aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Menurut Ninis, panggilan akrabnya, keterwakilan perempuan di parpol belum memenuhi kuota karena partai politik belum membentuk sistem kaderisasi perempuan secara lebih massif.

"Tujuannya untuk meningkatkan kuantitas serta kualitas perempuan dalam kancah politik," kata Ninis, Jumat (9/2/2024). Padahal, lanjut Ninis, parpol punya peran yang besar dalam membangun bangsa dan negara.

"Kalau bicara kualitas, perempuan dan laki-laki harusnya disamakan. Setiap parpol kan punya sayap-sayap perempuan yang menjadi kanal untuk merekrut perempuan dan meningkatkan kualitas perempuan,” bebernya.

Ninis menyampaikan banyak faktor mengapa keterwakilan perempuan dalam Pemilu 2024 masih tergolong minim. Salah satunya, kurangnya persiapan dan pendampingan dari partai politik kepada perempuan yang ingin berkiprah di kancah politik.

Perempuan-perempuan yang terjun ke politik melalui jalur calon legislatif kerap mendapat diskriminasi dari partainya sendiri. Bahkan caleg-caleg perempuan kerap harus berjuang sendiri tanpa pendampingan dari partai agar bisa lolos ke parlemen.

“Perempuan yang telah masuk ke kancah politik itu benar-benar harus berjuang sendiri. Tidak ada pendampingan. Sebagai contoh saat kampanye, mereka harus berkampanye sendiri. Tak ada pendampingan bagaimana seharusnya berkampanye yang baik sesuai perspektif perempuan,” ujarnya.

Tak hanya itu, Ninis juga menyoroti beberapa hambatan yang kerap dihadapi perempuan saat akan masuk ke dunia politik. Mulai dari budaya patriarki, regulasi, hingga pandangan-pandangan bernuansa keagamaan yang melahirkan stereotip untuk tidak memilih pemimpin perempuan.

“Hambatan perempuan untuk masuk ke politik ini borden-nya masih banyak. Ada dari segi patriarki, regulasi, dan pandangan-pandangan stereotip yang muncul. Sehingga perempuan masih termarjinalkan padahal dari sisi jumlah penduduk kita nyaris sama,” ujarnya. Red dari berbagai sumber

 


TAGS :
RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER