KABARINDO, KOPENHAGEN – Otoritas Keamanan Pemerintah Denmark telah mengumumkan akan mengirimkan kapal fregat untuk bergabung dengan satuan tugas (satgas) maritim yang dibentuk Amerika Serikat (AS) di Laut Merah. Satgas tersebut dibentuk merespons serangan kelompok Houthi Yaman terhadap kapal-kapal komersial yang melintasi wilayah perairan tersebut.
“Kami prihatin dengan situasi serius yang terjadi di Laut Merah, di mana serangan tanpa alasan terhadap kapal sipil terus berlanjut,” kata Menteri Pertahanan Denmark Troels Lund Poulsen dalam sebuah pernyataan ketika mengumumkan partisipasi negaranya dalam satgas maritim di Laut Merah, Jumat (29/12/2023).
Denmark akan mengajukan resolusi ke parlemen pada Januari mendatang untuk berkontribusi pada Operation Prosperity Guardian yang dipimpin AS. Kapal fregat Denmark dapat dikerahkan ke Laut Merah pada akhir Januari.
Sejak 19 November 2023, kelompok Houthi telah menyita atau menyerang belasan kapal komersial yang melintasi Laut Merah dengan menggunakan drone serta rudal. Houthi mengklaim mereka hanya membidik kapal-kapal milik atau menuju pelabuhan Israel. Serangan terhadap kapal-kapal tersebut merupakan bentuk dukungan Houthi terhadap perjuangan dan perlawanan Palestina.
Sejak Houthi aktif menyerang kapal-kapal di Laut Merah, sejumlah perusahaan kargo memutuskan untuk menghindari wilayah perairan tersebut. Perubahan jalur laut dengan menghindari pelayaran melintasi Laut Merah dapat menyebabkan penundaan pengiriman kargo. Hal itu karena Laut Merah merupakan jalur terpendek antara Asia dan Eropa melalui Terusan Suez. Laut Merah adalah salah satu jalur laut yang paling sering digunakan di dunia untuk pengiriman minyak dan bahan bakar.
Pada 18 Desember 2023 lalu, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengumumkan peluncuran Operation Prosperity Guardian (OPG). Dia mengatakan, OPG dibentuk sebagai respons atas serangan Houthi terhadap kapal-kapal komersial di Laut Merah.
“Meningkatnya serangan Houthi yang berasal dari Yaman baru-baru ini mengancam kebebasan perdagangan, membahayakan pelaut yang tidak bersalah, dan melanggar hukum internasional,” ujar Austin.
Dia menambahkan, negara-negara yang berupaya menjunjung kebebasan navigasi perlu bersatu untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh aktor non-negara tersebut. Negara-negara yang tergabung dalam satgas maritim OPG antara lain Inggris, Bahrain, Kanada, Prancis, Italia, Belanda, Norwegia, Seychelles, dan Spanyol. Red dari berbagai sumber