KABARINDO, JAKARTA – Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina yang juga Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic), Ahmad Khoirul Umam memberi analisisnya terkait penampilan tiga capres di debat kelima (5) Pilpres 2024 yang berlangsung di JCC Senayan, Jakarta, Minggu 4 Februari 2024 malam.
Menurutnya debat pamungkas ini mengisyaratkan spirit politik rekonsiliasi, karena berbeda dari debat sebelumnya yang berlangsung panas.
“Tidak seperti debat-debat sebelumnya yang sarat dengan intensitas serangan panas, debat kelima ini justru menunjukkan sejumlah sikap yang cukup simpatik di antara para kontenstan,” kata Ahmad Khoirul Umam dalam keterangannya kepada Okezone, Senin (5/2/2024).
Memang dalam debat tadi malam ada serangan terkait politisasi distribusi bansos, isu ketimpangan dan ketidakadilan, serta isu konflik kepentingan.
“Namun takaran serangannya, tidak sekuat debat-debat sebelumnya. Karena itu, debat pamungkas ini seolah memberikan pesan tentang proses pendinginan (cooling down), sehingga politik pecah belah tidak berkembang jelang Pemilu 14 Februari nanti.”
Menurutnya, kubu capres 01 Anies Baswedan dan 03 Ganjar Pranowo kembali menunjukkan kekompakkan, dengan mencoba saling memancing untuk menghantam kubu 02 Prabowo Subianto.
“Namun penampilan Prabowo kali ini tampaknya lebih siap dibanding debat sebelumnya yang tampak hanya pasrah menikmati serangan rival. Di debat pamungkas ini, sejumlah poin-poin penting dan detail argumen solutif bisa ia paparkan. Sehingga ruang serangan terhadap Capres 02 relatif tidak sekuat debat-debat sebelumnya,” ujarnya.
Prabowo, kata dia, cukup diuntungkan dengan diberikan kesempatan pertama untuk memaparkan visi misi, sehingga dirinya bisa menghindari kegusaran akibat preemtive attack yang dilakukan oleh lawannya di momentum serangan awal.
“Secara konten, tema pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia (SDM), memang terasa "Anies banget". Anies mampu menghadirkan sejumlah argumen filosofis tentang pentingnya investasi SDM, yang akhirnya disetujui oleh dua Paslon lainnya. Namun, Ganjar dan Prabowo juga tampak mampu mengimbangi dengan jawaban yang berbasis pengalaman lapangan masing-masing.”
Sementara terkait isu kebudayaan, elaborasi tema ini cenderung direduksi hanya sebatas aspek seni budaya. Ketiga paslon tidak banyak mengelaborasi sisi kebudayaan sebagai suprastruktur peradaban untuk pembangunan SDM unggul, berintegritas, disiplin, jujur, dan bertanggung jawab, sebagai prasyarat hadirnya angkata kerja yang produktif dan berdaya saing tinggi.
“Patut disayangkan pula, capres 01 dan capres 03 tidak mengevaluasi janji "Revolusi Mental" sebagai ekspresi revolusi kebudayaan yang pernah digaungkan oleh Presiden Jokowi, yang saat ini terasa lekat dengan kubu 02. Di tema kesehatan, evaluasi BPJS kesehatan juga tidak termanfaatkan optimal sebagai materi debat dan serangan,” kata Khoirul Umam.
Di debat pamungkas ini, lanjut dia, sejumlah paslon juga mencoba menggunakan sejumlah narasi dan argumen untuk dioptimalkan guna mengonsolidasikan basis dukungan elektoral.
“Misalnya, Anies sering menggunakan terminologi Jawa, untuk mengonsolidasikan basis pemilih dari segmen Jawa. Anies juga beberapa kali menggunakan argumen Islam moderat, yang bisa diarahkan untuk mengonsolidasikan dukungan Nahdliyyin yang saat ini terfragmentasi,” katanya.
“Sementara itu, janji Prabowo untuk membantu keraton-keraton kerajaan dan Kesultanan, berpotensi mengonsolidasikan basis pemilih adat dan para raja-raja di tingkat lokal yang juga masih punya pengaruh dan akar sosial-politik di wilayah masing-masing.”