RONTOK : Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG hari ini ditutup di zona merah pada sesi terakhir perdagangan. IHSG melemah 209,10 poin atau 2,57 persen ke 7.915,66. (FOTO/DOK).
JAKARTA – Aksi pump and dump alias pompom saham kian marak di pasar saham. Sejumlah saham diduga digoreng lewat pemberitaan bombastis. Selain mencatut nama-nama pengusaha besar seperti Happy Hapsoro dan Prajogo Pangestu, dugaan aksi goreng menggoreng saham itu dilakukan dengan menyajikan rumor yang tidak jelas sumbernya.
“Investor harus waspada, praktik pump and dump ini selalu berulang. Salah satunya diduga dengan pemberitaan yang bombastis,”ujar Analis Dupoin Indonesia Lukman Hakeem Jumat (17/10/2025).
Ditengah kondisi pasar yang dinamis, investor khususnya ritel atau pemula harus bijak. Pasar saham masih diliputi ketidakpastian. Hari ini, Jumat (17/10/2025) Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG hari ini ditutup di zona merah pada sesi terakhir perdagangan. IHSG melemah 209,10 poin atau 2,57 persen ke 7.915,66.
Terdapat 135 saham menguat, 617 saham melemah dan 204 saham stagnan. Transaksi perdagangan mencapai Rp28,4 triliun dari 39,3 miliar saham yang diperdagangkan.
Menurut Lukman, selain media sosial, berita-berita bombastis bersifat rumor, spekulasi dan hoax itu kerap disebarkan melalui media. “Praktik seperti ini sudah melanggar UU Pasar Modal. Otoritas bursa harus segera melakukan investigasi,”tegasnya.
Investigasi perlu dilakukan untuk memberikan pembinaan kepada pihak-pihak yang diduga terlibat dalam aksi goreng menggoreng saham. Terlebih literasi investasi masyarakat masih rendah. “Investor pemula jangan sampai malah rugi karena terpengaruh berita-berita bombastis tanpa sumber yang jelas. Mustahil orang-orag diluar emiten tahu lebih dulu dari manajemennya tentang aksi korporasi,”tegas Lukman.
Dugaan praktik pump and dump terjadi pada 2022 silam, saat digitalisasi dan disrupsi dijadikan narasi untuk mengerek saham yang dikait-kaitkan dengan era digitalisasi. Alhasil, banyak saham yang kini justru mengalami koreksi hingga minus 80%. Artinya, investor yang saat itu membeli saham Rp1 juta, saat ini hanya tersisa Rp200 ribu. “Gunakan logika saat berinvestasi. Jika ada berita yang tidak logis jangan langsung percaya. Cari sumber yang valid, jangan FOMO,”saran Lukman.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat masih rendah. Kepala Divisi Layanan Manajemen Strategis dan Koordinasi Regional, Kantor OJK Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek), Andes Novytasary, mengatakan banyak masyarakat yang sudah aktif menggunakan produk keuangan, namun pemahamannya masih minim.
“Tingkat pemahaman masyarakat masih kurang. Tapi dari sisi penggunaan produk keuangan tinggi. Karena perilaku kita itu sebenarnya malas baca,” ujar Andes dalam diskusi bertema “Investasi Ilegal: Ancaman Nyata Bagi Aset dan Masa Depan” di Jakarta, 14 Agustus silam.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025, indeks inklusi keuangan Indonesia telah mencapai 80,51 persen, sedangkan indeks literasi keuangan baru berada di angka 66,46 persen.
Dikutip dari berbagai sumber, bagi investor, terutama investor ritel (individu), pasar modal seringkali menawarkan janji keuntungan besar dalam waktu singkat. Namun, di balik potensi cuan yang menggiurkan, bersembunyi risiko jebakan yang dikenal sebagai saham ‘gorengan’.
Salah satu taktik manipulasi pasar yang paling sering digunakan para pelaku (bandar) adalah dengan menyebarkan informasi atau berita yang menyesatkan (misinformasi) untuk mengerek harga saham tertentu. Investor wajib ekstra waspada terhadap saham yang pergerakannya didorong oleh hype berita, bukan kinerja fundamental perusahaan yang sesungguhnya.
Di Amerika Serikat (AS) FBI telah melihat peningkatan 300% dalam pengaduan korban tentang penipuan saham pump-and-dump pada tahun 2025 dibandingkan dengan tahun 2024, dengan para penipu semakin banyak menggunakan media sosial dan aplikasi perpesanan untuk menargetkan investor ritel.
Investor kehilangan sekitar USD3,7 miliar pada bulan Juli 2025 ketika tujuh saham penny Tiongkok yang tidak dikenal yang terdaftar di Nasdaq anjlok lebih dari 80% setelah promosi media sosial yang agresif.
Saham gorengan adalah saham yang harganya dimanipulasi oleh sekelompok pihak, yang tujuannya menciptakan proyeksi semu dan menyesatkan. Sekelompok pihak ini diduga berupaya membuat harga saham naik signifikan tanpa didukung oleh fundamental perusahaan yang sehat.
Salah satu modus untuk memancing minat investor ritel adalah melalui penyebaran berita atau rumor yang seolah-olah menjanjikan prospek cerah bagi perusahaan. Berita tersebut bisa berupa kabar tak berdasar tentang potensi akuisisi, kerja sama besar, atau penemuan strategis yang akan mendongkrak laba, padahal kenyataannya kinerja dan keuangan perusahaan justru memburuk atau tidak berubah.
Berita manis memicu aksi beli masif oleh investor ritel yang tergiur keuntungan cepat. Aksi beli oleh investor ritel membuat volume transaksi melonjak dan harga saham meroket tajam, menciptakan ilusi saham yang prospektif.
Saat harga sudah mencapai puncak, bandar akan menjual seluruh saham yang mereka miliki (aksi profit taking), meraup keuntungan besar, dan meninggalkan investor ritel yang baru masuk (nyangkut) di harga tertinggi.