JAKARTA, Kabarindo.com : Ramah, murah senyum dan sangat bersahabat inilah kesan yang nampak pada diri seorang Akim, wanita pengusaha besi yang sukses berkat keuletan dan kerja kerasnya selama sejak masa kanak-kanak dari kota Solo hingga merantau ke Kota Jakarta merajut mimpi memperbaiki kehidupannya.
Kesuksesan yang diraih saat ini boleh dibilang merupakan perjuangannya yang tanpa lelah dan penuh kesabaran. Cobaan demi cobaan dan derai air mata telah dirasakan hingga akhirnya Tuhan Yang Maha Esa, memalui kasih sayangNya mengangkat derajatnya menjadi seorang penguasah besi yang sukses hingga saat ini.
Kini, wanita bernama panjang Akim Oei yang dikenal sangat pengasih dengan sesamanya ini, pada 6 Maret 2021 telah memasuki usia setengah abad (50 tahun) dan ia sangat mensyukuri apa yang telah Tuhan beri kepadanya selama ini.
Sebagai rasa syukurnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, Akim demikian sapaan akrabnya menyelenggarakan pesta ulang tahun yang ke-50 tahunnya di Golden Leaf Restourant, Kepala Gading, Sabtu malam (6/3/2021).
Gelaran yang yang dilaksanakan pukul 6 sore tersebuut dihadiri tidak hanya sanak keluarga dan karyawannya, namun juga sahabat, rekan bisnis hingga sahabat media yang dekat dengannya.
“Di usia setengah abad ini, Aku berharap Tuhan selalu menjaga dan menuntunku dalam langkah-langkah hidupku bersama anak-anak, cucu, keluarga, karyawan dan seluruh sahabat-sahabatku,” paparnya kepada Kabarindo.com sebelum gelaran acara dimulai.
Akim yang dikarunia 2 oarng anak (Tasya dan Vania), dan memiliki 12 anak asuh ini dengan mata binarnya mengungkapkan bahwa ia yang terlahir di kota Solo berasal dari keluarga yang tidak mampu dalam perekonomian.
Seperti dilansir dari Kirani.id, wanita bernama panjang Akim Oei dan merupakan anak bungsu dari 8 bersaudara ini telah merasakan getirnya himpitan ekonomi sejak ia lahir di kota Solo, Jawa Tengah. Bahkan sang ayah yang merasa semakin berat menafkahi keluarga berniat menyerahkan bayi mungilnya pada seorang pengayuh becak.
Namun sang ibu tidak rela dan bertekad merawat semua buah hati di tengah himpitan ekonomi. Akim Oei kecil pun lebih banyak menghabiskan waktu membantu orang tuanya saat duduk di kelas 3 SD diajakan ke teman-teman sekolahnya.
Kesedihan Akim semakin mendalam, pada dirinya lulus SD, ibu tercintanya meninggal dunia. Menginjak sekolah SMP, salah satu kakaknya bersedia membiayai Akim Oei untuk melanjutkan sekolah, sekaligus membantu merawat keponakan yang masih bayi. Setelah lulus SMA tahun 1984 saat usianya 17 tahun ia merantau ke Jakarta seorang diri hingga menikah dan karuniai 2 orang putri.
Usia pernikahan akhir kandas, Akim pun membawa 2 orang putrinya tanpa membawa harta benda kecuali pakaian, dua buah hati yang masih kecil dan peralatan sekolah.
Ibu dan anak tersebut tinggal berhimpitan di rumah kontrakan untuk memulai hidup dari nol kembali. Sebagai single parents, bukan hal mudah bagi Akim melewati tantangan yang sempat membuatnya putus asa dan ingin mengakhiri hidup.
Walau sudah bekerja keras, pulang tengah malam sambil menangis ditengah guyuran hujan, ia merasa tak kunjung bisa memberi kehidupan yang layak untuk anak-anaknya.
Saat benar-benar terpuruk Akim Oei pergi ke gereja dan bertemu dengan seseorang yang tak dikenal. Orang itu berkhotbah menyampaikan satu ayat yang berbunyi ‘Apa yang tak pernah dilihat oleh mata, apa yang tak pernah didengar oleh telinga, apa yang tak pernah timbul dalam hati manusia, Tuhan akan berikan semua jika kita mengasihi Dia’.
Akim menangis mendengarnya sebab merasa ayat itu ditujukan untuknya. Lalu ia memperbaiki diri, tiap jam 3 pagi berdoa memohon diberi kehidupan yang lebih layak dan berusaha menjalani hidup dengan benar di jalan Tuhan. Setelah jatuh bangun jualan sembako, tahun 1991 ia mulai berjualan nasi uduk di pinggir.
Suatu hari, seorang pelanggan mencari material tertentu. Ia minta tolong dikenalkan jika ada pelanggan lain yang memiliki material tersebut. Singkat cerita, saya dipertemukan dengan seorang rekan dan mungkin memang sudah jalanNya, tahun 2008 ia mulai terjun di industri besi.
Walau pengetahuan dibidang besi bekas (scrap) sangat minim, namun Akim merasa tertantang ketika ditugaskan untuk mengajukan penawaran ke perusahaan Jepang, Nippon Paint, yang terletak di Dawuan, Cikampek. Di sana banyak scrap yang bisa dijual kembali ke perusahaan peleburan.
D sinilah perjuangannya diuji kembali, beberapa kali proposalnya ditolak karena tidak sesuai dengan standartnya, hingga 3 diperbaiki akhirnya akhirnya proyek scrap 3000 ton bernilai Milyaran Rupiah itu jatuh ke tangannya.
Beberapa bulan kemudian, nasibnya pun berubah dengan keberhasilan proyek pertamanya hingga dirinya diberikan fasilitas mobil. Satu persatu tugas yang diembannya terus meraih kesuksan dengan proposal puluhan Milyar.
Hingga akhirnya pada tahun 2011 ia mendirikan perusahaan sendiri, PT. Asri Jaya Mandiri. Dibantu kedua anaknya kini Akim mengelola 4 perusahaan, salah satunya PT.Berkat San Pilar.
Akim bersyukur hingga saat ini empat perusahaannya dapat berdiri kokoh di tengah pandemi. Sebagai bentuk rasa syukur, setiap bulan ia selalu menyisihkan 10% pendapatannya untuk disumbangkan ke panti asuhan, membangun rumah ibadah lintas agama di beberapa kota, menyekolahkan anak-anak asuh, dan bakti sosial lainnya. Foto : Orie Buchori, Busana Akim : Sonny Muchlison