Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

-advertising-

Beranda > Gaya hidup > Bahaya Dehidrasi pada si Kecil; Simak Penanganannya

Bahaya Dehidrasi pada si Kecil; Simak Penanganannya

Gaya hidup | Selasa, 30 Juni 2020 | 17:20 WIB
Editor : Natalia Trijaji

BAGIKAN :
Bahaya Dehidrasi pada si Kecil; Simak Penanganannya

Bahaya Dehidrasi pada si Kecil; Simak Penanganannya

Orang tua perlu memperhatikan asupan cairan anak agar tetap terhidrasi

Surabaya, Kabarindo- PT Johnson & Johnson Indonesia melalui produk Johnson’s menyelenggarakan Parent Club Expert Class bertema “Bahaya Dehidrasi pada si Kecil dan Penanganannya” yang menghadirkan narasumber Dr.dr.Ariani Dewi Widodo, Sp.A(K).

Air atau cairan memiliki peran yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia. Pada tubuh manusia, air atau cairan memiliki berbagai fungsi yang membantu agar organ-organ dapat bekerja dengan baik. Air atau cairan pada tubuh manusia membantu untuk membawa nutrisi dan oksigen ke seluruh sel. Juga dibutuhkan untuk proses pernafasan, mengatur suhu tubuh, membantu proses ekskresi melalui keringat, urin dan feses serta membantu fungsi dan perkembangan otak.

Kandungan air pada tubuh manusia di setiap rentang usia berbeda-beda. Manusia dewasa mengandung sekitar 60% cairan dari keseluruhan berat badannya, pada anak 65% dari berat badan, sedangkan pada bayi sebesar 75% dari keseluruhan berat badan. Kebutuhan setiap orang akan air atau cairan juga berbeda, bergantung pada usia dan aktivitasnya. Anak usia 2-3 tahun membutuhkan sebanyak 1,3 liter cairan per hari, usia 4-8 tahun membutuhkan 1,4 – 1,6 liter cairan per hari.

Devy Yheanne, Country Leader of Communications & Public Affairs, PT Johnson & Johnson, mengatakan pihaknya ingin mengingatkan orang tua bahwa penting untuk memperhatikan asupan cairan sehingga anak tetap terhidrasi.

Kurangnya asupan air/cairan yang berlebihan dapat menyebabkan berkurangnya total body water yang disebut dengan dehidrasi, yang menyebabkan terganggunya performa fisik kognitif, konstipasi, gangguan pada fungsi ginjal, menyebabkan sinkop dan hipotensi ortostatik, pencetus terjadinya sakit kepala dan migrain, kelenturan kulit menurun dan kulit menjadi kering.

“Anak-anak cenderung lebih mudah mengalami dehidrasi dari pada orang dewasa. Dehidrasi paling sering terjadi akibat infeksi virus atau bakteri yang menimbulkan diare ataupun muntah,” ujar Devy.

Dr. dr. Ariani menjelaskan dehidrasi terdiri atas dehidrasi derajat ringan-sedang dan berat. Keduanya memiliki gejala dan tanda yang berbeda sesuai derajat dehidrasinya. Gejala dehidrasi yang dapat dilihat oleh orang tua di rumah antara lain ubun-ubun cekung pada bayi, buang air kecil sedikit dan pekat atau tidak ada sama sekali, air mata tidak keluar dan tampak kehausan.

Selain kehilangan air/cairan, dehidrasi juga menyebabkan seseorang kehilangan elektrolit (Na,K,Cl). Dehidrasi menyebabkan tubuh paling sering kehilangan natrium dan kalium yang berfungsi membantu fungsi otot dan saraf, menyeimbangkan elektrolit di dalam tubuh, menjaga pertumbuhan tubuh yang normal serta mengontrol keseimbangan asam-basa tubuh maupun menjaga kesehatan jantung.

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada anak, orang tua harus lebih memperhatikan asupan air/cairan pada anak. Minum dan mengonsumsi makanan yang kadar airnya tinggi, seperti buah-buahan dan sayuran merupakan salah satu cara untuk menjaga anak agar tetap terhidrasi. Selain saat cuaca panas dan sedang beraktivitas ataupun bermain, air putih dapat diberikan secara rutin kepada anak pada pagi hari untuk membantu mengaktifkan organ dalam, 30-60 menit sebelum makan untuk membantu proses pencernaan serta sebelum mandi untuk menurunkan tekanan darah dan sebelum tidur.

“Selalu perhatikan jumlah asupan cairan harian anak agar tetap terhidrasi,” ujar dr. Ariani

Ia menjelaskan, penanganan pertama dehidrasi pada anak adalah dengan memberikan cairan. Untuk dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit, berikan Cairan Rehidrasi Oral (CRO) yang dikenal sebagai oralit. WHO pada 2005 merekomendasikan penggunaan CRO osmolaritas rendah (245 mOsm/L) untuk menggantikan versi oralit sebelumnya (311 mOsm/L). Selain osmolaritas, faktor lain yang penting dalam keberhasilan pemberian oralit pada anak adalah volume, frekuensi pemberian dan rasanya.

Penulis: Natalia Trijaji


TAGS :
RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER