KABARINDO, JAKARTA -- Pangeran Faisal bin Farhan, selaku Menteri Luar Negeri Arab Saudi mengatakan, Arab Saudi dapat mengakui Israel bila terdapat kesepakatan komprehensif yang mencakup kenegaraan Palestina. Pernyataan ambisius ini disampaikan saat belum ada tanda-tanda Israel akan menghentikan serangannya ke Gaza.
"Kami sepakat perdamaian kawasan termasuk perdamaian bagi Israel, hanya dapat terjadi melalui perdamaian bagi Palestina melalui negara Palestina," kata Pangeran Faisal di World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, Selasa (17/1/2024).
Ditanya, apakah Arab Saudi akan mengakui Israel sebagai bagian dari kesepakatan politik yang lebih luas. "Tentu saja," jawabnya. Pangeran Faisal mengatakan perdamaian keamanan kawasan melalui pendirian negara Palestina "sesuatu yang sudah kami kerjakan dengan pemerintah Amerika Serikat, dan ini lebih relevan dalam konteks Gaza."
Berhasil mengamankan kesepakatan normalisasi hubungan dengan Arab Saudi akan menjadi hadiah besar bagi Israel setelah membangun hubungan diplomatik dengan Uni Emirat Arab, Bahrain dan Maroko. Hal ini juga dapat mengubah geopolitik di Timur Tengah.
Arab Saudi merupakan negara paling berpengaruh di dunia Arab. Kerajaan juga dianggap Penjaga Makkah dan Madinah. Dua orang sumber mengatakan, setelah perang Israel di Gaza pecah tahun lalu, Arab Saudi membekukan rencana AS untuk menormalisasikan hubungan kerajaan dengan Israel. Riyadh menantang ulang prioritas kebijakan luar negerinya.
Dua sumber mengatakan akan terdapat sejumlah penundaan pada perundingan normalisasi hubungan Arab Saudi-Israel yang dianggapkan langkah penting bagi Arab Saudi untuk mendapatkan pakta pertahanan AS. Sebelum serangan mendadak Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023, pemerintah Israel dan Arab Saudi memberi sinyal mereka bergerak maju dalam pembentukan hubungan diplomasi yang dapat mengubah Timur Tengah.
Rakyat Palestina ingin mendirikan negara Palestina di tanah yang direbut Israel dalam perang 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya. Negosiasi yang disponsori AS mengalami kebuntuan sejak satu dekade yang lalu.
Salah satu rintangannya adalah pemukim Israel di daerah pendudukan dan perselisihan antara otoritas Palestina yang didukung Barat dan Hamas yang menolak keberadaan Israel. "Terdapat jalan menuju masa depan yang lebih baik di kawasan, bagi Palestina dan bagi Israel, adalah perdamaian dan kami sepenuhnya berkomitmen pada itu," kata Pangeran Faisal.
"Gencatan senjata di semua sisi harus menjadi titik awal untuk perdamaian permanen yang berkelanjutan, yang mana hanya dapat terjadi melalui keadilan bagi rakyat Palestina," tambahnya. Pemerintah sayap-kanan Israel mengecilkan prospek memberikan konsesi signifikan pada Palestina sebagai bagian dari kesepakatan normalisasi hubungan dengan Arab Saudi. Perang Israel di Gaza pecah setelah Hamas menggelar serangan mendadak ke Israel pada 7 Oktober 2023. Red dari berbagai sumber