Di tengah upaya melawan pandemi global Covid-19, kasus gagal ginjal misterius merenggut banyak nyawa anak di Indonesia. Kasus gangguan ginjal akut yang terjadi di 28 provinsi di Indonesia ini umumnya menimpa usia balita.
Setidaknya hingga 1 November 2022 ditemukan 325 kasus, 195 kasus di antaranya meninggal dunia. Adapun peningkatan kasus terjadi sejak Agustus 2022 (biasanya 1-2 kasus per bulan). Frekuensi kenaikan tersebut dianggap tidak wajar.
Gagal ginjal akut terjadi karena penurunan fungsi ginjal secara mendadak yang mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal mempertahankan fungsinya. Ditandai intensitas buang air kecil (BAK) yang menurun drastis. Ginjal yang berfungsi mengeluarkan hasil metabolisme bekerja kurang sempurna.
Gagal ginjal berarti ginjal tidak bisa mengeluarkan urine. Kondisi yang berat apabila tubuh seseorang tidak mengeluarkan urine. Karena itu, gagal ginjal harus ditangani agar tubuh tidak menyimpan barang berbahaya dalam tubuh.
Dalam seminar kesehatan “Gagal Ginjal Akut pada Anak”, Minggu (20/11/2022), di Pamulang, Tangerang Selatan, dr Tania Nilamsari, SpA, dokter Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Bunda Ciputat, Tangerang Selatan, mengingatkan bahwa begitu vital fungsi ginjal dalam tubuh. Sudah seharusnya seseorang senantiasa menjaga kesehatan ginjal dengan cara memastikan tubuh cukup cairan; mencegah infeksi saluran kemih; rutin memeriksa urine karena mencerminkan kondisi ginjal (apakah jernih, ataukah berwarna); dan mesti dicermati, umumnya dalam sehari BAK anak-anak berkisar 5-6 kali.
Seminar yang diadakan di Mushala Sutera Mansion, Jalan Inpres, Benda Baru, Pamulang, Tangerang Selatan, itu merupakan kerja sama antara pengurus lingkungan Kluster Sutera Mansion, Pamulang, dan RSIA Bunda Ciputat, Tangerang Selatan.
Dokter Tania mengatakan, kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) yang terjadi di Indonesia merupakan kondisi klinis yang memiliki konsekuensi berat. Peningkatan kasus ini terjadi sejak Agustus 2022. Pada beberapa penelitian terdahulu, dipaparkan bahwa kondisi klinis seperti diare dengan dehidrasi, sepsis, syok meningkatkan risiko terkena GGA.
Ia menambahkan, GGAPA umumnya menyerang anak usia 6 bulan-18 tahun. Didominasi usia 1-5 tahun. Penyebab tunggal belum diketahui. Kadang diperlukan cuci darah. “Kondisi anak sehat sebelumnya, tanpa penyakit penyerta. Ini juga tidak berhubungan dengan Covid-19. Angka kematiannya cukup tinggi (penurunan kesadaran sampai koma),” ujar Tania.
Dalam seminar yang diikuti ratusan warga Sutera Mansion itu, dokter Tania mengingatkan bahwa penanganan terhadap penyakit GGAPA di antaranya segera membawanya ke fasilitas kesehatan apabila BAK berkurang. Hal ini untuk dicari penyebabnya. Perlu juga dipastikan kecukupan cairan, elektrolit, dan asam basa. Nutrisi juga harus dipenuhi. Obat-obatan juga harus disiapkan. Saat ini sudah tersedia antidotum (obat penawar), Fomepizole.
Dilaporkan, 10 dari 11 pasien GGAPA berangsur membaik kondisinya setelah diberikan antidotum ini.
Lukman Hakim, Ketua RT 008/009 Kluster Sutera Mansion, mengatakan, seminar kesehatan di dalam lingkungan perumahan ini sebagai upaya agar semua warga memiliki pemahaman yang baik dan komprehensif soal gangguan ginjal akut, langsung dari ahlinya dan dari institusi yang kredibel.
“Apalagi menyangkut nyawa anak-anak, kita sebagai orangtua harus siaga dan waspada. Informasi dari internet ataupun media massa belum tentu valid dan mudah dipahami. Dengan seminar interaktif yang diadakan di dekat rumah, hanya dengan jalan kaki beberapa langkah, semua warga bisa memiliki pemahaman soal penyakit ini, langsung bisa bertanya kepada ahlinya, dan tentunya akan bisa menjaga kesehatan keluarga dengan lebih baik dan benar,” ujar Lukman.