Oleh: Buyung Wijaya Kusuma
KABARINDO, JAKARTA - Ketahanan pangan bukan hanya masalah penyediaan makanan, tetapi juga isu kemanusiaan yang menyentuh berbagai aspek kehidupan. Dengan meningkatkan ketahanan pangan, kita tidak hanya memberikan makanan kepada seseorang, tetapi juga memperkuat hak asasi manusia dan membangun dunia yang lebih adil dan berkelanjutan.
Dalam konteks ketahanan pangan di Indonesia, proyek pembukaan lahan pertanian di Merauke, Papua Selatan, menjadi salah satu langkah strategis yang diinisiasi oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Proyek ini dilaksanakan bersama pengusaha Haji Andi Syamsuddin Arsyad atau yang populer Haji Isam, yang dikenal sebagai seorang entrepreneur yang memiliki visi untuk meningkatkan kemandirian pangan di tanah air.
Prabowo Subianto, sebagai Menteri Pertahanan dan tokoh politik yang memiliki perhatian besar terhadap ketahanan pangan, melihat pentingnya pengembangan lahan di Papua sebagai solusi untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Dalam proyek ini, Haji Isam berperan sebagai pengusaha utama yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pembukaan lahan serta pengelolaan pertanian di daerah tersebut.
Kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta ini bertujuan untuk memanfaatkan potensi pertanian di Papua sekaligus menanggulangi ketergantungan terhadap impor pangan. Upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat sipil, sangat diperlukan untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan demi kesejahteraan manusia secara keseluruhan.
Jadi layak disorot dalam konteks ini adalah Haji Isam, seorang filantropi yang berkomitmen untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan mendorong ketahanan pangan melalui pembukaan lahan seluas 1 juta hektar di Papua. Dia memiliki pengalaman dalam sektor pertanian dan komitmen terhadap pemberdayaan masyarakat, sehingga menjadikan proyek ini lebih dari sekadar upaya bisnis, tetapi juga sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Pembukaan lahan pertanian di Merauke diharapkan tidak hanya dapat meningkatkan produksi pangan, tetapi juga memberikan dampak positif pada ekonomi lokal. Dengan hadirnya proyek ini, banyak kesempatan kerja baru akan tercipta bagi penduduk setempat. Selain itu, melalui pelatihan dan peningkatan kapasitas kepada para petani lokal, masyarakat akan diberdayakan untuk menjadi bagian integral dalam proses produksi pertanian.
Haji Isam juga berkomitmen untuk mengimplementasikan praktik pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dengan fokus pada penggunaan teknologi modern, proyek ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas pertanian, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat.
Meskipun proyek ini menjanjikan banyak manfaat, tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat tantangan yang harus dihadapi. Sosialisasi dengan masyarakat lokal, masalah infrastruktur, dan dampak lingkungan menjadi beberapa hal yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat dan keberlanjutan proyek sangat penting untuk memastikan keberhasilan inisiatif ini.
Di tengah tantangan tersebut, harapan untuk menciptakan kemandirian pangan di Indonesia melalui proyek pembukaan lahan di Merauke tetap optimis. Dengan dukungan dari pemerintah dan pengusaha pribumi seperti Haji Isam, proyek ini diharapkan mampu menjadi model bagi pengembangan pertanian di daerah lainnya, serta berkontribusi pada cita-cita swasembada pangan nasional.
Pangan dari Masa ke Masa
Sejarah mencatat pembukaan lahan pertanian untuk mengatasi ketergantungan impor beras di Indonesia sudah dimulai sejak Indonesia merdeka di era Presiden Soekarno hingga usia kemerdekaan mencapai 79 tahun di akhir pemerintahan Presiden Jokowi. Ketergantungan Indonesia terhadap impor beras telah menjadi isu yang panjang dan kompleks, yang berkaitan dengan kondisi geografis, demografi, serta kebijakan pemerintah sepanjang sejarah.
Dari era Presiden pertama, Soekarno, hingga era Presiden Jokowi, upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan melalui pembukaan lahan pertanian terus dilakukan sebagai solusi untuk mengurangi ketergantungan tersebut.
Era Soekarno (1945-1967)
Di bawah kepemimpinan Soekarno, Indonesia berfokus pada pembangunan nasional yang mencakup sektor pertanian sebagai salah satu pilar utama. Meskipun Indonesia kaya akan sumber daya alam, masih ada tantangan besar dalam hal produksi pangan, terutama beras. Soekarno meluncurkan program-program pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, termasuk pembukaan lahan baru di berbagai daerah, seperti di pulau Jawa dan Sumatera. Namun, karena berbagai faktor, termasuk bencana alam dan buruknya infrastruktur, ketergantungan terhadap impornya tetap ada.
Era Orde Baru (1966-1998)
Di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, program-program pertanian mendapat perhatian serius. Program Smiling Revolution yang diluncurkan pada tahun 1970-an dan strategi peningkatan produksi beras melalui Intensifikasi Pertanian, termasuk penggunaan varietas unggul, pupuk, dan teknik pertanian modern, mulai diperkenalkan.
Pemerintah juga melakukan pembukaan lahan pertanian baru, terutama di daerah-daerah yang belum terolah, seperti di Kalimantan dan Sulawesi. Pada era ini, Indonesia sukses mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Namun, pada akhir masa Orde Baru, borohikannya infrastruktur dan pengelolaan yang buruk menyebabkan ketergantungan kembali meningkat.
Era Reformasi (1998-2014)
Setelah jatuhnya Orde Baru, Indonesia mengalami perubahan signifikan dalam kebijakan pertanian. Masa reformasi menandai transisi dalam pendekatan terhadap pertanian, dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. Meskipun berupaya untuk mengurangi ketergantungan beras, berbagai faktor seperti krisis ekonomi 1998 dan perubahan iklim telah memengaruhi keberhasilan upaya tersebut. Pemerintah, melalui berbagai kebijakan, berusaha membangun kembali kepercayaan petani dan meningkatkan produktivitas melalui pembukaan lahan baru di daerah terpencil.
Era Jokowi (2014-sekarang)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menekankan pentingnya ketahanan pangan sebagai salah satu prioritas utama dalam agenda nasional. Dalam upaya untuk mengatasi ketergantungan impor beras, program pembukaan lahan pertanian terus dilanjutkan, dengan fokus pada peningkatan produksi pangan secara berkelanjutan. Jokowi meluncurkan program “Food for Security” yang mencakup pembukaan lahan pertanian di Papua, Kalimantan, dan wilayah lainnya. Selain itu, pemerintah juga berupaya meningkatkan infrastruktur pertanian, seperti irigasi dan akses pasar, untuk memastikan petani memiliki dukungan yang diperlukan untuk meningkatkan hasil panen mereka.
Di era Jokowi, teknologi juga mulai dimanfaatkan dalam pertanian. Penerapan teknologi pertanian modern, seperti drone dan sistem pertanian terpadu, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Meskipun masih menghadapi tantangan, upaya untuk mencapai swasembada beras terus dilakukan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah dan petani.
Pangan dan Kemanusiaan
Hubungan antara ketahanan pangan dan kemanusiaan sangat erat dan kompleks. Ketahanan pangan merujuk pada kondisi di mana semua orang memiliki akses yang cukup, aman, dan bergizi akan makanan pada setiap waktu, untuk menjalani hidup yang aktif dan sehat. Sementara itu, kemanusiaan mencakup nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang menekankan perlunya memperhatikan kesejahteraan manusia secara keseluruhan.
Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Tanpa akses terhadap makanan yang cukup dan bergizi, individu tidak dapat menjalani kehidupan yang sehat dan produktif.
Ketahanan pangan memastikan bahwa kebutuhan nutrisi terpenuhi, yang pada gilirannya mendukung kesehatan fisik dan mental.
Ketahanan pangan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi. Dengan memastikan bahwa masyarakat memiliki akses terhadap pangan, mereka dapat berpartisipasi lebih aktif dalam kegiatan ekonomi, meningkatkan produktivitas, dan mengurangi kemiskinan. Kesejahteraan ekonomi ini, pada akhirnya, berkontribusi pada stabilitas sosial dan kemanusiaan yang lebih luas.
Ketidakstabilan dalam ketahanan pangan sering kali menjadi salah satu pemicu utama konflik sosial dan politik. Ketika akses terhadap makanan hilang atau tidak merata, dapat muncul ketegangan antar kelompok masyarakat, yang berujung pada kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan juga berfungsi sebagai langkah pencegahan konflik.
Ketahanan pangan juga terkait dengan keadilan sosial. Ketidaksetaraan dalam akses makanan sering kali mencerminkan kesenjangan sosial yang lebih besar. Memastikan ketahanan pangan berarti juga mengupayakan keadilan bagi semua kelompok masyarakat, terutama mereka yang paling rentan, seperti anak-anak, wanita, dan komunitas marginal.
Haji Isam bukan hanya seorang pengusaha; ia bisa juga disebut pahlawan kemanusiaan yang berkontribusi nyata dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya di Papua melalui pengembangan pertanian. Dengan membuka lahan seluas sejuta hektar, Dia tidak hanya memastikan ketersediaan pangan, tetapi juga memberdayakan masyarakat lokal, menjunjung prinsip keberlanjutan, dan berkomitmen pada pembangunan yang inklusif.
Pembukaan lahan 1 juta hektar yang digagas Presiden RI terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto, menunjukkan bahwa melalui kolaborasi antara sektor swasta dan masyarakat, keberhasilan dalam menciptakan ketahanan pangan dan kesejahteraan dapat diwujudkan. Sebagai contoh inspiratif, Haji Isam telah membuktikan bahwa bisnis yang berorientasi pada kemanusiaan dapat menjadi pilar penting dalam pembangunan bangsa.
Melalui proyek pembukaan lahan pertanian yang diinisiasi oleh Prabowo Subianto dan dikerjakan oleh pengusaha Haji Isam di Merauke tidak hanya berfokus pada peningkatan produksi pangan, tetapi juga pada pemberdayaan masyarakat dan pengembangan ekonomi lokal. Dengan meleburkan sektor pertanian yang produktif, diharapkan inisiatif ini akan membawa perubahan positif bagi masyarakat di Papua dan membantu mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor pangan. Akhirnya, keberhasilan proyek ini akan sangat bergantung pada kerjasama yang baik antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat setempat dalam mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Kita membutuhkan lebih dari satu pengusaha pribumi atau filantropi seperti Haji Isam, yang peduli peningkatan taraf hidup masyarakat dan mendorong ketahanan pangan negara.
.Buyung Wijaya Kusuma, Wartawan Senior