KABARINDO, JAKARTA -- Penilaian indeks kualitas program siaran TV (IKPSTV) yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama 12 Perguruan tinggi dapat dijadikan referensi bagi lembaga penyiaran TV dalam meningkatkan kualitas tayangan selain pemeringkatan yang dilakukan lembaga survey Nielsen. Program IKPSTV yang berjalan secara periodik ini mengutamakan kualitas siaran ketimbang pengukuran jumlah pemirsa atau kuantitas.
"Indeks kualitas program siaran televisi merupakan program prioritas nasional sejak 2015 yang bertujuan melihat kualitas isi siaran pada stasiun televisi jaringan nasional. Indeks ini dilakukan agar menjadi referensi lembaga penyiaran televisi dalam meningkatkan kualitas tayangan sehingga tidak hanya terpaku pada rating Nielsen,” kata Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, saat membuka acara Refleksi dan Rekomendasi Hasil IKPSTV Periode II KPI, di Universitas Mercu Buana (UMB), pekan lalu.
Sepanjang tahun 2023, KPI melakukan dua kali program IKPSTV. Ada 8 kategori program acara yang dinilai yakni kategori sinteron, infotainment, wisata budaya, variety show, religi, anak, berita dan talkshow. Penilaian perkategori dilakukan oleh para ahli dengan berbagai latar belakang bidang. Hasil penilaian di dua periode itu telah disampaikan KPI,
“Kami sangat berharap mendapat masukan pakar komunikasi dari ISKI (Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia) terkait hasil indeks yang telah dikeluarkan,” tambah Ubaidillah sekaligus menyatakan jika nilai indeks dari masing-masing kategori program siaran memiliki muatan strategis bagi para pemangku kepentingan, salah satunya bagi kalangan akademisi.
Sementara itu, Koordinator IKPSTV KPI yang juga Anggota KPI Pusat, Amin Shabana mengatakan, pemeringkatan bersifat kualitatif yang dikeluarkan oleh perusahaan survei media, Nielsen, saat ini menjadi referensi bagi industri penyiaran Indonesia. Sementara IKPSTV menentukan peringkat suatu program televisi dengan memperhatikan aspek kualitas dari tayangan tersebut.
"Kalau lembaga pemeringkatan Nielsen menggunakan popularitas, maka KPI mencoba untuk melihat dari aspek kualitas sehingga Indeks Kualitas Program Siaran yang dilakukan bisa menjadi penyeimbang bagi indeks pemeringkatan yang dilakukan oleh lembaga Nielsen," kata Amin dalam kesempatan yang sama.
Pengukuran IKPSTV diikuti oleh 96 responden terdiri atas 51 persen responden perempuan dan 49 responden laki-laki. Dengan menggandeng 12 perguruan tinggi yang ada di Indonesia membuat pengukuran indeks itu diikuti oleh lulusan perguruan tinggi terkait.
Dia juga menyebutkan, saat mengukur peringkat program televisi yang populer dengan metode IKSPTV, ditemukan bahwa tidak semua program populer merupakan program berkualitas. "Sinetron dan infotainment yang secara popularitas, secara rating kualitatif selalu menempati 10 peringkat terbesar, ternyata justru melalui indeks kualitas siaran televisi dianggap masih belum berkualitas," ujar Amin.
Selain sebagai referensi alternatif, terang Amin, IKPSTV juga menjadi upaya membangun mekanisme pemeringkatan program televisi Indonesia yang lebih sehat dan demokratis di mana tidak dimonopoli oleh satu lembaga pemeringkatan tertentu. Menurutnya, mekanisme pemeringkatan program televisi oleh beberapa lembaga telah diterapkan di sejumlah negara.
Di samping itu, stasiun televisi didorong untuk meningkatkan kualitas program-program yang ditayangkan mengingat saat ini penonton televisi mengalami tren penurunan karena penggunaan media sosial yang masif di kalangan masyarakat.
"Ketika kita ingin bertarung dengan konten media sosial, maka teman-teman penyiaran juga harus meningkatkan (kualitas) kontennya. Jadi konten harus dilawan dengan konten," papar Amin.
Setelah sambutan tersebut, rangkaian acara dilanjutkan paparan para narasumber antara lain dari Akademisi ISKI Pusat, Endah Murwani. Dia menyampaikan pandangannya terkait hasil riset indeks kualitas program televisi infotainment. Kemudian, paparan dilanjutkan Ilham Gemiharto dariUniversitas Padjajaran mengenai sinetron.
Praktisi penyiaran yang juga merupakan pengurus ISKI Pusat Nugroho Agung Prasetyo (NET TV) menyampaikan pandangan tentang hasil riset indeks kualitas program variety show. “Hadirnya riset indeks kualitas program televisi tentu cukup baik sebagai penyeimbang dari sisi parameter kuantitatif yang selama ini ada. NET TV merupakan salah satu lembaga penyiaran yang peduli terhadap kualitas konten untuk pemirsanya dengan value positifnya yang menghibur,” katanya.
Agung juga mendorong para kreator variety show untuk lebih mengutamakan program tersebut menjadi acuan yang dapat menginspirasi masyarakat. “Bukan hanya sekedar menghibur dengan canda dan musiknya, tapi juga menghadirkan perbincangan hangat yang menghibur sekaligus menggali informasi bintang tamunya agar dapat menjadi inspirasi publik,” katanya.
Setelahnnya, praktisi pemberitaan Yogi Arief Nugraha dari Kompas TV juga memberikan masukan terhadap indeks kualitas program pemberitaan di televisi yang disusul oleh Irwan Setyawan (Direktur Jawapos TV 2015-2020).
Sejumlah akademisi lain juga menghadirkan pandangan terkait hasil riset indeks kualitas program televisi, antara lainRustono Farady Marta dari USNI untuk kualitas program anak. Dilanjutkan, Devie Rahmawati dari Universitas Indonesia untuk program wisata budaya serta Trie Damayanti dari Universitas Padjajaran untuk program talkshow.
Di awal acara, dilakukan penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) antara KPI Pusat dengan ISKI, KPI Pusat dengan UMB dan IKSI dengan UMB. Red dari KPI Pusat