KABARINDO, JAKARTA -- Antrean panjang terbentuk di sebuah jalan di Istanbul, Turki, saat orang-orang menunggu berbuka puasa. Karena tingginya inflasi di negara ini, banyak jamaah tidak mampu menyiapkan makanan berbuka puasa di rumah sehingga bergantung pada pemerintah setempat untuk menyiapkan menu berbuka.
Ini adalah pertama kalinya seorang pensiunan berusia 68 tahun, Huseyin Ozcan, ikut bukber yang disediakan oleh pemerintah kota. Menunya hari itu berupa sup miju-miju, bayam, dan pasta. Dia mengatakan lebih banyak orang yang datang untuk menikmati makanan gratis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Kami dilayani dengan baik, tapi ini bukan pengganti berbuka puasa di rumah,” kata Ozcan, yang menunggu lebih dari satu jam untuk dilayani.
“Dengan uang pensiun saya, saya tidak mampu menyiapkan makanan seperti yang saya lakukan pada Ramadan sebelumnya. Harga makanan terlalu mahal,” ujarnya.
Sementara itu, di sejumlah pasar dan pusat perbelanjaan di Kota Istanbul, penduduk setempat memburu harga terbaik, berharap mendapat diskon dari pedagang.
Cicek Akpinar sambil membawa tas belanjaan yang setengah kosong mengamati setiap label. "Saya terlilit utang. Harga-harga ini tidak terjangkau. Untuk buka puasa, saya menyiapkan pasta atau telur untuk diri sendiri dan anak-anak. Saya tidak bisa mengundang sanak saudara seperti dulu," ujarnya.
Bagi Akpinar, bulan suci Ramadan tahun ini tidak lagi memiliki kegembiraan yang sama. “Tahun ini banyak orang yang harus melihat ke rak tanpa membeli,” katanya.
Pembeli lainnya, Mirza, 65, seperti warga lainnya, terpaksa menaruh lagi kotak kemasan daging karena harganya yang mahal. Satu kilo daging kambing sekarang berharga lebih dari 420 lira Turki (US$13) atau sekitar Rp210 ribu.
“Dulu, kami menyiapkan makanan berbeda setiap hari dalam seminggu selama Ramaan untuk berbagi momen menyenangkan bersama keluarga,” kata Mirza yang enggan disebutkan nama belakangnya.
“Sekarang kami selalu memasak makanan yang sama, tanpa daging,” katanya sambil membawa sekotak makanan di tangannya.
Di kedai rempah-rempah dan buah-buahan kering, yang menjadi favorit selama Ramadan, Mehmet Masum, seorang pedagang, khawatir dengan bisnisnya.
“Bulan Ramadan dulunya merupakan periode paling ramai bagi para pedagang. Namun hal tersebut tidak terjadi pada tahun ini.”
Dia mengatakan harga kurma, yang biasanya dimakan saat berbuka puasa, telah meningkat dari 80 lira Turki (US$2,50) per kilo menjadi 230 lira Turki (US$7) dalam satu tahun.
“Mereka yang mampu membeli setengah kilo kurma sama bahagianya seperti mereka menemukan emas,” kata seorang pemilik toko.
“Di masa lalu, pembeli akan mencicipi terlebih dahulu sebelum membeli. Saat ini, hal tersebut tidak boleh lagi dilakukan; harga terus meningkat setiap hari,” ujarnya.
Menurut angka resmi, tingkat inflasi Turki melonjak hingga 67% pada Februari. Lonjakan tersebut terutama terjadi pada produk makanan, yang inflasinya mencapai 72% secara keseluruhan pada tahun 2023.
Lingkaran setan
Sekelompok ekonom independen dari Kelompok Riset Inflasi Turki (ENAG) memerkirakan kenaikan harga riil sebesar 122% pada Februari dibandingkan tahun sebelumnya.
Persatuan Kamar Pertanian Turki mengatakan bahwa sejak bulan Ramadan terakhir (tahun 2023), harga 38 produk pangan telah naik. Harga minyak zaitun melonjak 149%, menjadikan komoditas itu seperti barang mewah.
Sementara itu, makanan pokok yang biasa tersedia selama Ramadan seperti aprikot kering telah meningkat sebesar 148%, begitu pula buah ara kering naik sebesar 171%.
Meskipun upah minimum dan dana pensiun terus ditingkatkan untuk mengompensasi inflasi, tingginya harga tetap menjadi topik penting menjelang pemilihan kepala daerah di Turki yang dijadwalkan pada 31 Maret.
Negara ini telah terjebak dalam lingkaran setan kenaikan harga dan jatuhnya mata uang selama beberapa tahun.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan secara rutin menjanjikan untuk mengembalikan angka inflasi satu digit dan menyetujui kenaikan suku bunga oleh bank sentral untuk mengendalikan harga meskipun sebelumnya ia sempat keberatan dengan kebijakan tersebut.
Kebersamaan dalam kesulitan
Sementara itu, di luar istana, satu jam sebelum berbuka puasa, beberapa ratus jamaah menunggu dengan tidak sabar di depan tenda tempat makanan akan disajikan setelah matahari terbenam. Sempat terjadi saling dorong. “Tenang, Anda semua akan dilayani,” kata seorang petugas.
Pukul 19.17 azan menenggelamkan keriuhan kota, dan dalam satu jam sudah terlayani 500 jamaah. “Yang penting bukan kualitas makanannya tapi berbagi momen ini dengan masyarakat,” ujar Haci Hakalmaz, warga yang datang untuk menikmati buka puasa bersama teman-temannya.
“Negara ini memang sedang dulit, tetapi malam ini, saya ingin gembira dan menjaga rasa persaudaraan di meja ini,” imbuh pensiunan berusia 67 tahun tersebut. Red dari berbagai sumber