Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

Beranda > Berita Utama > GAPENSI : Relaksasi TKDN Semakin Menjadikan Indonesia Hanya Sebagai Pasar Barang Impor

GAPENSI : Relaksasi TKDN Semakin Menjadikan Indonesia Hanya Sebagai Pasar Barang Impor

Berita Utama | 16 jam yang lalu
Editor : Anton CH

BAGIKAN :
GAPENSI : Relaksasi TKDN Semakin Menjadikan Indonesia Hanya Sebagai Pasar Barang Impor

Sekjen Gapensi La Ode Safiul Akbar. (FOTO/ISTIMEWA)

KABARINDO, JAKARTA – Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) menilai kebijakan relaksasi aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), khususnya produk besi, baja, dan pipa untuk infrastruktur akan membuat Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi negara luar dan berpotensi mematikan industri di dalam negeri.

Isu ini mulai mencuat manakala Presiden Prabowo Subianto pada Selasa (8/4/2025) memerintahkan jajarannya agar regulasi mengenai TKDN harus dibuat dengan fleksibel dan realistis dengan dalih untuk menjaga daya saing industri Tanah Air di pasar global.

Kebijakan pelonggaran TKDN disinyalir sebagai respon langkah Amerika Serikat (AS) yang memberikan tarif resiprokal impor atas produk dari Indonesia sebesar 32%. Pemerintah AS meminta Indonesia untuk menyesuaikan aturan TKDN. Permintaan tersebut merupakan bagian dari negosiasi, seiring dengan masuknya Indonesia dalam daftar negara yang dikerek biaya tarifnya oleh AS.

La Ode Safiul Akbar, Sekjen Gapensi memandang, jika kebijakan relaksasi TKDN tersebut tetap dipaksakan untuk dijalankan, dikhawatirkan akan menjadikan Indonesia hanya sebagai negara konsumen, alias pasar bagi negara asing bisa berpotensi membunuh industri dalam negeri, khususnya besi, baja, dan pipa untuk infrastruktur.

“Ujungnya nanti, jika industri di dalam negeri tidak bergerak karena dihimpit oleh produk impor, sudah dipastikan PHK besar – besaran akan kembali terjadi. Saat ini saja, angka pengangguran kita sudah cukup tinggi. Karena, hampir semua pabrik bisa terkena dampaknya,” tutur La Ode yang juga Ketua DPP Partai Golkar bid. Ketenagakerjaan dan Pengembangan Profesi Selasa (15/4/2025).

Oleh karena itu, La Ode berharap, TKDN tidak dihapuskan karena kebijakan tersebut juga bisa berpotensi membuat Indonesia kehilangan daya saing di pasar global.

Pemerintah, kata La Ode, perlu berhati – hati, pasalnya kebijakan penghapusan TKDN ini bisa menyebabkan industri dalam negeri akan kalah bersaing dengan produk impor yang lebih murah.

“Akibatnya, kita hanya akan menjadi negara konsumen dan semakin bergantung pada barang – barang impor. Padahal, jika kita menggunakan produk dalam negeri, kita bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, karena industri di dalam negeri bergerak. Keberadaan TKDN itu sudah seharusnya ada untuk melindungi industri di dalam negeri,” ucap La Ode.

Laode menyebutkan seharusnya Pemerintah berkomitmen terhadap kemajuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebagai upaya mendorong kemandirian industri. Menurutnya, ada beberapa cara yang bisa dilakukan yaitu memberikan insentif kepada pelaku industri lokal agar mampu bersaing secara kualitas dan harga, mempermudah akses pembiayaan dan teknologi bagi produsen dalam negeri, dan Mengawasi pelaksanaan TKDN secara tegas dan transparan agar tidak hanya formalitas.

“ Dengan komitmen kuat dari pemerintah dalam mengawal Produk TKDN dapat membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya dan mendorong pertumbuhan ekonomi 8%,” pungkas La Ode.

Saat ini, batas minimal TKDN yang ditetapkan adalah 25 persen, dengan syarat BMP (Bobot Manfaat Perusahaan) minimal 40 persen. Penerapan TKDN dalam proses pengadaan barang dan jasa untuk pemberdayaan industri domestik merupakan salah satu langkah pemerintah untuk mendorong P3DN (Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri).

Sebelumnya, Kepala Negara menginstruksikan kepada seluruh jajaran pemerintahan, terutama para menteri, untuk mengubah kebijakan TKDN agar lebih realistis dan tidak membebani industri dalam negeri. Presiden Prabowo menjelaskan bahwa TKDN bukan hanya soal regulasi semata, tetapi juga menyangkut aspek yang lebih luas.

“Tolong diubah itu, TKDN dibikin yang realistis saja. Masalah kemampuan dalam negeri, konten dalam negeri itu adalah masalah luas, itu masalah pendidikan, iptek, sains. Jadi itu masalah, nggak bisa kita dengan cara bikin regulasi TKDN naik,” tegasnya.


RELATED POST


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER