ANTOLOGI LIMA FILM EAGLE AWARDS DOCUMENTARY COMPETITION 2018; Siap Tayang 12-16 November 2018
MENJADI INDONESIA
Jakarta, Kabarindo- Eagle Institute lndonesia, pekan ini sukses melaunching lima film terbaik dari ajang Eagle Awards Documentary Competition (EADC) 20] 8.
Setelah melaui proses yang panjang sejak bulan juni 2018 mulai dari penyaringan peserta melalui juri baca, hingga juri
wawancara, terpilihlah lima ide cerita terbaik yang mendapatkan fasilitasi berupa Master Class dan pembiayaan produksi film dokumenter.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan Eagle institute indonesia, MetroTV dan didukung oleh Artha graha Peduli serta Bank Mayapada membawa tema besar Menjadi Indonesia, diharapkan melalui ajang ini ditemukan sineas-sineas muda film dokumenter yang mampu memunculkan sebuah program, ide, serta gagasan audio visual
berkenaan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya di tahun 2018 ini Eagle Institute selaku penyelenggara melakukan inovasi dengan memasang konsep Master Class.
Konsep ini menjadikan partisipasi peserta bukan hanya pemula film dokumenter saja, mereka yang memiliki keahlian di bidang dokumenter dan pernah membuat film pun bisa ikut berpastisipasi.
Dalam Master Class para Peserta dipandu oleh mentor film dokumenter lntemasional asal India, Supriyo Sen.
Kini lima film peserta EADC 20 I 8 telah siap ditonton oleh seluruh masyarakat Indonesia, film ini bercerita tentang ragam lndonesia dalam berbagai potret seperti budaya, adat istiadat, kegigihan, kehidupan, pendidikan dan lainnya.
Adapun kelima film tersebut adalah:
1. Pusenai The Last Dayak Basap
Sutradara : Fajaria Menur Widowati DOP : Miftahuddin
Film ini bercerita tentang Pusenai (87 tahun), seorang wanita tertua dari etnis lokal (Suku Dayak Basap) yang tinggal di Desa Teluk Sumbang, desa terluar di Berau Kalimantan Timur yang berupaya beradaptasi dengan modernisasi pasca relokasi dari hutan ke pemukiman. Anyaman rotan menjadi media bagi Pusenai dan para perempuan Dayak untuk berkumpul dan membahas persoalan-persoalan kehidupan mereka. Dampak globalisasi di lingkungannya mengakibatkan ia harus mencari rotan hingga puluhan kilometer, bahkan masyarakat Dayak
Basap terancam kehilangan hutan dan jati diri mereka.
2. Menabur Benih di Lumpur Asmat Sutradara : Yosep Levi dan Bernad Koten
Yosep Levi dan Bernad Koten menyoroti bagaimana kondisi kesehatan mempengaruhi perkembangan pendidikan. Diangkat dari cerita tentang Guru SD Yufri, Asmat, Papua, bemama Romanus.Selain mengajar. Romanus juga bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan gizi siswa-siswi sekolahnya. Menjadi Indonesia merupakan upaya Romanus dan keluarganya sebagai pelaku pendidikan selama 30 tahun. Dia berusaha mengatasi masalah pemenuhan gizi, mentransformasikan upaya swasembada pangan mandiri, sekaligus merevolusi mental dari kebiasaan meramu menjadi swasembada pangan untuk Suku Asmat di Yufri.
3. Bioskop Kecil, Harapan Besar Sutradara : Lukas Deni Setiawan & Emmanuel Kurniawan
Di tengah minimnya tontonan anak dan kurangnya akses anak terhadap tayangan yangbermutu, Rifqi Mansur Maya (Kiki) dan Hindra Setya Rini (Hindra) menggagas kegiatan pemutaran film anak yang diberi nama BlOSClL (Bioskop Kecil Keliling). Dengan segala keterbatasannya, pemutaran dilakukan di sekolah-sekolah maupun komunitas agar anak-anak dapat menonton film yang memang dibuat untuk mereka. Dalam salah satu kegiatan pemutaran di SDN Kebonharjo, Kulonprogo, mereka berkenalan dengan lkmah, anak tuli yang kurang mendapat perhatian dari lingkungan belajarnya sebagai anak berkebutuhan khusus. Melalui subsidi silang dan jejaring BlOSClL, akhirnya lkmah memiliki akses untuk belajar Bahasa isyarat yang standar dan dapat dimengerti oleh orang tuli lainnya. Persinggungan BIOSCIL dengan lkmah merupakan salah satu kebaikan-kebaikan lain yang ikut bergulir bersama dengan kegiatan BIOSCIL.
4. Menulis Mimpi di Atas Ombak Sutradara : Lutfi Retno Wahyudianti DOP : Cugun Junaedi
Sampai sekarang masih banyak saudara kita di belahan bumi nusantara yang tinggal di pulau
terpencil mengalami keterbatasan akses pendidikan.
Film dokumenter Menulis Mimpi di Atas Ombak karya Lufti Retno Wahyudianti akan membawa kita menelisik lebih jauh bagaimana kondisi pendidikan di pulau terpencil Polewalimandar. Sulawesi Barat. Menjadi Indonesia dalam hal ini adalah pemberdayaan pengetahuan kepada masyarakat di pulau terpencil. Upaya
literasi dilakukan sebagai penghubung nilai-nilai kebangsaan.
5. Damai Dalam Kardus
Sutradara : Andi Ilmi Utami Irwan & Suleman Nur
DOP :Nurtaqdir Anugrah Gunawan (30), lahir dan tumbuh di tengah kerusuhan agama yang berlangsung di Poso selama lebih dari satu dekade. Kerusuhan ini tidak hanya menghancurkan kotanya, tapi juga memecah keutuhan keluarganya sehingga Ibunya yang Muslim dan Ayahnya seorang Kristiani hams berpisah. Benahun tahun hidup terpisah dari Ayahnya. membuat Gunawan dendam terhadap konflik agama yang terjadi di Poso. Inilah yang membawanya menjelajahi Poso bersama kardus-kardus berisi buku, menembus daerah terpapar konflik hingga ke wilayah basis teroris untuk membawa pesan perdamaian. Bersama
puluhan kardusnya juga, Gunawan percaya suatu saat akan menemukan ayahnya.
Dalam Premiere kali ini akan diumumkan juga tiga film terbaik pilihan juri yang terdiri dari Supriyo Sen (Master Of Documemary dari India ), Garin Nugroho (Documentary Filmaker dari Indonesia) dan Nia Dinata (Documemmy Filmaker dari Indonesia)
Tiga Film terbaik tersebut akan mendapatkan uang tunai ratusan juta rupiah dan kamera profesional untuk menunjang mereka dalam berkarya. Selain itu, para finalis juga mendapat
fasilitasi beasiswa pasca sarjana dan bebas memilih di universitas yang diinginkan.
Kelima film tersebut juga akan dita) angkan di Metro TV setiap hari mulai tanggal 12-16 November 20l8 pukul 2|.30 WIB 22.00 WIB
Dont Miss it.....!