Tambolaka, Sumba Barat Daya, NTT, Kabarindo- Hasil penelitian ACDP (Education Sector Analytical and Capacity Development) Indonesia 2016 menunjukkan jumlah guru yang tidak terlatih cukup tinggi di Sumba.
Situasi ini diperburuk dengan distribusi guru dengan kualifikasi S1 atau guru PNS yang tidak merata. Situasi ini juga sama buruknya untuk kepala sekolah. “Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa kualitas guru karena kurang pelatihan, kualifikasi dan latar belakang pendidikan menjadi masalah yang harus dipecahkan di Sumba,” ujar Fadil, salah satu District Facilitator INOVASI untuk Sumba Barat Daya penyelenggara kegiatan Workshop Sosialisasi Program Rintisan Guru BAIK di hotel Sinar Tambolaka, beberapa waktu lalu.
Menurut Fadil, program rintisan guru BAIK (Belajar, Aspiratif, Inklusif dan Kontekstual) yang diselenggarakan INOVASI untuk Sumba Barat Daya berusaha ikut memberikan sumbangsih menjawab tantangan itu.
Program ini berusaha meningkatkan kualitas para guru mitra dengan beberapa workshop yang sekaligus menjadi ajang pelatihan yang akan diadakan secara berseri disertai pendampingan-pendampingan. “Program rintisian ini lahir, salah satunya, dilatarbelakangi hasil dari penelitian ACDP tersebut,” ujar Fadil
“Selama workshop yang akan kita lakukan beberapa kali ke depan, para guru, sesuai dengan pendekatan PDIA (Problem Driven Iterative Adaptation) akan memperoleh dukungan untuk menemukan sendiri masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi siswanya di ruang kelas, diajak mengembangkan instrument-instrument pembelajaran untuk menjawab masalah tersebut, menguji, meninjau kembali dan melakukan uji coba berbagai solusi strategi yang berbeda-beda. Yang paling efektif akhirnya akan ditularkan ke yang lain,” ujarnya lebih lanjut dari rilis yang sampai di meja redaksi.
Workshop Sosialisasi program Guru BAIK yang diselenggarakan oleh program pendidikan INOVASI tersebut menghadirkan dua belas kepala sekolah mitra, empat ketua KKG (Kelompok Kerja Guru), beberapa pengawas dari kecamatan Loura dan Kecamatan Wewewa Tengah, Sumba Barat Daya dan difasilitasi langsung oleh fasilitator-fasilitator daerah Sumba Barat Daya. “Kita lakukan sosialisasi ini agar para guru yang menjadi mitra kita nanti mendapatkan dukungan maksimal dari kepala sekolah, pengawas dan ketua KKG,” ujar Fadil.
Berdasarkan penelitian ACDP tahun 2016 tersebut, tingkat mengulang kelas cukup tinggi untuk kelas II di Sumba secara keseluruhan, yaitu kisaran 12 – 21 persen. Menurut Senza, District Facilitator Sumba Barat yang lain, hal tersebut tentu saja berhubungan dengan kualitas guru dalam mengajar. “Kalau tidak ada intervensi pelatihan kepada guru dan dukungan kepala sekolah yang maksimal terhadap guru, akan sulit meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas,” ujarnya.
Program GURU BAIK yang dilaksanakan di Sumba diusahakan bisa meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi siswa kelas awal di Sumba yang menurut penelitian ACDP juga cukup mengkhawatirkan. Sebanyak 30 persen anak-anak kelas 2 yang diteliti oleh program itu pada tahun 2016 ternyata mengalami kesulitan membaca. “Siswa di kelas awal yang kurang bisa membaca cenderung akan mengalmi ketertinggalan pelajaran pada kelas-kelas berikutnya. Efeknya akan bisa berantai. Kita harapkan nanti dengan program ini, akan muncul solusi lokal untuk mengatasi hal tersebut,” ujar Senza.
Kepala Sekolah SD Negeri Mawo Maliti, Mikael S. Nanga menyambut baik program yang akan segera dimulai tersebut. “Program peningkatan mutu guru sangat penting dilakukan di Sumba dan semoga selalu berkelanjutan,” ujarnya.
Program guru BAIK di Sumba Barat Daya saat ini bermitra dengan 12 sekolah. Ke depan diproyeksikan ditambah dengan 13 sekolah, sehingga total yang diharapkan nantinya 25 sekolah. Program akan berlangsung sampai akhir 2019.