Jakarta, Kabarindo- Dikenal sebagai penjelajah samudra, penyu merupakan reptil purba yang memiliki kemampuan jelajah yang menakjubkan.
Selama lebih dari 100 juta tahun, penyu laut menjelajahi samudra di seluruh dunia dan melakukan peran vitalnya bagi ekosistem laut dan pesisir. Perairan Indonesia merupakan rute migrasi (perpindahan) penyu yang terpenting di persimpangan Samudra Pasifik dan Hindia.
Enam dari tujuh spesies penyu di dunia ditemukan di Indonesia. Empat di antaranya bahkan bertelur di pantai-pantai di sepanjang perairan Indonesia, yakni penyu hijau, penyu belimbing, penyu sisik, dan penyu lekang.
Namun, kini berbagai ancaman dihadapi oleh penyu. Mulai dari polusi sampah plastik di laut, hancurnya habitat dan tempat bersarang, terjeratnya penyu secara tidak sengaja oleh jaring nelayan (tangkapan sampingan/bycatch), eksploitasi yang membahayakan lingkungan, hingga perdagangan ilegal. Peringatan “World Sea Turtle Day” pada 16 Juni ini mengajak kita untuk memberikan harapan bagi kehidupan penyu yang lebih baik.
Cara termudah yang dapat kita lakukan adalah dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Kebiasaan buruk membuang sampah plastik secara sembarangan mengakibatkan sampah terbawa ke laut. Penyu yang biasa memakan ubur-ubur sering mengira sampah plastik tersebut sebagai makanan (ubur-ubur). Akibatnya, plastik yang tak dapat dicerna itu berujung pada kematian penyu.
Di sisi lain, berbagai upaya perlindungan penyu coba dilakukan. Beberapa penemuan menarik telah berkontribusi dalam upaya pelestarian penyu. Teknologi pemantauan melalui satelit (satellite tagging) untuk mempelajari habitat dan lokasi yang menjadi perlintasan maupun persinggahan penyu misalnya. Teknologi ini memberikan informasi penting tentang lokasi dan jalur migrasi yang bermanfaat bagi penyusunan strategi kerja konservasi, termasuk di dalamnya untuk pengelolaan kawasan konservasi.
Penemuan menarik lainnya adalah penggunaan metode lampu LED hijau untuk mitigasi hasil tangkapan samping/bycatch. Pemasangan lampu LED hijau di jaring insang yang digunakan oleh nelayan ternyata membantu penyu untuk menghindari jaring tersebut sehingga mereka tak akan terjerat jaring. Berdasarkan data WWF-Indonesia tahun 2014-2016, dari uji coba penggunaan lampu LED hijau pada jaring nelayan di Paloh, Kalimantan Barat, menunjukkan adanya penurunan bycatch penyu sebesar 75%.
WWF-Indonesia juga berupaya untuk melindungi wilayah peneluran penyu dari berbagai ancaman. Salah satunya melalui program NEWtrees di wilayah Pangumbahan, Sukabumi, Jawa Barat, yang melindungi wilayah peneluran penyu dengan cara reforestasi kawasan hutan penyangga. Harapannya, penyu yang naik ke darat untuk bertelur memiliki tempat peneluran yang ideal.
Perlindungan terhadap wilayah peneluran penyu juga dilakukan melalui program Turtle Hope. Program WWF-Indonesia di Pantai Pangumbahan, ini membuka kesempatan bagi pihak-pihak yang peduli untuk berkontribusi pada upaya pengembalian peneluran penyu secara alamiah (dengan tidak memindahkan telur dari sarangnya), caranya dengan mengadopsi sarang penyu. Sarang penyu yang diadopsi akan dijaga secara ketat oleh tim patroli yang diberdayakan dari kelompok masyarakat setempat. Tak hanya itu, sarang-sarang tersebut juga akan ditandai koordinatnya (tagging) sehingga dapat dipantau secara virtual lewat geotagging.
Mari kita berikan harapan untuk kehidupan penyu yang lebih baik melalui upaya yang dapat kita lakukan.
Saatnya menjadi Turtle Warrior!