Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

-advertising-

Beranda > Gaya hidup > Ary Prasetyo, dari Pemasok Jadi Wirausaha Kuliner Belut Suroboyo Arie

Ary Prasetyo, dari Pemasok Jadi Wirausaha Kuliner Belut Suroboyo Arie

Gaya hidup | Jumat, 9 Februari 2024 | 21:06 WIB
Editor : Natalia Trijaji

BAGIKAN :
Ary Prasetyo, dari Pemasok Jadi Wirausaha Kuliner Belut Suroboyo Arie

Ary Prasetyo, dari Pemasok Jadi Wirausaha Kuliner Belut Suroboyo Arie

Ingin belut jadi kuliner khas Surabaya

Surabaya, Kabarindo- Ary Prasetyo tak mengira ia akan menjadi wirausaha kuliner belut seperti sekarang. Pemilik Belut Suroboyo Arie di Jl. Karang Menjangan, Surabaya, ini menceritakan awal mula menekuni kuliner belut.

Dulu Ary membantu pakdenya sebagai pemasok belut setelah lulus SMP pada 23 tahun lalu. Ketika di bangku STM, ia mogok sekolah.

“Ya namanya remaja. Masih labil dan bandel,” seloroh pria berusia 38 tahun ini.

Namun Ary punya semangat tinggi untuk melanjutkan sekolah dengan mengambil Kejar Paket C dan lulus. “Waktu itu, saya pikir kalau cari pekerjaan di sektor formal yang harus punya ijazah minimal setingkat SLTA. Dulu belum mikir mau jualan belut,” tuturnya.

Sementara itu Ary terus memasok belut dari Gresik atau Lamongan untuk warung pakdenya. Tiap hari ia menempuh perjalanan dari Surabaya ke kedua kota ini PP. Ia mengambil (kulakan) dari pengepul di Gresik atau Lamongan. Dulu ia kulakan belut bisa sampai 1 kuintal per hari, karena warung pakdenya laris.

Ary mengatakan, para pengepul tersebut memperoleh belut hidup dari memancing di tambak. “Belut kan hama tambak. Pemilik tambak senang nggak perlu repot membasmi belut, sedangkan pengepul dapat belut gratis dan bisa dijual. Jadi saling menguntungkan,” ujarnya.

Ary menjelaskan, ada 2 jenis belut yang dimasak yaitu belut tambah dan belut sawah. Belut tambak memiliki ekor gepeng, sedangkan belut sawah ekornya lancip. Penyediaan belut bergantung musim. Jika musim hujan, tersedia stok belut tambak.

Berbekal pengalaman tersebut, setelah menikah, Ary memutuskan untuk membuka usaha sendiri pada 2014 untuk menafkahi keluarganya. Kini Ary telah dikaruniai 2 anak laki-laki dan 1 perempuan, kelas 1 SMP, kelas 2 SMP dan usia 3 tahun. Warung Ary buka pukul 13.00. Ia dibantu istrinya sebagai kasir dan 3 karyawan. Ary menjaga warung pada siang hari, sedangkan istrinya mulai sore.

Ary tetap kulakan sendiri, namun kemudian ia dipasok belut dari Banjarmasin yang harganya lebih murah. Hal ini membantu dirinya yang lelah menempuh perjalanan PP Surabaya-Gresik atau Lamongan. Apalagi usia terus bertambah.

Pada awal berjualan, warung Ary menghabiskan 20 kg belut per hari. Kini rata-rata 25 kg per hari. Jika akhir pekan dan hari libur bisa lebih dari 30 kg per hari. Menurut Ary, warungnya lebih ramai saat momen Lebaran, karena banyak penjual makanan lain yang mudik. Jadi banyak pembeli yang datang.

Ary menyebutkan pendapatan warung belutnya lumayan besar. Namun kondisi prihatin dialaminya saat pandemi Covid-19, omzetnya turun hingga 60%. Kondisi ini sudah membaik, namun belum pulih 100% meski pandemi sudah lewat. Selain itu, makin banyaknya penjual kuliner belut juga mempengaruhi omzet yang diperoleh warung Ary.

“Persaingan menjadi ketat,” tutur Ary yang menolak menyebutkan omzetnya.

Menghadapi kondisi tersebut, ia melebarkan usaha mulai 1,5 tahun lalu dengan membuka warkop dan warung soto di seberang jalan warung belutnya. Alasannya membuka warkop untuk mengakomodir kebiasaan masyarakat, terutama anak muda yang suka nongkrong dan ngopi dengan harga terjangkau. Sedangkan buka warung soto, karena soto disukai masyarakat dan enak disantap terutama untuk sarapan. Ary memiliki 2 karyawan yang melayani kedua warung tersebut.

Warung Ary menawarkan menu belut basah, belut biasa, belut kering dan Belut elek. Yang menjadi favorit adalah menu belut biasa karena rasanya lebih segar dan lebih gurih. Sedangkan Belut Elek dimasak setengah matang. Dinamai demikian, karena warnanya coklat yang elek (jelek). Namun rasanya tak kalah enak.

“Soal pilihan ya terserah selera masing-masing,” ujarnya.

Selain menjual kuliner belut, Ary juga menawarkan menu-menu penyetan lainnya seperti bebek penyet, ayam penyet, lele penyet, gurami penyet dan lainnya. Namun spesialisasinya dan yang menjadi jujugan adalah belut.

Biasanya ada pembeli yang merasa lauknya masih kurang, sehingga menambah tempe penyet atau tahu penyet yang harganya Rp.4 ribu seporsi berisi 2 potong besar. Ada pula yang menambah pete atau cah kangkung, sehingga komplit.

“Biasanya yang nambah itu makan bareng keluarga,” tuturnya.

Ary mengakui, daging belut memiliki kolesterol yang tinggi. Karena itu, lansia tidak disarankan sering mengonsuminya. Jika makan daging belut, sebaiknya dengan minum jeruk nipis untuk membantu menetralisir kolesterol. Juga sebaiknya memilih belut kering yang mengandung kolesterol lebih sedikit, karena dimasak lebih lama.

Untuk minuman, tersedia mulai dari air mineral, teh, jeruk bahkan yang ‘bersifat’ jamu yaitu sinom yang segar dan manis, kunir asem dan beras kencur.

Ary ingin belut menjadi salah satu kuliner khas Surabaya, karena rasanya gurih, enak dan bisa membuat ketagihan.

“Belut sudah cukup populer di kalangan masyarakat Surabaya dan sekitarnya serta banyak dicari wisatawan yang datang ke kota ini. Makanan ini layak jadi kuliner khas Surabaya,” tuturnya.


RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER