Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

-advertising-

Beranda > Gaya hidup > Ibu Pertiwi Di Pucuk Dunia; Dua Perempuan Penakluk

Ibu Pertiwi Di Pucuk Dunia; Dua Perempuan Penakluk

Gaya hidup | Kamis, 29 Maret 2018 | 20:18 WIB
Editor : ARUL Muchsen

BAGIKAN :
Ibu Pertiwi Di Pucuk Dunia; Dua Perempuan Penakluk

Jakarta, Kabarindo- Dari rilis yang diterima redaksi.

Fransiska Dimitri Inkiriwang (24) dan Mathilda Dwi Lestari (24) adalah dua orang perempuan yang sedang dalam misi untuk mengibarkan bendera Merah Putih di puncak tertinggi di dunia, puncak Gunung Everest.

Tergabung dalam tim The Women of Indonesia's Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (WISSEMU), Gunung Everest akan menjadi puncak gunung terakhir dari rangkaian misi mengibarkan bendera Indonesia di tujuh gunung tertinggi di tujuh benua.

Membentang di tengah rangkaian Pegunungan Himalaya, Everest merupakan titik tertinggi yang ada di Bumi. Dengan catatan elevasi 8.848 meter di atas permukaan laut, ketinggian Everest hampir sama dengan menumpuk dua Gunung Carstensz, gunung tertinggi di Indonesia.

Mereka berdua sebelumnya telah berhasil mencapai e nam puncak gunung tertinggi di belahan dunia lain yakni Gunung Carstensz Pyramid (4.884 mdpl), Gunung Elbrus (5.642 mdpl), Gunung Kilimanjaro (5.895 mdpl), Gunung Aconcagua (6.962 mdpl), Gunung Vinson Massif (4.892 mdpl), dan Gunung Denali (6.190 mdpl) dalam empat tahun ke belakang.

“Semua pengalaman yang telah kita dapat selama empat tahun melakukan ekspedisi ini, kami merasa cukup siap untuk melaksanakan ekspedisi terakhir ini. Meski perjalanan ini hampir terancam tidak terealisasi karena permasalahan dana, Puji Tuhan kami akhirnya didukung oleh Bank BRI sebagai sponsor utama, sponsor pendukung, dan warga indonesia yang turut membantu kami melalui sumbangan sehingga kami dapat berangkat menuju gunung terakhir ini.” kata Mathilda.

Pendakian kali ini, Everest akan menghadirkan tantangan ekstra, karena di tengah perjuangan untuk membawa diri menapakkan langkah demi langkah menuju puncak, oksigen di ketinggian ini berkurang hanya menjadi sepertiga, dibandingkan dengan yang bisa kita hirup dengan bebas sekarang ini.

Frans, salah satu Seven Summiteers Indonesia yang pernah menjejakkan kakinya di gunung tersebut mengingat bahwa dengan oksigen setipis itu, pendakian menjadi amat berat. "Badan terasa amat dingin. Napas menjadi amat berat. Jalan satu langkah membutuhkan empat kali pengambilan napas," ujarnya. Hal ini sudah ia rasakan di area sekitar Camp 3 yang berketinggian sekitar 7.200 mdpl, --bahkan sebelum mencapai ketinggian 8.000 meter.

Di musim dingin pada bulan Januari, suhu di puncak Everest bisa mencapai -60 derajat Celsius. Pada musim panas yang merupakan musim pendakian, suhu udara di pucuk bumi ini "hanya" berkisar -20 derajat Celsius, menambah tantangan lebih bagi pendaki, apalagi yang berasal dari daerah beriklim
tropis seperti Indonesia.

Kamis, 29 Maret 2018 hari ini akan menjadi titik mulai nya perjalanan dua pendaki ini. Bandara Soekarno Hatta akan menjadi titik perpisahan untuk warga Indonesia melepas dua pendaki perempuan Indonesia untuk mengharumkan nama ibu Pertiwi di kancah Internasional lewat kibaran merah putih di atap dunia, Gunung Everest.


RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER