KABARINDO, BANDUNG - Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) mengeluarkan hasil evaluasi dan analisis terkait intensitas aktivitas Gunung Tangkuban Parahu, berupa semburan asap yang terjadi Sabtu 12 Februari 2022.
Evaluasi tingkat aktivitas gunung yang berada di wilayah perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Subang itu mengacu pada data pengamatan visual dan instrumental pada periode 30 Januari 2022 hingga 13 Februari 2022.
Kepala Badan Geologi PVMBG Eko Budi Lelono menjelaskan, berdasarkan hasil pengamatan visual pada periode 30 Januari 2022 hingga 13 Februari 2022, asap kawah Ratu berwarna putih dengan intensitas tipis hingga sedang dan tinggi umumnya tidak teramati. Selain itu, angin lemah hingga kencang ke arah utara, timur laut, tenggara dan selatan.
"Pada tanggal 12 Februari 2022 sejak pukul 11:43 WIB, teramati hembusan asap berwarna putih dari Kawah Ecoma dengan intensitas tipis hingga kuat dengan tinggi mencapai 100 meter dari dasar kawah. Sedangkan pada tanggal 13 Februari 2022 teramati asap berwarna putih dengan intensitas tipis hingga sedang dan tinggi asap 20-60 meter dari dasar kawah," tutur Eko dalam keterangan resminya, Senin (15/2/2022).
Adapun berdasarkan pengamatan instrumental, lanjut Eko, kegempaan Gunung Tangkuban Parahu didominasi oleh gempa embusan yang berkaitan dengan aktivitas permukaan. Seismograf merekam juga getaran menerus yang diakibatkan oleh eembusan gas maupun angin/noise.
"Energi seismik yang diestimasi berdasarkan perata-rataan nilai amplitudo seismic (Real time Seismic Amplitude Measurements/RSAM) menunjukkan fluktuasi tetapi belum teramati adanya peningkatan yang signifikan," ucapnya.
Estimasi nilai koherensi seismik Stasiun RTU pada Februari 2022, menunjukkan adanya penurunan nilai koherensi yang terjadi akibat peningkatan tekanan pada tubuh Gunung Tangkuban Parahu.
"Hal ini mengakibatkan perubahan pada medium seperti terbentuknya rekahan sehingga hembusan asap keluar di Kawah Ecoma. Pola ini juga teramati sebelum erupsi Juli 2019, saat itu disertai peningkatan kegempaan vulkanik yang signifikan namun pada Februari 2022 ini tidak teramati adanya peningkatan kegempaan," jelasnya.
Masih berdasarkan pengamatan instrumental, lanjut Eko, data pemantauan seismik mengindikasikan belum adanya intrusi magma yang signifikan, peningkatan yang terjadi masih bersifat transien (sementara).
Kemudian, hasil pengukuran deformasi dengan metode EDM (Electronic Distance Measurement) menunjukkan pola relatif memendek (deflasi) pada jarak miring antara PARK-LRNG, sedangkan pada jarak miring PARK-UPAS datar atau tidak ada perubahan.
Selain itu, hasil pengukuran deformasi dengan metode tiltmeter berfluktuasi, namun relatif mendatar yang mengindikasikan belum adanya perubahan aktivitas yang signifikan. Data pemantauan deformasi mengindikasikan belum adanya akumulasi tekanan yang signifikan.
"Hasil pengukuran temperatur di lereng Kawah Ratu mengalami peningkatan pada tanggal 12 Februari 2022 dan hasil pengukuran suhu tanggal 13 Februari 2022, temperatur kawah kembali menurun. Peningkatan temperatur yang terjadi pada 12 Februari 2022 masih bersifat transien (sementara)," terangnya.
Terakhir, hasil pengukuran konsentasi gas CO2 relatif stabil, sedangkan konsentrasi gas H2S relatif menurun. Rasio gas C/S pada tanggal 12 Februari 2022 mengalami peningkatan. Hasil pengukuran konsentrasi gas H2S pada tanggal 13 Februari 2022 mulai menunjukkan peningkatan dan rasio gas C/S menurun jika dibandingkan dengan rasio gas C/S tanggal 12 Februari 2022.
"Data pemantauan geokimia menunjukkan adanya peningkatan temperatur (sementara) pada sistem bawah permukaan Gunung Tangkuban Parahu, namun peningkatan yang terjadi belum menerus. Hal ini mengindikasikan bahwa kontribusi fluida magmatik dalam aktivitas kali ini belum signifikan," katanya.
Lebih lanjut Eko mengatakan, pengamatan visual dan instrumental mengindikasikan bahwa aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu belum mengalami peningkatan yang signifikan.
Menurutnya, eembusan yang terjadi di Kawah Ecoma diduga akibat adanya dinamika air bawah permukaan atau air yang meresap ke bawah permukaan, yang kemudian terpanaskan dan membentuk akumulasi uap air (steam) bertekanan tinggi, sehingga terjadi overpressure sementara (transien) dan gas keluar berupa hembusan yang cukup kuat melalui zona lemah (rekahan).
“Embusan berwarna putih mengindikasikan bahwa aktivitas ini didominasi oleh uap air," sebutnya.
Mengacu pada hasil pemantauan visual dan instrumental dan estimasi potensi ancaman bahaya terkini, maka tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu menurutnya masih berada pada Level I (Normal).
Meski berstatus normal, namun pihaknya rekomendasikan agar masyarakat di sekitar Gunung Tangkuban Parahu, seperti pedagang, wisatawan, dan pendaki untuk tidak turun ke dasar Kawah Ratu dan Kawah Upas, serta tidak diperbolehkan menginap/berlama-lama berada di dalam kawasan kawah-kawah aktif yang ada di dalam kompleks Gununh Tangkuban Parahu.
Pihaknya juga mengimbau masyarakat agar mewaspadai meningkatnya konsentrasi gas-gas vulkanik yang dapat terjadi secara tiba-tiba, yaitu dengan tidak berlama-lama berada di sekitar area kawah aktif Gunung Tangkuban Parahu, agar terhindar dari paparan gas yang dapat berdampak bagi kesehatan dan keselamatan jiwa.
Eko melanjutkan, masyarakat di sekitar Gunung Tangkuban Parahu diharap tenang, beraktivitas seperti biasa, tidak terpancing isu-isu tentang letusan Gunung Tangkuban Parahu, tetap memperhatikan perkembangan kegiatan Gunung Tangkuban Parahu yang dikeluarkan oleh BPBD setempat dan selalu mengikuti arahan dari BPBD setempat.
"PVMBG selalu berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (BPBD Provinsi Jabar) dan BPBD Kabupaten Bandung Barat serta BPBD Kabupaten Subang," tandas Eko.