KABARINDO, JAKARTA - Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (UI), Cholil Nafis menjadi saksi ahli fiqh dalam judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) soal pernikahan beda agama. Cholil menegaskan, bahwa pernikahan beda agama adalah haram.
“Saya tegaskan para ulama di organisasi Islam Indonesia sepakat bahwa pernikahan beda agama tidak sah dan haram," kata Cholil dikutip dalam laman resmi MUI Digital, Senin(26/9/2022).
Pria yang menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Daerah (MUI) Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah mengatakan berdasarkan UU 39/1999 tentang HAM pasal 10 menjelaskan bahwa perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
UU tersebut, lanjut Kiai Cholil, menjelaskan bahwa sahnya perkawinan apabila sesuai dengan hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Hal ini pun juga dipertegas dalam UU 1/1974 Tentang Perkawinan pasal 2 ayat 1 bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu.
“Menunjukkan perkawinan dinyatakan sah manakala ditetapkan berdasarkan hukum agama yang dipeluknya," kata dia.
Kemudian, dalam kompilasi hukum Islam (KHI) pasal 4 dikatakan, perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai UU 1/1974 pasal 40. Selain itu, pasal tersebut juga melarang adanya perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu; seorang wanita yang tidak beragama Islam.
Selanjutnya, Kiai Cholil menyampaikan, dalam Quran Surah Al-Mumtahah ayat 10, Allah SWT menjelaskan bahwa haram hukumnya seorang Muslim menikah dengan orang kafir.
"Al-Mumtahah ayat 10 ketika perempuan yang datang dari musyrik Mekkah dikecualikan jika setelah diuji ternyata ia beriman kepada Allah. Maka tidak boleh dikembalikan kepada musyrikan Mekkah. Sebab, mukmin tidak halal menikah dengan wanita kafir dan muslimah tidak halal dinikahi laki-laki kafir,”ujar dia.
Selain itu, MUI, NU dan Muhammadiyah, kata Cholil telah menetapkan fatwa terkait hukum pernikahan beda agama. Ketiganya menetapkan bahwa pernikahan beda agama haram dan tidak sah.
Bahkan para ulama juga telah sepakat bahwa pernikahan beda agama antara pasangan laki-laki Muslim maupun perempuan Muslimah dengan orang musyrik atau musyrikah hukumnya tidak sah dan haram.
“Begitu juga pernikahan perempuan Muslimah dengan musyrik, kafir atau kitabi hukumnya tidak sah dan haram," tutur dia.
"Namun ulama kontemporer, khususnya ulama-ulama yang tergabung di Ormas Islam di Indonesia sepakat hukum nikah beda agama secara mutlah tidak sah dan haram," pungkasnya. Foto: Dok. MUI