Oleh: Hasyim Arsal Alhabsi
Direktur Dehills Institute
KABARINDO, JAKARTA - “Orang cerdas berpikir sebelum berbicara, orang bodoh berbicara sebelum berpikir.” – Ali bin Abi Thalib.
Kata-kata adalah senjata yang bisa membangun atau menghancurkan, tergantung bagaimana digunakan. Ketika seseorang berbicara tanpa berpikir, risiko kesalahpahaman, konflik, atau melukai perasaan menjadi lebih besar. Sebaliknya, refleksi sebelum berbicara mencerminkan kecerdasan dan kebijaksanaan.
Banyak orang tergoda untuk berbicara spontan karena emosi atau keinginan untuk didengar. Namun, ucapan yang tidak dipertimbangkan sering kali membawa dampak negatif yang sulit diperbaiki. Kata-kata yang terlontar tidak dapat ditarik kembali, sehingga penting untuk selalu merenungkan dampaknya sebelum berbicara.
Ilustrasi tentang otak yang belum tersambung sebelum berbicara menggambarkan pentingnya berpikir dahulu. Dalam tradisi Islam, menjaga lisan adalah bagian dari akhlak mulia. Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
Berpikir sebelum berbicara melibatkan logika dan empati. Sebelum berucap, tanyakan: Apakah ini benar? Baik? Bermanfaat? Jika tidak memenuhi kriteria tersebut, diam adalah pilihan yang lebih baik. Prinsip ini membawa ketenangan pribadi dan harmoni sosial. Berbicara bukan sekadar mengungkapkan, melainkan menanamkan kebaikan dan kedamaian.